4. Duniaku Teralihkan Olehmu

149 17 1
                                    

★Selamat membaca★

(Guys! Putar lagu yang udah disematkan di atas, ya! Uraian hati Mada tiap kali bertemu Mua, xixi ....)

Votenya manaaaaaaaaaa?
Komennya manaaaaaaaaaaa?
Readers saya pada ke manaaaaaa?
Huhuhu.

Votenya manaaaaaaaaaa?Komennya manaaaaaaaaaaa?Readers saya pada ke manaaaaaa? Huhuhu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Let you be my new favourite now."

(⁠๑⁠'⁠•⁠.̫⁠ ⁠•⁠ ⁠'⁠๑⁠)

"Bukan saya yang minta modulnya, tapi Madagaskar."

Mua mengernyit, fokusnya menyempit pada satu titik. Pernyataan Pak Zholik jauh di luar dugaan tadi malam. Ia pikir, Mada mengirim pesan demikian sebab guru ini ingin mengambil kembali seluruh modul dan lembar-lembar latihan yang telah diberikan guna menjadikannya contoh bagi adik tingkat yang hendak mengikuti OMI bulan depan. Lebih-lebih, ia sampai mengorak-arik rak buku hanya karena takut didenda jika benda itu tidak ditemukan. Tahu sendiri kan bahwa Pak Zholik merupakan salah satu guru SMAPAM penggila uang?

"Madagaskar mau membeli modul kamu untuk sepupunya, karena modul dia ketinggalan di Oslo." Guru itu melenguh kasar. Selain kedatangan Mua yang menghentikan aktivitasnya menghitung uang iuran kelas XI MIPA 6, tingkah konyol Mada kerap menjadi hal menyebalkan. "Ganteng-ganteng kok pikun."

"Saya kira Bapak yang meminta modulnya," tutur Mua sedikit kecewa.

Pak Zholik menatapnya dengan saksama. Guru matematika yang merangkap di berbagai bidang terutama bagian keuangan itu berdeham. "Memang dia gak bilang apa?"

Mua menggeleng. "Enggak."

"Salah kamu gak nanya," tuduh Pak Zholik yang memang benar adanya.

Jangankan bertanya, melihat kata modul tercetak di layar saja sudah membuat Mua tidak punya waktu untuk membalas pesan lelaki itu, bahkan nomor telepon Mada belum ia simpan sampai sekarang. Pak Zholik menjilat jari tengah, lantas kembali menggesek-gesek lembar uangnya. Sesekali bola mata pria itu melirik Mua yang belum juga beranjak dari depan mejanya.

"Itu uang apa, Pak?" tanya Mua tanpa basa-basi, rasa ingin tahunya sudah melejit sejak tadi. Pasalnya pembayaran SPP telah dilakukan tiga bulan lalu.

"Kepo!" balas Pak Zholik semakin menjajarkan lembaran uang, berupaya memamerkan.

"Uang iuran IPS 3 gak dikembalikan? AC-nya udah dibenerin Rayyan, sedangkan CCTV-nya masih mati sampai sekarang karena gak ada teknisi yang datang."

Tangannya berhenti, Pak Zholik melotot kaget. Ia memang tidak memanggil teknisi untuk datang, sementara uangnya sudah ludas dimakan.

"Uang segitu aja ditagih," dumalnya.

"Uang segitu sangat berharga bagi teman-teman saya."

Mendengar ketegasan Mua membuat sumbu Pak Zholik terbakar di sana. Guru itu kemudian berdiri setelah menyimpan uang-uangnya ke dalam laci. "Hadeuh ... dasar anak-anak IPS, pelit-pelit amat jadi orang. Makanya, kalau punya fasilitas itu dijaga, janganlah kalian berlaku seenaknya. Lagi pula, iuran yang kalian kasih itu pas-pasan. Masa gak ada seseran? Memang, kira kamu menelepon teknisi gak pake pulsa?"

Samudra untuk Muara [Sequel MUA-RAY]Where stories live. Discover now