«4»

2.7K 138 0
                                    

Saemi tak lagi mengacuhkan sosok yang kebetulan mirip sang atasan. Lebih baik memusatkan perhatian pada si kating sembari terus berdiskusi atau mengobrolkan seputar keseharian. Ketika mentari semakin mendekati peraduan, perjumpaan pun diakhiri. Saemi mendapat tumpangan gratis ke indekos dari tawaran si kating yang mau mengantar sekalian pulang.

Malam keramat bagi para jomblo seperti Saemi dilalui biasa saja. Keluar membeli makan malam lalu kembali bersemedi di kamar. Minggu pagi pun demikian. Nasib jomblo premium dan tak berkawan banyak memang miris. Tidak ada yang mengajak Saemi jalan santai menghirup udara pagi kota serta berburu kuliner sarapan. Akhir pekan yang biasa saja itu berlalu cepat, berganti hari paling dikutuk sejuta umat.

Mentari terbit gagah berani seakan menantang umat yang mengutuk kehadiran permulaan hari dalam sepekan. Termasuk Saemi yang sedang tancap gas membelah jalan menghindari telat menginput absen. Selain itu juga teguran sang atasan yang sangat disiplin terutama soal waktu.

"Pelan-pelan, Neng, lantainya licin." imbau Ujang sang office boy melihat bagaimana kaki Saemi menjangkah lebar.

Saemi meringis lebar, "Pagi, Kang Ujang," sapanya sambil mengangguk dan berhenti sejenak sebelum melaju. Ujang pun menimpali sapaan si puan gendut, tak lupa berpesan agar Saemi hati-hati.

Detik paling menegangkan terlewati, Saemi berhasil mengisi presensi dan bebas dari teguran sang pimpinan. Ia menyapa ramah para pegawai yang telah tiba lebih dulu.

"Wah ... apa ini?" Saemi menatap takjub paket nasi ayam rames dari salah satu rumah makan terkenal- komplet dengan air kemasan botol.

"Aniv pernikahannya Pak Tejo, Saem." salah satu pegawai yang berada lima kubikel dari tempat Saemi menyaut, Trisna namanya.

Saemi berseru 'oh' serta mengangguk, tangannya membuka kotak makanan itu menuntaskan rasa penasaran. Melihat tampilannya saja sudah membuat perut Saemi keroncongan meski tadi telah diisi nasi pecel. Tidak sabar ingin segera melahapnya makan siang nanti.

Perhatian Saemi langsung tersita manakala sang pembagi makanan muncul dari ruangan divisi lain- melakukan hal serupa membagi nasi kotak. Saemi lantas berhambur menghampiri pria seumuran Asta itu, mengungkap rasa bungahnya mendapat rezeki nomplok sebagai anak indekos yang patut disantuni.

"Sering-sering, ya, Pak Te." kelakar Saemi. Tejo yang memang pembawaannya santai dan jenaka lantas menanggapinga serupa. Mereka larut dalam bincang ringan sebelum Asta memintanya menghadap.

"Selamat pagi, Pak ..." tak pernah jemu Saemi menyapa sang pimpinan lengkap dengan senyuman terbaiknya- seperti cengiran kuda kalau dari sudut pandang Asta.

"Pagi," meski terkesan dingin Asta tetap menjawabnya sebagai sebuah formalitas.

Asta meminta Saemi duduk berhadapan dan mulai membahas rapat untuk minggu ini. Dimulai dari topik yang akan diangkat, peserta rapat, sampai pengaturan waktu rapat agar lebih teratur dan tidak memakan waktu lama. Mereka mendiskusikannya serius dan saling memberi pendapat- tanpa salah satu merasa diabaikan atau ingin menang sendiri. Umur mereka boleh terpaut cukup jauh, tapi soal bertukar pikiran mereka senada dan seirama. Seakan kesan menjengkelkan terhadap satu sama lain menguar begitu pembahasan dimulai.

"Saya rasa cukup," pembahasan rampung, mereka sempat berdiam sejenak mentralkan suasana. Sebelum kembali pada mode sesuai perspektif masing-masing.

"Kenapa?" Asta memergoki Saemi terang-terangan memerhatikan dirinya. Sang sekertaris memangku dagu dengan siku bertumpu pada meja yang menyekat mereka. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari sudut paling pas untuk mengagumi pahatan Tuhan yang paling indah setelah Mas Naga kesayangannya.

"Apa yang Kamu lakukan, cepat kembali! Waktunya tidak banyak, sebelum jam makan siang Saya harus sampai." usir Asta tak mendapat jawaban atas tindakan aneh sang sekertaris, pun mengingatkan tugas yang mesti segera dirampungkan Saemi.

Saemi menurunkan siku, menyudahi aksi mengagumi sang atasan. Mendorong mundur kursi yang ia duduki, berdiri, dan pamit pergi tanpa memberi keterangan terkait aksinya. Asta yang ditinggal begitu saja-melongo. Sepanjang ia meniti karier, baru kali ini memiliki partner seunik/seaneh Saemi. Kadang gadis itu terlihat jelas mengumpatinya lewat tatapan dalam beberapa kasus. Terkadang juga seperti tadi, seakan memuja-muja wajah karunia Tuhan yang mewarisi kerupawanan kedua orang tuanya.

Asta bukan tipe seorang narsistik, akan tetapi orang-orang sekitar mengatakan bahwa ia patut digilai kaum hawa berkat tampangnya. Apakah aksi terang-terangan tadi masuk kategori menggilai seperti yang orang-orang katakan? Asta tak mengerti juga tak ingin mengambil pusing hal ini. Terlalu remeh dibanding memikirkan performa perusahaan serta keberlangsungan sumber daya di dalamnya.

Ketika Asta sempat mempertanyakan kelakuan Saemi, sang puan menyetel mode 'jangan ganggu' begitu meninggalkan ruang sang pimpinan. Saemi bergerak cepat mengebut penyiapan dokumen yang akan dibawa Asta dalam pertemuan dengan pihak eksternal pada jam makan siang nanti. Dalam tempo terbatas itu, Saemi berhasil menyelesaikan mandat sang pimpinan sesuai tenggat. Ia segera menemui Asta kembali dan menyerahkan beberapa dokumen tersebut.

"Ini dokumennya, Pak Asta." Saemi dapat bernapas lega sekarang.

"Terima kasih," Asta memindah dokumen-dokumen yang ia terima ke briefcase. Merapikan penampilan, Asta siap pergi. Namun belum jauh melewati tempat Saemi berdiri, ia mendengar sebuah kalimat.

"Semangat, Pak Asta!" kalimat ini mungkin tak akan sampai pada pemilik gangguan pendengaran. Namun, seberapa keras Asta meyakinkan diri untuk mengabaikan. Indra pendengarannya tetap mampu menangkap serta meneruskan kalimat pendek dari mulut sang sekertaris. Merambat lewati liang telinga, diproses di dalam, lalu diterjemahkan oleh organ-organ lain menjadi bentuk tertentu.

Salah satu bentuk yang dapat dilihat kasatmata adalah keluk di belah bibir sang pimpinan. Mulanya hanya sebuah kedutan sebelum akhirnya tercipta senyum indah yang akan mengguncang dunia Saemi- kalau si puan dapat melihatnya.

Saemi menutup ruangan tak berpenghuni milik Asta. Menghampiri rekan-rekan yang mengajaknya menyantap paket nasi ayam rames pemberian Tejo bersama di kantin. Mereka menempati meja panjang di bawah kipas dengan aneka pugasan melimpah. Jangan ragukan kekompakan mereka dalam menghimpun penunjang makan. Bila memungkinkan, mereka akan menjajah stasiun pengisian bahan bakar perut ini dan menjadikan hak paten.

"Pak Asta tadi kenapa, Saem?" Trisna menanyai Saemi di sebelahnya sambil menggigit krupuk udang.

"Kenapa gimana, Tris?" Saemi yang tengah mencamil lalapan memandang Trisna bingung.

"Tumben-tumbenan keluar ruangan tadi Pak Asta nyempetin senyum ke kita. Tau sendiri , kan, kek gimana Pak Asta,"

"Datar kek triplek," saut pegawai lain.

"Nah, itu dia! Wajahnya keliatan sumringah kek orang lagi jatuh cinta, Saem." Trisna menyampaikan kesimpulannya begitu semangat.

"Ih, seriusan?" tanggapan Saemi heboh. Sangat disayangkan momen langka itu tidak ia saksikan.

"Beratusrius, Saem!" Trisna berani menjamin hasil simpulannya.

"Kamu ga tau sesuatu apa gitu, Saem? Misal Pak Asta jalan sama siapa, atau ketemu seseorang yang bikin wajahnya berbunga-bunga?" pegawai lain bernama Herlina mencari informasi dari orang yang paling sering berinteraksi dengan sang pimpinan. Namun si sumber informasi malah menggeleng.

"Boro-boro, Mbak Lin. Ketemu di luar pekerjaan aja bisa dihitung. Lagian, kelas kita beda, begitupun area mainnya." papar Saemi apa adanya, memang begitu realitas selama ia menjabat sebagai sekertaris Asta.

"Iya juga, ya." empat pegawai perempuan di meja itu setuju dengan pemaparan Saemi.

"Pak Asta tuh makin berumur makin berkharisma, jadi penasaran speknya kek gimana." celetuk Trisna memulai topik baru dalam agenda merumpi sambil menyantap mereka.

"Yang pasti speknya bukan golongan dari kita," omongan Herlina menyadarkan mereka untuk berhenti bermimpi sebelum tidur. Keeempat puan yang lain sepakat lagi kali ini, termasuk Saemi yang menaruh rasa lebih dari sekedar kagum pada sang pimpinan.



Rasa apakah itu?

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang