Part 49

1.4K 49 2
                                    

Liam menurunkan kaca mobilnya. "Telfon aja kalau udah mau pulang." Liana menganggukkan kepalanya tanda mengerti, ia juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada sang suami karena mau mengantarnya menuju butik.

"Selamat pagi, Bu. Maaf Bu ada yang ingin saya sampaikan kepada Ibu." Gestur Mutia seperti orang yang tengah ketakutan hal itu membuat Liana menyerngit heran.

"Ada apa?" Tanyanya, Liana menatap keseluruh ruangan untuk memastikan tidak ada suatu hal yang menjanggal disana.

"Pria itu datang lagi Bu, kali ini beliau memaksa masuk. Pak security yang menjaga tak berani menghadangnya karena pria itu membawa dua pria bersamanya." Liana mengerti siapa pria yang dimaksud bawahannya itu. Ia begitu marah mendengar penuturan sang karyawan.

"Panggil bapak security untuk ikut bersama saya masuk ke dalam ruangan saya. Pria gila itu harus diberi efek jera sepertinya." Liana melupakan ketakutan yang beberapa hari lalu ia rasakan, rasa marahnya kali ini mendominasi dirinya karena ulah Brendo pagi ini.

"Ohiya, tolong papan 'buka' butik balik saja. Saya hari ini tidak ingin membuka butik dulu." Mutia mengangguk paham, ia lalu menjalankan tugasnya.

Liana membuka pintu ruang kerjanya, ia melirik ke arah Brendo yang tengah santai duduk disofa miliknya. Pria itu berlagak seperti seorang pemilik disana.

"Apa maumu? Tidak bosankah kau menggangguku?!" Liana berbicara dengan nada tinggi, ia begitu emosi melihat kelakuan Brendo.

Brendo berdiri dari duduknya, ia menghampiri Liana yang kini tengah berdiri di dekat pintu masuk. "Jangan marah seperti itu, aku kesini karena ingin menemuimu. Apa kau tak rindu dengan kekasih semasa SMA mu ini?"

"Aku tak salah dengar? Sejak kapan hubungan kita sejauh itu? Brendo, tolong berhentilah!" Liana melembutkan suaranya berharap Brendo mengerti jika dirinya lelah.

"Ada apa Liana? Aku hanya ingin menyapamu saja. Kau tak rindu kepadaku?!" Brendo berjalan mendekat, pria itu merentangkan tangannya seperti ingin memeluk Liana.

"Psikopat, kau gila. Kau telah masuk terlalu jauh Brendo. Aku telah menikah, tolong mengertilah." Liana mencoba menerangkan kondisinya dengan lembut berharap Brendo melunak kali ini.

"Kau tak bahagia dengannya. Aku tau itu, dia tak memperlakukanmu dengan baikkan? Dia tak tulus mencintaimu. Si kutu buku, Liam itu hanya ingin mempermainkanmu Liana. Dia tak benar-benar ingin hidup bersamamu." Brendo ingin meraih tangan Liana namun dirinya dihadang oleh security Liana yang sigap menghadangnya.

Bodyguard Brendo melangkah maju namun, dihentikkan oleh pria itu. Ia mengode bawahannya untuk mundur saja.

"Tidak usah ikut campur masalah rumah tanggaku Brendo. Dan stop mengejek suamiku seperti itu." Kali ini suara Liana mulai meninggi seiring dengan emosi yang ia rasakan.

"Aku cemburu mendengarnya. Kenapa kamu mengatakan itu di depanku Liana?!" Brendo menampakkan wajah sedihnya karena Liana menyebut Liam dengan kata 'suamiku'.

"Liana, kau tahu. Aku selama ini sangat merindukanmu, selama ini aku menahan diriku untuk tidak kembali ke Indonesia. Aku berharap bisa melupakanmu, namun usahaku selama bertahun-tahun ini gagal. Aku gagal melupakan wajah manismu ini." Kali ini Brendo mencoba memegang wajah Liana, namun wanita itu dengan cepat menepis telapan tangan Brendo dengan keras.

"Pergilah, kau sudah berbicara terlalu jauh. Tolong pergi atau aku panggil polisi. Kau telah mengganggu ketenangan dan kenyamananku." Liana menunjuk ke arah Pintu, ia memerintahkan pria-pria itu untuk pergi dari butik miliknya.

"Apa yang kau cari dengan tetap bersama Liam? Pria itu menikahimu hanya untuk balas dendam saja?! Kau tahu Rissa? Wanita itu telah dicampakkan oleh Liam padahal selama ini ialah yang menemani pria itu. Apalagi kamu Liana, ia bisa saja meninggalkanmu setelah balas dendam dia tergapai." Brendo tak berhenti berbicara, pria itu seperti orang kesetanan saat ini.

Plak

Tamparan itu begitu nyaring, Brendo memegang pipinya yang kini telah memerah akibat tamparan yang Liana berikan kepadanya. "Diamlah! Aku tak ingin mendengar hal itu lagi, tolong jangan masuk terlalu jauh Brendo."

Brendo menarik nafasnya, ia menahan emosinya agar tak melukai Liana. "Kau kenapa terus saja menolakku sejak dahulu? Apa yang kurang dariku?!"

Pertanyaan yang sama sudah ditanyakan oleh Brendo sepuluh tahun yang lalu. Jika dahulu dirinya tak berani mengungkapkan alasan sesungguhnya kali ini, Liana akan mencoba untuk jujur kepada Pria yang ada di depannya ini.

"Aku tahu kau begitu baik dan perhatian kepadaku sejak masa SMA kita dahulu. Tapi karakter angkuh dan kasarmu itu menghalangiku untuk suka sama kamu, lagipula. Jauh sebelum kamu mendekati aku, sebenarnya aku telah menaruh rasa dengan pria lain. Apakah alasan ini bisa kamu terima?"

"Huh?! Benarkah? Jika aku merubah karakterku itu dan menjadi lebih baik, apakah kamu akan merubah pikiranmu dan memilihku?" Brendo bertanya dengan serius.

"Melihatmu yang tak berubah selama sepuluh tahun ini cukup membuat aku memiliki alasan menolakmu. Karakter manusia tak akan bisa berubah hanya dalam sekejap saja." Itulah kesimpulan yang Liana dapatkan setelah mendapati teror Brendo selama ini.

"Kamu sudah tahukan alasannya? Tolong pergilah dari sini, jangan pernah menggangguku lagi." Kali ini Liana benar-benar meminta tiga pria itu untuk pergi dari Butik miliknya.

Brendo menatap Liana dengan dalam, entah apa yang pria itu pikirkan kali ini namun sorot matanya begitu tajam melihat wanita yang selama ini ia kagumi begitu tak suka akan kehadirannya.

"Aku akan pergi kali ini, namun aku akan kembali menemui dan disaat kita bertemu. Akan ku pastikan kamu menjadi milikku." Brendo bersama bodyguardnya meninggalkan ruangan tersebut.

"Seharusnya kamu tahu jika aku bukanlah barang yang bisa kamu miliki sesuka hatimu. Aku juga punya rasa yang patut diperhitungkan." Brendo tak menghiraukan perkataan Liana itu, ia melanjutkan langkahnya menjauh dari wanita itu.

Liana melirik ke arah para karyawannya yang sedari tadi menyaksikan drama yang ia buat. "Tolong perketat butik ini, Mutia tolong carikan security tambahan untuk butik ini dan pastikan pria itu tak masuk kembali kesini apapun alasannya."

LIAM ADITAMAWhere stories live. Discover now