7. Seblak Baraya

7 2 0
                                    

Gia tidak mengira jika perjalanan menuju Bandung akan selama ini. Dipikirnya, Bogor dan Bandung memiliki jarak yang cukup dekat melalui aplikasi Google Maps. Tentu saja dekat! Gambar yang dia lihat tentunya adalah hasil rekayasa dari skala sebetulnya yang sudah diperkecil, sehingga kelihatannya bisa ditempuh dalam jangka waktu tiga jam. Namun, sejak tadi, Gia bahkan belum melihat plang selamat datang di Kota Cianjur. Takutnya, dia tersasar dan justru menambah lama waktu tempuh perjalanan.

Sejak tadi, pandangannya sibuk beralih kepada ponsel dan jalanan di depan, saling beradu memastikan trayek yang dia ambil benar adanya. Payahnya Gia, dia tidak pernah mengecek ulang jalur atau apapun dengan cermat, sebab dia ingin cepat selesai atau cepat sampai. Bisa bahaya jika Gia justru berjalan menjauhi Bandung. Ah, tetapi tidak juga, Gia rasa intuisinya kali ini tepat, semoga saja tidak tersasar betulan.

Langit mulai berwarna, jingga di balik awan yang menyembul di ujung-ujungnya mulai terlihat membentuk secercah sinar matahari yang menembus kaca mobil. Terlihat truk dan kendaraan besar mulai berlalu-lalang, diikuti dengan mobil dan motor yang juga beriringan melewati jalanan yang masih basah. Dari kejauhan, sekitar 15 meter dari posisi Gia, terlihat sebuah tugu bertuliskan selamat datang di Cimahi. Buru-buru Gia meminggirkan mobilnya sembari menginjak rem dengan kasar.

Akibat dari perbuatan Gia, Ben yang sedang asyik terlelap dalam dunia mimpi harus terguling dan terbangun dengan jidat yang mencium lantai mobil secara kasar. Ben bangkit, mengeluh sakit dan memegangi dahi yang nyeri. “Woy, kalau nyetir yang bener, dong! Ngerem mendadak kek bajaj Tanah Abang!” serunya kemudian mengaduh, mengelus dengan hiperbolis.

Gia menoleh, kemudian menganga. “Aduh, maaf banget, Ben. Gue kaget soalnya!” Disodorkannya ponsel kepada Ben dan menunjuk ke depan. “Kita nyasar gak, sih? Kok, malah ke Cimahi?”

Ada sebagian persen di tubuh Ben yang masih belum tersambung sebab baru bangun tidur dan dipaksa untuk membuka mata. Koneksi di otaknya berjalan lambat saat mendengar kepanikan di intonasi suara Gia saat menyebut Cimahi. Katanya, mereka tersasar. Mendengar kata “nyasar”, Ben langsung berjengit dan membulatkan matanya. Tampak langit sudah mulai pagi dan cerah, suara klakson dan bising kendaraan memekakkan telinga mereka. Secara cepat, kesadaran Ben langsung pulih seketika itu juga.

“Kok, bisa nyasar, sih! Lo bawa mobilnya ... tunggu, lo bilang kita di mana? Cimahi?” Gia mengangguk, wajahnya tampak sedih ketika mendengar hardikan Ben. Terlihat di layar ponsel Gia aplikasi Google Maps yang masih menyala, sesekali suara perempuan di sana memberikan instruksi untuk belok ke kanan. Ben meraup mukanya dengan kasar, kemudian mendesah pelan. “Gia, kita gak nyasar, Cimahi itu udah deket banget sama Bandung.”

“Hah? Masa? Tapi arah ke Bandung kayanya gak lewat sini setahu gue.”

Jemari Ben dengan lincah menggulirkan layar, melebarkan posisi peta untuk melakukan zoom out ke daerah Jawa Barat. “Nih, kita di Cimahi, kalau lo lurus ke timur, sebentar lagi nyampe di Bandung. Untung lo bareng gue, coba kalau sendirian? Udah nyasar ke Ciwidey kali,” mulutnya melebar, mencibir pengetahuan Gia yang kurang dalam pembacaan peta. Gadis itu hanya menggaruk tengkuk, kemudian memainkan ujung bibirnya.

“Ya, udah, nih! Gantian lo yang nyetir, katanya bentar lagi nyampe Bandung, kan?” Gia beralih ke kursi penumpang samping, menyuruh Ben untuk kembali memegang kemudi. Dia mengeluarkan ponsel, mencari kontak Aa Koko yang sudah berjanji untuk menemaninya berkuliner di daerah Bandung.

***

Bandung menjadi salah satu kota yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai macam kota di Indonesia. Keindahan tanah Sunda masih khas dan kental di kota satu ini. Sejuk dan nyaman. Gia selalu jatuh cinta dengan keindahan Kota Bandung sejak kecil. Gedung Sate terlihat dari kejauhan, kali ini Gia sudah bisa merasa tenang karena kota kedua yang akan dia kunjungi sudah ditapaki. Gia melihat Ben sesekali menutupi mulut agar bukaannya tidak melebar saat menguap, kasihan, pasti lelaki itu kurang istirahat.

Teras Rasa | [ON GOING]Where stories live. Discover now