«33»

1.7K 110 14
                                    

"Saem, coba deh lihat ini," Fressa menarik pelan bahu Saemi agar melihat gawai yang ia hadapkan pada sang sahabat. Dengan berat Saemi lepas minat dari dunia coret mencoret, untuk sekadar menuruti keinginan Fressa.

"Yuda nembak Aku, gila ga, sih?" tutur Fressa bernada tak senang.

Detik itu tanpa Fressa ketahui, dunia Saemi seakan diterjang tsunami. Dadanya terasa sesak dan sakit terhantam si gelombang dahsyat. Namun hebatnya sang puan gendut mampu menerbitkan senyuman cerah.

"Cie, ditembak pak ketu," goda Saemi mengabaikan jeritan perih di hati.

"Ilfeel malahan Aku, Saem ... tau kan tipeku kek gimana,"

"Tapi dia pinter lho, Sa, lumayan buat memperbaiki keturunan," kelakar Saemi kian membuat sang sahabat mengomel tak suka.

"Gundulmu!" hardik Fressa diteruskan dengan menggerutu.

Saemi menggeleng-geleng pelan, beranjak menekuni minat kembali. Goresan pensil Saemi pada lembar kertas putih kian menebal, seiring kecerewetan Fressa yang tak terima disukai oleh mantan ketua kelas mereka di kelas sebelas. Ia patah hati, tapi demikian ia tak bisa menaruh benci pada sang sahabat yang ia tahu - memang anti dengan orang seperti Yuda.

Saemi kenal betul tipe seperti apa yang Fressa suka. Berperawakan tinggi, tegap, putih, dan harus tampan. Sedang orang yang ia sukai sekaligus orang yang menyukai Fressa, hanya memiliki satu atau dua dari kriteria lelaki idaman sang sahabat. Dan itu bukanlah ketampanan. Wajar saja Fressa sedemikian tak suka ketika mendapat pernyataan cinta lewat pesan dari mantan ketua kelas mereka.

Semakin hari Saemi jago berpura-pura. Apalagi ketika ia tak sengaja mendengar percakapan Fressa dengan salah satu teman laki-laki di kelas mereka pada tahun terakhir SMA.

"Masuk akal ga sih Yuda suka sama Aku? Dia teladan begitu nyukain Aku yang urakan gini,"

"Masuk akal aja, Fres. Kamu itu cantik, tipe idaman banyak cowok, tau gak!"

"Masak, sih?"

"Gak percayaan nih anak! Makanya jangan kebanyakan gaul sama Saemi, aura kecantikanmu jadi ketutupan. Tau sendiri bentukan Saemi gimana, hahaha..."

"Heh, malah body shaming!"

Tsunami susulan datang melanda Saemi. Meski begitu ia tak bisa menyalahkan siapa pun. Omongan mereka tidak ada yang salah menurut Saemi. Dia tidak cantik, gendut, dan membosankan. Mungkin memang benar Yuda kala itu hanya tertarik saja - dengan satu-satunya siswi yang belum berinteraksi sama sekali dengannya di kelas. Sebatas tertarik. Dan bila Saemi sudi menelaah kembali, banyak fragmen-fragmen manis yang tanpa ia sadari terjadi lantaran ada Fressa di sampingnya.

"Mbak Saemi ... Mbak Saemi..."

Puan gendut yang tengah meringkuk di atas kasur sambil memeluk perutnya itu terpaksa bangun mendengar ketukan pintu dan suara familiar dari luar.

"Ada apa, Bu?" sahut saemi membukakan pintu untuk ibu penjaga indekos.

"Tadi ada tukang ojol nitipin ini ke Saya. Katanya buat Mbak Saemi, gitu." Terang ibu indekos sambil menyerahkan sekantong plastik putih berukuran sedang. Dan hal ini tak luput mengundang kerutan di kening Saemi.

"Tidak disebutkan dari siapa, Bu?" lanjut Saemi bertanya.

"Kalo tidak salah denger, katanya dari rekan kantor Kamu, Pak Tejo." terang sang ibu indekos lebih lanjut.

Saemi mengangguk paham, tak lupa mengucap terima kasih pada ibu indekos sebelum puan baya itu pamit beranjak.

Saemi kembali menghinggapi ranjang, membuka kirimiman yang katanya dari sang senior kesayangannya.

