Chapter 5: Zey's Secret Mission

55 4 6
                                    

Zey akan menghadiri undangan makan bersama Thaddeus sebelum berkunjung ke pabrik pengolahan minyak bumi yang letaknya tak jauh dari kantor pusat PetroGlobe. Dalam balutan kemeja putih berenda dan rok hitam, Zey terlihat chic dan elegan. Rambut bagian depan terkepang rapi membentuk sanggul kecil membingkai wajah dengan manis. Sisanya dibiarkan tergerai menambah kesan kebebasan. Mata gelap Zey berbinar cerah membuat Senya yang duduk di ranjang tak berhenti mengamatinya dengan takjub.

Transformasi yang luar biasa. Dari Zey yang bermulut pedas, mempunyai sorot mata yang dingin, dan irit bicara selama berinteraksi kini dia menjelma menjadi gadis dua puluh tahunan yang tampak polos, ramah, dan anggun sekaligus.

"Berhenti menatapku seperti itu," celetuk Zey mendapati Senya menatapnya melalui cermin. Jemari lentik Zey menyematkan jepit rambut seukuran lidi terbuat dari baja lentur dalam setiap celah kepang rambutnya. "Aku tidak sudi jika kau sampai menyukaiku."

"Cih, mulutmu itu, Zey." Mulut Senya tak berhenti mengunyah. Tangan kecilnya pun terus menjejalkan makanan yang entah dia dapat dari mana. "Kemana kau akan pergi? Bukankah misi baru akan berjalan besok?"

Zey mencebik, "Ya, inspeksi dimulai besok, tetapi misi dimulai hari ini."

"Kau tak mengajakku?"

"Buatlah berguna dengan tetap di ruangan ini. Geledah tempat ini, mungkin Thaddeus menyimpan sesuatu di kamar ini. Oh, iya. Pastikan kamu bisa mengoperasikan benda itu," jelas Zey tanpa menoleh. Benda yang dimaksud adalah buah karya dari ketelatenan Zey mengikuti ekstrakurikuler Coding and Tech. Dia bisa mengembangkan kesukaannya merekayasa teknologi. Meski tidak mahir, setidaknya dia bisa membuat peniti memiliki fungsi lain sebagai alat komunikasi dengan Senya selama misi. "Bisa saja aku membutuhkanmu sewaktu-waktu. Mengerti?"

"Sudah kubilang jangan memerintahku seperti itu." Bocah berhelm kuning itu merajuk, bibirnya yang semerah darah segar mengerucut. Namun, dalam sekejap, Zey menangkap kilatan mencurigakan dari sorot mata amber Senya. Sayangnya, Zey tak punya banyak waktu. Pendengarannya yang sensitif sudah menangkap getaran merambat melalui udara. Getaran itu semakin terasa, seseorang mendekat.

"Kalau begitu, jadilah rekan yang baik." Zey selesai mengikat pita satin di depan dadanya. Persiapannya telah sempurna. Tak lama kemudian, suara mesin dari robot memberitahu Zey kedatangan tamu. Zey mengerling saat berkata, "Dia datang."

Senya memelotot mendapati sisi lain Zey yang centil. Perlahan, gadis mungil berhelm kuning itu beringsut menjauh dari Centaurus itu kemudian berusaha tak terlihat dengan skill-nya, blissful ignorance. Dia mengamati seseorang dalam balutan tuksedo eksklusif berbicara dengan Zeynithe.

"Anda sudah siap?" tanya pria pemilik hidung mancung dan senyum menawan itu. Meski usianya terlihat puluhan tahun lebih tua, gurat ketampanan masih bertakhta dalam wajah diamon face-nya. Sepasang alis tebal menegaskan tatapannya yang setajam elang. Pandangannya mengedar melewati bahu Zey memindai ruangan dalam satu sapuan pandang seakan mencari ketidakwajaran di sana. "Kita pergi sekarang?"

"Tentu saja Mr. Thaddeus."

"Thaddeus? Thaddeus Sakhragad?" gumam Senya menutup mulutnya. Dia terkejut dengan sosok Fallen Angle yang jauh berbeda dari pria yang menyambut mereka kemarin. Cambang lebat di wajah itu telah terbabat habis menampakkan sosok lelaki berparas tampan. Senya pernah mendengar dongeng Fallen Angel yang kehilangan sayapnya, tetapi tidak menyangka salah satunya adalah Thaddeus Shakragad yang melegenda itu. Tubuhnya memang tinggi mengintimidasi, tetapi air muka itu tidak menyeramkan sama sekali–tanpa cambang lebat–postur tubuhnya teramat sempurna kecuali ... sayapnya.

"Anda mengatakan sesuatu?"

"Ah, ya." Zey terkekeh salah tingkah. Dia merutuk Senya dalam hati. "Pagi di Whispering Sand sangat dingin ternyata."

Deception of Whispering SandWhere stories live. Discover now