13. Bersama Tapi Bertiga

121 9 4
                                    

★Selamat membaca★
(Beri vote dan komen, ya!)

"The cure everything is salt water, sweat, tears or the sea

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"The cure everything is salt water, sweat, tears or the sea."

(⁠~⁠_⁠~⁠メ⁠)

Ada masa yang paling unik, seperti; ketika wajahnya dipaksa menampilkan ketenangan, tetapi pikirannya sibuk menghadapi peperangan. Dan ia harus kembali mengusahakan segala hal. Iya, ini tentang apa yang belum selesai.

Banyak yang bilang, seseorang cenderung akan jadi pendiam ketika ia sadar bahwa dirinya tidak pernah dimengerti oleh sekitar. Menjadi diam pun tidak pernah mudah. Memendam kerap membuat gelisah. Upaya-upaya kecil yang tidak dihargai dan percakapan remeh yang tidak ditanggapi sampai saat ini masih terjadi, berputar pada poros pasti.

"Yang tadi udah berlebihan, kenapa diam?" Lintang menyodorkan sebotol air mineral di teras minimarket terdekat. Rencana, ia hendak membeli Carbonara selaku saus pasta. Hujan-hujan begini enaknya memang menghidangkan yang hangat-hangat ketika pulang.

"Biarin aja, lagipula siapa yang peduli kalau gue sakit hati?" Tangannya bergerak menerima, namun tak kunjung ditengguk juga.

"Udah terbiasa dengan hal-hal yang tiba-tiba berubah?" tanya Lintang seraya menarik kursi besi di sebelah, berniat menemani Mua yang larut dalam lamunan di tengah hujan, mungkin ada seseorang yang ia kenang secara bersamaan. "Banyak hal yang ingin lo ceritakan ke orang lain, tapi lo selalu sendirian."

"Gue lebih suka diam, karena ketika gue berbicara, air mata gue juga ikut mengalir. Gue nggak suka terlihat lemah di depan orang."

"Memang selama ini lo kelihatan kuat? Bukannya lo memang cengeng?" celetuk Lintang membuat Mua terdiam. "Apa itu artinya gue merupakan orang pilihan? Lo selalu bisa mengekspresikan segalanya saat kita bersama. Gue bisa melihat lo di titik paling lemah dan rendah."

Mua menganggukkan kepala menyetujui kalimatnya. "Lo orang pertama yang gue cari ketika gue ada masalah."

"Gue orang yang spesial buat lo?" tebak Lintang yang entah mengapa kepribadiannya berubah hangat malam ini, cukup sulit untuk dikenali.

"Nggak juga. Lebih tepatnya karena gue yakin lo gak akan menceritakan aib-aib gue ke mana-mana. Lo orang yang males ngomong dan sosialisasi dengan sesama. Paling-paling curhatan gue cuma mentok di Mak Gansa."

Ingin kecewa, tapi Lintang tidak bisa. Mengingat tujuan utamanya kemari hanya untuk menghibur Mua, bukan malah menyudutkannya. "Menangis itu enggak termasuk aib. Dengan lo menangis gak membuat lo terlihat buruk, Mua. Luka yang dilepas dengan air mata banyak menuai lega."

Samudra untuk Muara [Sequel MUA-RAY]Where stories live. Discover now