"Dari mana Pak Te tau kalo Aku sakit?" gumam Saemi bingung. Pasalnya, hari ini sang senior sedang mengambil cuti lantaran putri kecilnya masuk rumah sakit dan harus rawat inap. Lagi pula, aksi pura-pura sehatnya cukup epik selama di kantor tadi. Ia mampu tampil baik-baik saja meski kerap merasakan nyeri dan kram luar biasa di area perut.

Yeah, beberapa hari belakangan jam makan Saemi berantakan. Penyebabnya tentu akibat permintaan rekomendasi tempat makan keluarga sang pimpinan, yang mana Saemi yakini sebagai ajang penerimaan perjodohan.

Sang Puan gedut patah hati. Tiap mengingat Asta serta framgem-fragmen manis mereka, juga kelewatan berpikir tiap menjelang tidur, berakhir membuat ia stres. Kalau ia sudah stres, maka pelampiasan terbaik adalah dengan memasukkan sesuatu ke perut. Entah itu makanan pedas atau minuman berkadar gula tinggi.

Jangan heran bila organ pencernaannya kini tengah berunjuk rasa dengan bentuk mual, muntah, kram, dan nyeri dalam waktu berbarengan. Saemi sampai menangis dan bersimpuh di kamar mandi selama semalam saking tak tahan dengan rasa sakit yang begitu hebat. Kerennya, keesokan hari ia tetap berangkat ke kantor meski wajah pucat dan badan terasa lemah tak berenergi. Manusia siluman ultraman memang begini.

"Makasih, Pak Te..."

Saemi buang segala pemikiran tidak masuk akal di kepala. Pilih mengonsumsi satu paket obat yang diresepkan sang apoteker dan mengharapkan kesembuhan segera tiba. Entah benar Tejo atau bukan, Saemi tidak akan lupa mengucap syukur. Betapa Maha Baik Sang Tuhan, telah mengulurkan tangan kanan-NYA lewat salah satu hamba-Nya. Saemi jadi tidak perlu keluar indekos ditengah sakit.

Terima kasih, Ya Tuhan...

Malam purnatugas begitu cepat. Saemi merasakan kondisinya berangsur membaik. Walaupun, selera makannya belum pulih benar.

"Mesti bales lebih nih sama Pak Te," ujar Saemi lantaran kiriman yang ia dapat bukan sekadar obat. Melainkan ada minuman berion yang dapat membantu proses hidrasi. Lalu beberapa kotak karton minuman saripati kacang hijau, serta makanan bubur instan dan roti tawar merek kenamaan.

"Jadi inget Pak Asta..." lontar Saemi baru menyadari ada kesamaan dari pemberian semalam. Komposisi kelengkapan barang kirimiman itu sangat mirip sekali dengan style sang pimpinan yang tak tanggung-tanggung bila sudah perhatian.

Bolehkah Saemi menduga, tangan kanan Tuhan kali ini adalah orang yang sama dengan - orang yang memerhatikannya ketika terserang cacar kemarin?

Saemi menggeleng ribut. Menyangkal semua praduga tidak masuk akal itu dan kembali fokus menyetir. Ia ingin sampai ke kantor dengan selamat, bukan sampai ke dunia lain jika tak hati-hati dalam berkendara.

Tiba di kantor netra sang puan gendut memicing, menyaksikan dua orang asing ditambah Ujang sedang estafet mengeluarkan barang dari bagasi mobil. Sekelebat Saemi dapat pastikan barang itu adalah lunch box dari rumah jasa boga (catering) terkenal di kota ini.

"Oh, ini dari Pak Asta, Neng. Katanya dalam rangka syukuran," terang Ujang ketika Saemi mendekat dan berbasa basi.

Syukuran?

Benak Saemi langsung terarah pada acara perjodohan sang pimpinan. Organ pencernaannya pun kontan terkontraksi imbas pikiran yang meliar. Saemi sudahi berpikir jauh, lantas ia bergegas memasuki kantor.

Suasana di dalam terkesan heboh dari hari biasa. Dalam penglihatan Saemi, Beberapa pegawai secara sukarela membagi rata lunch box kepada rekan-rekan seruangan mereka. Sebagian lagi mempertanyakan ikhwal syukuran apa yang tengah dirayakan oleh sang pimpinan.

"Bau-bau kondangan nih bentar lagi," celetuk salah satu orang. Menduga kuat alasan pembagian ini kelanjutan dari kabar kencan sang kepala kantor cabang.

Gak salah lagi, kata sang puan gendut menarik kesimpulan sendiri dalam batin seraya berlalu.

Pak Asta I Love You! «LENGKAP»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang