🌸CHAPTER 23🌸

135 84 46
                                    

23. Teman

"Teman jadi musuh, atau musuh jadi teman? Sesuatu yang berbeda tapi tampak nyata."

Satu kelompok dengan Rafa dan Rescha menurut Nana adalah masalah besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu kelompok dengan Rafa dan Rescha menurut Nana adalah masalah besar. Nana tahu bahwa Rescha adalah siswa terpintar, tapi laki-laki itu selalu menggampangkan banyak hal. Coba lihat apa yang lelaki itu lakukan sekarang, ia malah sibuk bermain game online ketimbang membantu mengerjakan soal. Nana tidak pandai dalam pelajaran matematika, dan yang bisa menyelesaikan hanyalah Rescha seorang. Nana menggelengkan kepala, memperhatikan Anura yang kini tengah berusaha mengerjakan hingga membuat rambut gadis itu berantakan.

Ini tidak bisa dibiarkan, Nana harus melakukan sesuatu ia tidak bisa diam saja sebelum bel pergantian jam pelajaran dibunyikan karena itu bisa berakibat fatal. Nana tidak mau diberikan nilai paling rendah karena terlambat mengumpulkan, meski Nana tidak tahu cara mengerjakan setidaknya ia sudah berusaha mati-matian. Nana menghembuskan nafas pelan, kembali fokus mengerjakan soal meskipun kini kepalanya sudah berat harus tetap ia paksakan.

Sebenarnya Nana hanya payah di pelajaran matematika, untuk mata pelajaran yang lain Nana tidak akan mengeluh seperti sekarang. Bagi Nana pelajaran matematika adalah neraka, dan Nana tidak suka. Jika disuruh memilih Nana lebih suka soal yang bisa dikarang, atau paling tidak mencatat pelajaran hingga berlembar-lembar. Nana benci matematika, Nana tidak suka rumus yang sekarang ia kerjakan, dan Nana meruntuki dirinya yang tidak pernah bisa paham meski sudah dijelaskan.

Brakkk ...

Tentu Nana terjengit kaget ketika mendengar suara gebrakan meja yang disebabkan orang yang kini berada di sampingnya. Bukan hanya Nana yang begitu, Rafa dan Rescha pun sama terkejutnya hingga kedua laki-laki itu menatap Anura dengan tatapan bertanya. Terlihat deru nafas Anura yang mulai cepat, tangan gadis itu pun tergenggam erat. Hingga beberapa pasang mata kini beralih menatap mereka, bahkan petugas perpustakaan sampai menegur dan Nana hanya bisa meminta maaf dan tersenyum sungkan.

"Kalian bisa nggak sih, jadi teman kelompok berguna dikit." Anura kesal karena sadari tadi belum bisa menyelesaikan soal yang diberikan, sudah berusaha hingga demikian tapi tetap tidak menemukan jawaban. Sampai rasanya ia pusing dan mual terus dihadapkan oleh angka-angka yang sangat menjengkelkan. Bahkan waktu terus berjalan, kelompok yang lain bahkan ada yang sudah menyelesaikan dan kembali ke kelas. Sedangkan mereka sama sekali belum mendapatkan hasil apa-apa. Rescha seharusnya bisa diandalkan justru sangat menyebalkan.

Rescha meletakkan ponselnya di atas meja, lalu melipat kedua tangan di depan dada sembari menatap ke arah Anura. "Lo, kalau nggak bisa ngerjain, ngomong. Nggak usah bikin ribut." Dengan gerakan malas Rescha mengambil alih pekerjaan dan kini fokus mengerjakan soal-soal. Sesekali ia mencoret kertas kosong, menghitung rumus lalu beralih ke lembar jawaban. Lelaki itu begitu tenang, bahkan tidak terlihat kesulitan. Seolah soal tersebut bukan masalah besar.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang