Bab 2: KDRT

20 2 0
                                    

"Dia emang KDRT, " kataku. Mas Aldi menoleh dan melotot ke arahku. 


"Aku gak pernah mukul kamu! Kenapa kamu bilang aku KDRT?" tanya mas Aldi marah. Aku bingung. Kenapa juga dia bilang begitu? 


"Siapa juga yang bilang kamu pukul aku, mas?" tanyaku heran. Mas Aldi bingung dengan apa yang baru saja aku katakan kepadanya itu, "itu, artis cowok itu KDRT sama istrinya. Bukan kamu!" kataku padanya. Wajah mas Aldi langsung berubah menjadi sangat pias. Ia terlihat sangat bingung sekali, hingga tanpa sadar ia menoleh ke arah televisi yang berada di belakangnya. "Niat nonton apa gak sih?" tanyaku sewot. Entah kenapa aku merasa kesal saja. 


"Kamu kan tahu kalau aku gak suka infotaintment!" jawab  mas Aldi. 


"Lalu ngapain nyalain tv dan nonton, mas?" tanyaku yang lagi-lagi hanya membuat wajahnya bingung.


"Biar gak bosen,"


"Apaan sih kamu Husna! Pagi-pagi udah ngajakin ribut aja," kata Ibu. Aku kaget, bahkan putriku juga ikutan kaget. 


"Siapa yang ngajakin ribut sih, Bu?" tanyaku heran. 


"Kamu! Sapa lagi? Jin Qorin?" tanya ibu kesal kepadaku. Bahkan bentakan ibu sampai membuat anakku mempererat pelukannya kepadaku. Aku berlalu dari hadapan ibu agar Dinda merasa aman dan nyaman. Aku meletakkan Dinda di atas kursi bayinya yang terjejer dengan kursi lainnya di meja makan, sedangkan aku langsung mengeksekusi sayuran yang kubeli dengan cepat. Tak butuh waktu lama bagiku agar sayur sop dan ayam goreng tersaji di meja. 


"Mas Aldi! Makanan sudah siap, mas!" seruku berteriak. Tak ada sahutan sama sekali, "mas!" seruku kembali dan kali ini lebih lantang. Penasaran karena aku tak kunjung mendengarkan sahutan atas panggilanku kepada Mas Aldi, aku keluar dari dapur setelah memberi Dinda potongan paha ayam yang ia suka. 


Aku mencari mas Aldi di ruang tengah, tak ada. Lalu aku mencari mas Aldi di kamar,  juga tak ada. Aku berjalan ke depan, mencari mas Aldi ke ruang tamu juga tak ada. Lalu aku berencana mencari mas Aldi di rumah mbak Marni, tapi sebelum aku mencarinya, aku sudah lebih dulu mendengar suara tawa yang tertahan di lantai dua rumah ini. 


Penasaran dengan suara yang tertahan itu, aku memutuskan ke atas, menapaki tangga. Suara tawa itu terdengar semakin jelas. Seperti suara mas Aldi dan ... Ibu. 


Aku langsung bisa melihat mas Aldi sedang memijat punggung ibuku. Mataku melotot melihatnya dan langsung berjalan cepat ke arah mereka yang sedang berada di atas alas lantai. 


"Ibu! Mas!" panggilku. Keduanya langsung menoleh dan menatapku terkejut. Bisa kulihat kedua wajahnya pucat pasi menatapku. Yang buat darahku mendidih adalah ibu hanya mengenakan kemben dan punggungnya mengkilap karena minyak. 


"Ka-kamu sudah selesai masak, Hus?" tanya ibu gelagapan. Napasku naik turun. Pandanganku beralih ke arah mas Aldi yang tercenung. 

Perempuan Yang Menyulam LukaWhere stories live. Discover now