🌸 CHAPTER 34 🌸

85 38 57
                                    

34. Menikmati Senja

"Senja itu emang sebentar, dan itu bikin aku sadar nggak ada yang bisa menetap selamanya. Pasti akan ada yang ditinggalkan, karena sejatinya segala sesuatu yang datang pasti akan menghilang."

Saat ini Lio tengah berdiri di depan kelas Nana, semenjak bel pulang sekolah terdengar Lio langsung cepat-cepat menuju ke sini dan menunggu gadis itu untuk keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ini Lio tengah berdiri di depan kelas Nana, semenjak bel pulang sekolah terdengar Lio langsung cepat-cepat menuju ke sini dan menunggu gadis itu untuk keluar. Karena tadi, setelah ia mengantar gadis itu untuk kembali ke kelas ia mengajak Nana untuk jalan-jalan sebentar sebelum pulang. Jujur saja Lio benar-benar tidak sabar. Namun setelah beberapa menit menunggu Nana belum juga terlihat dari pandangan. Untuk menghindari rasa bosan ia bermain ponsel yang kini berada di genggaman, tidak lama kemudian orang yang ia tunggu-tunggu akhirnya muncul hal itu membuat Lio mengulas senyum lebar.

Nana tidak sendirian, gadis itu bersama dengan Anura yang kini tengah melirik mereka berdua dengan tatapan menyebalkan. "Aduh, ini pasangan baru kemana-mana berduaan mulu ya sekarang. Nggak kesepian lagi nih, kayaknya." Anura menyenggol lengan Nana dengan tatapan menggoda, senang rasanya bila membuat Nana mendengus nafas pasrah. Ia tahu bahwa hari ini gadis itu akan pergi bersama Lio, tapi Nana tidak mengatakan tepatnya dimana. Anura pun tidak mau terlalu mencampuri urusan pasangan yang tengah jatuh cinta.

"Apa sih, Ra, iri aja. Udah sana lo cepetan pulang." Melihat gadis itu yang demikian lama-lama membuat Nana kesal. Ia hanya bisa menghela nafas panjang. Jujur saja Nana malu jika Anura terus bersikap seperti sekarang, apalagi di depan Lio yang notabenya sebagai sang pacar. Tapi jika dilihat-lihat lelaki itu tidak merasa keberatan, justru malah terkekeh pelan. Hal itu semakin membuatnya merasa tertekan.

Dari kejauhan Kavin mulai terlihat dari pandangan, lelaki itu berjalan sembari menyembunyikan kedua tangan di balik kantong celana seragam. "Siapa yang iri sih, gue juga punya kali." Setelah Kavin berada tepat di hadapan, ia langsung melingkarkan kedua tangan di lengan sang pacar, lalu menyandarkan kepala di bahu Kavin yang terasa nyaman. "Nih, lihat pacar gue yang paling ganteng." Anura menjulurkan lidah sambil memamerkan kemesraan di hadapan sepasang kekasih yang kini tengah menatap tidak percaya.

Bukan merasa iri, Nana justru dibuat geli. Ia mengidik ngeri sambil menggeser langkah menjauhkan diri. Jika diperhatikan semakin lama Anura semakin tidak karuan, gadis itu sepertinya terlalu berlebihan bila sudah bertemu dengan sang pacar. Sikap yang biasa seperti macan kelaparan langsung hilang, digantikan dengan sikap manja yang membuat siapa saja langsung mual. Nana hanya bisa menggelengkan kepala, tidak bisa berkata-kata dan rasanya ingin menghilang.

Sebelum mengambil langkah untuk pergi dari sana, Anura menatap ke arah Lio sebentar. "Jagain temen gue ya, Kak. Jangan sampai luka." Lalu mengalihkan atensi menatap ke arah Nana sambil mengulas senyuman. Tentu saja Anura tidak akan lupa untuk mengingatkan, bahkan sebelum ini Anura juga sempat melakukan hal demikian. Luka yang dimaksud Anura pun bukan sekedar luka sembarangan, tapi ada maksud lain yang Anura yakin Lio sudah paham.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang