22 - JANGAN MARAH

3.6K 241 2
                                    


MASA KINI

"Iqbal nggak salah paham sama Acha dan Glen, kan?"

Iqbal mengembangkan senyumnya, kemudian menggeleng.

"Nggak."

Acha menatap Iqbal, masih khawatir.

"Beneran?"

Iqbal meraih tangan Acha, menggenggamnya.

"Iya, Natasha."

Acha akhirnya bisa tersenyum, ia membalas genggaman tangan Iqbal.

"Makasih Iqbal."

"Mau pulang?" ajak Iqbal.

Acha mengangguk menurut. Acha menoleh ke Glen yang sedari tadi hanya diam.

"Glen, Acha dan Iqbal pulang dulu ya. Nggak apa-apa, kan?"

Glen mengangguk cepat.

"Iya, kalian pulang aja dulu. Gue masih mau keliling Mall, lihat sepatu," balas Glen tidak ingin membuat suasana semakin tegang.

"Kita balik," pamit Iqbal.

Glen lagi-lagi hanya mengangguk.

"Hati-hati di jalan."

Glen akhirnya bisa bernapas legah ketika melihat Iqbal dan Acha beranjak pergi dengan keadaan yang baik-baik saja. Jujur, Glen sendiri sempat khawatir Iqbal akan salah paham. Seperti halnya dirasakan Acha.

"Apa gue tetap harus jelaskan ke Iqbal?"

*****

Mobil Iqbal akhirnya sampai di depan rumah Acha. Jujur sepanjang perjalanan, Acha merasa resah dan masih khawatir karena Iqbal tak banyak bicara. Acha tau Iqbal memang pendiam, tapi diamnya Iqbal berbeda seperti biasanya.

Acha menoleh ke Iqbal, cowok itu tengah sibuk melepaskan sabuk pengamannya.

"Iqbal," panggil Acha pelan.

Iqbal menatap ke Acha dengan tangan yang masih sibuk berusaha melepaskan sabuk pengemannya.

"Kenapa?" balas Iqbal, akhirnya sabuk pengamannya terlepas.

Acha bergumam pelan.

"Acha udah nggak marah sama Iqbal. Acha juga udah maafin Iqbal. Jadi, Iqbal jangan marah ke Acha, ya," ungkap Acha sungguh-sungguh.

Iqbal tersenyum, merasa senang mendengar pengakuan Acha.

"Gue juga nggak marah sama lo, Cha."

"Iya. Tapi tetap aja, Acha khawatir Iqbal marah sama Acha."

Iqbal memperhatikan Acha lebih lekat. Ia dapat menangkap kegusaran di kedua manik cantik itu. Iqbal mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Acha kemudian mengenggamnya erat.

"Gue beneran nggak marah, Natasha," ulang Iqbal berusaha meyakinkan Acha.

Acha mengangguk-angguk, berusaha juga untuk percaya.

"Acha selalu sayang Iqbal," akuh Acha tulus.

Iqbal mengeratkan genggamannya.

"Gue juga, Cha."

Acha merasa lebih lega, mungkin Iqbal terlalu lelah dan banyak pikiran saat ini. Acha melepaskan genggaman tangan Iqbal.

"Acha turun, ya. Iqbal hati-hati pulangnya."

OUR MARIPOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang