41-Rencana Kejutan

1.8K 292 61
                                    

Bergumpal-gumpal amarah dalam dada Ghava pada akhirnya meledak. Anak itu melempar gelas kaca di atas nakas, lantas berteriak marah sembari menjambak rambutnya sebab kepalanya semakin terasa berisik. Ia menangis hebat seolah hanya dengan itu rasa sakit di hatinya dapat terurai.

"Ghava! Jangan begini, Nak, nanti kepala kamu sakit." Satya berusaha melepas tangan Ghava yang terkepal kuat menjambak rambutnya. Setelah berhasil melepaskan, dapat ia lihat beberapa helai rambut yang tertinggal di sela-sela jari Ghava.

Kamu bodoh

Kamu emang nggak pantes buat bahagia

Keluarga kamu bakal lebih hancur lagi

Dosa kamu terlalu banyak

"Arghh ... DIEM!" Ghava mengusap kasar telinganya, berusaha mengenyahkan suara-suara mengerikan yang sudah lama tak ia dengar. Ghava mulai didekap oleh ketakutan.

Wajar ibu kamu nggak pengin kamu bahagia

Kamu udah ambil Ghazy dari dia

Dia nggak salah ambil semua yang kamu punya

Kamu yang salah

Semua yang kamu punya bakal hilang satu per satu

"Bukan ... BUKAN AKU! Jangan ambil ... tolong jangan ambil lagi." Ghava semakin menangis.

Satya memeluk Ghava dari belakang, menyandarkan tubuh anak itu pada dadanya selagi mengunci gerakan tangan Ghava. Infus di tangan anak itu bahkan sudah terlepas karena sedari tadi Ghava menggerakannya dengan brutal.

"Tari, panggil Dokter!" teriak Satya pada Tari yang hanya berdiri terpaku dengan air mata mengalir deras. Satya ingin melakukannya sendiri, tetapi Ghava masih terus berontak. Ia tak ingin anak itu menyakiti dirinya sendiri jika ia melepaskan dekapannya.

"Ibu jahat! Ibu ambil semua yang Ghava punya, Ibu nggak pengin Ghava seneng. Ibu jahat!"

Tari mendekati Ghava saat anak itu berucap seperti tadi. Ia menggeleng, berniat meluruskan semuanya agar Ghava tidak salah paham. Tangannya berusaha meraih wajah Ghava, tapi anak itu menghindar. Kembali histeris dan mencoba melepaskan diri dari penjagaan Satya.

"Sayang, Ibu ... Ibu nggak bermaksud begitu. Justru Ibu penginnya Ghava selalu bahagia. Ibu nggak bermaksud buat bikin Ghava sedih. Tolong jangan begini, Nak."

Bohong, ibu kamu bohong

Dia pengin kamu menderita

Dia pengin kamu mati

Kamu harus bayar kesalahan kamu

Melihat Tari yang tak bergerak cepat, Satya sedikit melepaskan pelukannya pada tubuh Ghava. Ia bergegas menekan tombol darurat yang terhubung dengan petugas medis. Namun karena kelengahannya, Ghava berhasil menghindar. Anak itu turun dari ranjang, tapi karena tak punya banyak tenaga, ia berakhir tersungkur di lantai yang tercecer pecahan beling.

"Ghava!" Tari berlari mendekat ke sisi ranjang sebelah kanan. Ia berniat membantu Ghava untuk bangkit, tetapi anak itu justru berteriak dan menodongkan pecahan gelas dengan ujung tajam padanya.

"JANGAN KE SINI!" Ghava susah payah mendudukkan tubuh. Serpihan beling telah menggores telapak tangannya, tetapi Ghava seolah tak merasakan apa pun. Anak itu benar-benar hilang kendali.

"Ibu pengin Ghava mati, 'kan?" lirih Ghava dengan tatapan putus asa. Ia telah menempelkan ujung tajam dari pecahan gelas itu di pergelangan tangannya yang bergetar hebat.

Bagus, Ibu kamu pasti seneng

Sedikit lagi Ghava

Setelah itu, semuanya berakhir

Se(lara)s✔️Where stories live. Discover now