44. Langit Malam

14.2K 1.7K 84
                                    

Sepertinya rutinitas ini sudah menjadi kebiasaan Angkasa sebelum tidur, memandangi langit malam sambil memperhatikan bintang-bintang yang bertebaran diatas sana, melamun sambil memikirkan apa yang akan terjadi dengan takdirnya kedepannya.

"Bang J. Ternyata tebakan Abang bener, gak salah kalo Abang mata-matanya interpol. Angkasa acungin jempol buat Abang" Gumamnya pelan sambil tersenyum simpul.

"Angkasa takut bang, takut" Angkasa berucap dengan matanya yang mulai berkaca-kaca, "Abang.. Bawa Asa pergi dari sini" Mohonnya sambil memeluk lututnya sendiri dan menyembunyikan wajahnya, lalu anak itu mulai menangis.

Angkasa menangis dalam diam untuk meluapkan perasaannya saat ini, terkadang dia terkekeh pelan karena mengingat takdirnya yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Bahkan dirinya terkadang bertanya-tanya untuk apa dia hidup tapi ujung-ujungnya akan dibunuh juga.

Walaupun Angkasa tidak yakin, tapi firasatnya mengatakan jika dia akan di bunuh, apalagi saat dia mendengar suara kakeknya tadi yang sama persis dengan suara yang selalu muncul dimimpi buruknya. Awalnya Angkasa meragukan ucapan Bang J yang berkata jika orang yang menembaknya dimimpi adalah kakeknya, tapi nyatanya apa yang dibilang Bang J adalah benar. Angkasa memang tidak bisa mengingat wajah yang ada dimimpinya itu, tapi dia masih bisa mengingat dengan jelas suara yang berkata bahwa dirinya adalah penyebab kematian Mamanya, dan itu sama persis dengan suara kakeknya.

Cukup lama Angkasa menangis hingga dia mendongakkan wajahnya dan menatap langit sambil tersenyum.

"Angkasa takut Ma, gimana jika mimpi itu jadi kenyataan.. Angkasa tidak berharap lahir dari rahim Mama, Kalo kakek bilang Angkasa penyebab kematian Mama berarti itu salahnya Mama kan?, Seharusnya dulu Mama bunuh Angkasa sebelum lahir, hiks.. hiks.."

"Angkasa juga gak bermaksud menyalahkan Mama, jadi Mama tenang aja ya. Tapi entah kenapa Angkasa merasa sedikit kecewa dengan perbuatan Mama" Ujarnya pelan sambil mengusap kasar air matanya, "Seandainya Mama tidak melakukan itu, mungkin Angkasa tidak ada di dunia ini, apalagi status Angkasa sekarang adalah Anak dari hasil perselingkuhan" Lanjutnya sambil tersenyum, tapi senyumannya terlihat sangat palsu karena mata anak itu terlihat sangatlah kosong dan kecewa terlalu dalam.

"Mama. Kalo misalkan Asa pergi bisa gak Asa menyatu sama Mama?" Tanyanya pelan sambil menatap satu bintang yang paling bersinar diantara bintang yang lainnya.

Setelah berusaha menenangkan diri Angkasa langsung bangkit dari duduknya, menutup pintu balkon dan berjalan menghampiri kasur, lalu melemparkan tubuhnya dengan posisi tengkurap, memeluk guling dan menatap figuran foto Mamanya yang berada diatas nakas. Angkasa tersenyum sebelum matanya tertutup, lalu tak lama terdengarlah suara dengkuran halus.

Diwaktu yang sama tapi ditempat yang berbeda, tak jauh berbeda dengan Angkasa kini terdapat seorang pria yang sedang memandangi langit dengan wajahnya yang terlihat berantakan.

"Ana. Apa kabar?, Aku kangen sama kamu"

Jevan, yah pria itu adalah Jevan. Dia tersenyum simpul sambil menerawang jauh melihat langit malam.

"Aku mau kita cerai!, Aku kecewa dengan kamu yang dengan tega berselingkuh dibelakang aku Na"

"Kamu yang tega mas!, Kamu tidak bisa ngertiin aku. Berapa kali aku bilang kalo kamu tidak boleh terlibat dengan keluarga aku ataupun Oma Jenia"

"Tapi kenapa?, Apa alasannya hah?!"

"Maaf aku tidak bisa mengatakannya Mas, dan aku terima perceraian itu, jadi silahkan kamu urus perceraian kita. Karena jika boleh jujur aku lebih bahagia bersama dengan Iven daripada kamu, dan satu lagi. Aku yang membunuh K, tangan kanan dan orang kepercayaan kamu itu"

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang