8. Kehangatan di Tegalega

6 1 0
                                    

Di warung kecil dan sedang dipenuhi oleh banyak antrean, Ben berdiri dengan dagu yang menegak, tatapannya lurus memaku ke mata Aa Koko yang juga berdiri satu senti lebih dekat darinya. Tanpa ada keraguan, tangan Ben mengepal, siap melayangkan bogeman mentah kapan pun saat lelaki mesum itu akan bertingkah. Sejak tadi Ben amati, ternyata naluri alamiahnya terbukti, lelaki di depannya ini adalah orang berengsek yang tidak tahu malu.

Bukankah ini termasuk ke dalam pelecehan seksual? Karena Gia sama sekali tidak memiliki persetujuan untuk dipegang di bagian yang seharusnya tidak boleh disentuh oleh siapa pun. Ben paham jika lelaki itu mungkin memiliki rasa dan ingin mendekati Gia, tetapi dengan menyentuh tanpa izin artinya sudah masuk ke ranah yang berbeda.

“Lo kalau berani macem-macem sama Gia, hadepin gue dulu!”

Suasana di warung seblak itu berubah jadi kalut, Aa Koko tampak memberengut, menekuk dahinya dalam-dalam. Tampak kegusaran mengalir dengan cepat di air mukanya yang sudah masam. “Sia siapanya Neng Gia emang? Sok berani!”

Oh, menantang. Ben tidak suka dengan nada suara yang dilengkingkan oleh Aa Koko, terdengar mencemooh dan tidak menghargai. “Bukan urusan lo tahu gue siapanya Gia, tapi yang jelas kalau berurusan sama gue, bakal panjang urusannya.” Ben menoleh pada Gia yang masih termenung dengan wajah murung, tatapannya nanar, tak ada kuasa untuk mengintervensi. “Yok, Gi, kita cabut. Kelamaan di sini bikin gerah.” Menggamit tangan Gia, Ben menarik keberadaan gadis itu untuk segera menjauh. Meninggalkan Aa Koko yang berteriak menyumpah serapah dalam bahasa Sunda.

***

Malam itu, Bandung seperti diguyur oleh musim dingin dari Eropa. Udara di sekitar membeku dengan cepat, menurunkan derajat suhu hingga beberapa celsius. Ben merapatkan tubuhnya dengan selimut tebal yang disediakan oleh hotel tempatnya menginap. Baru kali ini dia merasa kedinginan sampai menggigil, padahal biasanya dia sering tidur bertelanjang dada karena saking panasnya udara Jakarta. Namun, dia kalah dan harus memakai banyak pelapis demi menyingkirkan dingin yang merambat tanpa ampun.

Sayangnya, di penginapan ini tidak ada penghangat udara. Maklum, penginapan yang mudah disewa dan banyak dipakai oleh orang-orang untuk menginap dalam tempo satu atau dua hari. Dia juga heran, mengapa Gia memilih penginapan murah seperti ini sementara Ben yakin jika gadis itu memiliki uang melimpah. Ah, tipikal Gia, sangat perhitungan dan irit masalah keuangan, pantas saja dia pernah ditawari untuk menjadi menteri perekonomian kreatif BEM waktu itu, sayangnya Gia menolak dengan alasan tertentu yang memudahkannya berkelit dari sang presbem baru.

Setelah kejadian tadi pagi, Gia tidak kunjung keluar dari kamarnya hingga malam menjelang. Rasanya, Gia mengalami trauma karena disentuh oleh lelaki yang tidak dia kenal tanpa persetujuan. Siapa yang tidak terkejut? Semua orang tentu akan merasa marah dan sedih ketika dirinya dilecehkan seperti itu secara tidak langsung. Sangat disayangkan, imaji seorang laki-laki bisa rusak karena perilaku lelaki berengsek seperti Aa Koko. Ben tidak habis pikir, dia memaklumi jika lelaki memang sebagian besar otaknya diisi lebih banyak oleh fantasi seksual, tetapi cara menyalurkannya itu yang membuatnya kesal.

Jika dia memang suka dengan Gia, bukan dengan itu cara mendekati wanita yang benar. Meski banyak yang mengatakan Ben adalah buaya darat—termasuk Gia—tetapi mana pernah Ben berani melecehkan wanita dengan menyentuh bagian terlarang dari tubuh mereka sembarangan? Dia hanya mengagumi wanita, tetapi bukan buaya. Seperti lagu yang sering dinyanyikan oleh Irwansyah, itu benar adanya bagi Ben.

Dia memutar badan, menghadap ke arah nakas kamar yang dihiasi oleh lampu meja. Memandangi sinarnya yang menyilaukan mata sebelum akhirnya kembali memutar ke sebalik arah. Ben hanya gelimpungan di atas tempat tidurnya seperti orang bodoh. Tiba-tiba bayangan Gia muncul, beralih pada kejadian tadi pagi, dan berakhir saat air mata merembes dari pelupuk. Sebelum berbicara apa-apa, Gia meminta Ben mengantarnya kembali ke hotel karena dia ingin istirahat. Ben jadi khawatir, Gia tidak ada kabar, bahkan pesan WhatsApp yang dikirimnya dua jam yang lalu tidak kunjung berbalas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teras Rasa | [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang