Part 62

7.9K 1.3K 200
                                    

Yuhuuuu~

Karena kalian banyak comment. aku double up nih. 

So enjoyy~

>_<








***


Hongli terbangun setelah merasa puas dengan tidurnya. Entah mengapa kali ini tidurnya sangat lelap.

Ketika baru saja membuka tirai penghalang antara ruang tamu dan kamar, dirinya dikejutkan karena adanya sosok sang istri dan perempuan yang diketahuinya sebagai Nona Qi. Namun fokus Hongli hanya pada sosok cantik Baihee.

"Baihee?" Hongli masih ragu dan mencoba berpikir semoga ini hanya halusinasinya. Bukan karena tak rindu namun tempat ini 'berbahaya'.

Baihee menoleh dan tersenyum manis pada Hongli. Bangkit berdiri lalu menubruk tubuh kekar yang mengurus milik Hongli. "Aku sangat merindukanmu."

Hongli tertegun sesaat sebelum akhirnya membalas pelukan Baihee tak kalah erat. Mengecupi puncak kepala Baihee bertubi-tubi. "Aku juga sangat merindukanmu. Tapi bagaimana kamu bisa disini? Disini tidak aman." Hongli melepas pelukan Baihee dan menatap Baihee khawatir.

"Tenang saja. Situasi ini hanya penyakit kulit dan aku sudah berikan penanganan. Bukan hal berbahaya bila ditangani dengan benar. Yang lebih berbahaya adalah kalian yang kekurangan nutrisi." Celoteh Baihee mencoba menjelaskan agar Hongli tenang.

"Nona Qi, tidak perlu lagi menyegel desa Lioth. Penyakit ini tidak akan menular sejauh itu. Jangkauannya tidak semengerikan itu. Terlebih desa Lioth memang terpencil dan jauh dari manusia lain." Baihee menoleh pada Qi Qian Qu dan langsung di angguki setuju dengan mudahnya.

Kini kembali menatap Hongli yang masih setia menatap penuh kerinduan padanya. "Jadi, kalian sudah bisa berbelanja bahan pangan di kota. Kalian itu tidak akan mati karena penyakit tapi justru mati kelaparan." Dengus Baihee menatap tak suka pada tampilan pucat dan kurus sang suami.

Hongli mengangguk patuh. "Baiklah. Tapi benarkah bahwa kamu pasti baik-baik saja?" Baihee langsung mengangguk mengiyakan.

"Syukurlah. Maaf tidak memberikanmu kabar karena khawatir akan menularkan entah dalam bentuk apapun. Dan saat memasuki segel nona Qi, telepati antara aku dan ksatriamu pun terputus begitu saja." Jelas Hongli perihal situasinya dengan jujur.

Baihee menarik Hongli agar duduk berhadapan dengan Qi Qian Qu. "Aku mengerti. Oh ya, apa kamu sudah mengenal nona Qi?"

Hongli kini langsung mengalihkan pandangannya pada Qi Qian Qu sebelum alisnya mengerut sesaat ketika kini benar-benar memperhatikan wajah Qi Qian Qu. Sebelumnya Hongli hanya sempat bertegur sapa sesaat karena fokus membantu penduduk Lioth. "Benar, pertama kali melihat nona Qi, saya merasa familiar. Apakah nona Qi yang menolong saya dari panah ketika sedang pembasmian pemberontak di wilayah Selatan?"

Qi Qian Qu tersenyum kecil dan mengangguk ramah. "Sungguh saya merasa terhormat karena Jenderal hebat seperti tuan Han mengingat saya."

Baihee menatap Hongli dan Qi Qian Qu bergantian. Mempertanyakan maksud pembicaraan yang jadi melenceng itu. Beruntung Hongli peka dan langsung menceritakan segalanya agar sang istri tak salah menerka.

Merasa Hongli perlu mengetahui siapa itu Qi Qian Qu pun, Baihee akhirnya menjelaskan sosok sesungguhnya Qi Qian Qu, membuat Hongli terkejut karena ternyata masih ada Phoenix yang hidup.

Dalam perbincangan tersebut. Qi Qian Qu meminta Hongli dan Baihee tetap diam dan tak perlu menggemborkannya pada siapapun dan tentu saja disetujui dengan mudah karena keduanya memang tak berminat mencari konflik. Bahkan sampai saat ini tak ada yang tahu bahwa Hongli adalah pewaris Phoenix kecuali ibunya dan istrinya.

"Ah benar! Ada hal yang mengangguku selama ini. Apakah benar jasad yang ditemukan istana adalah jasad Pangeran Mahkota?" Baihee menatap Hongli dengan tatapan menyelidik yang cukup menggemaskan di mata Hongli.

Hongli berdeham. Bila saja tak ada Qi Qian Qu, sepertinya Hongli memiliki tenaga ekstra untuk melepas rindu sesungguhnya pada Baihee.

Hongli. "Terlalu sulit mencari bukti yang mengatakan bahwa jasad tersebut bukan jasad Pangeran Mahkota. Karena Pangeran Mahkota sendiri hilang entah kemana dan seluruh pakaian maupun perhiasan khas Pangeran Mahkota, melekat pada jasad itu. Tapi mempercayai begitu saja pun, aku meragu bahwa itu sungguh Pangeran Mahkota."

Baihee terdiam sesaat sebelum akhirnya melirik ke arah Qi Qian Qu yang hanya diam memperhatikan. "Bukankah kau berada di desa Lioth cukup lama bahkan sebelum wabah penyakit ini menjadi parah. Berarti kau mengetahui sesuatu perihal Pangeran Mahkota, kan?"

Kini Hongli pun langsung menoleh menatap Qi Qian Qu. Dirinya selama ini buntu penyelidikan karena desa yang di selidiki ternyata ilusi. Sekalinya berhasil masuk ke desa sesungguhnya, fokus mereka harus terdistraksi dengan hal yang lebih mengerikan lagi kala itu, dimana banyak orang dalam kondisi memprihatinkan.

Sejauh dan selama ini, Hongli tidak mendapatkan apapun dari penyelidikannya perihal kematian tiba-tiba Pangeran Mahkota.

Sekarang, kita mendengar kalimat Baihee. Hongli merasakan sedikit angin segar. Berharap bahwa perjalanan panjangnya akan membuahkan hasil.

Qi Qian Qu. "Aku tidak dapat memberitahu kalian karena aku sudah berjanji. Seorang Phoenix tidak berbohong. Jadi jangan paksa aku untuk mengatakannya. Hanya cukup percayai saja bukti yang terlihat di depan mata kalian. Mempercayai bahwa pangeran Guang Shan telah tiada."

Hongli mengusap wajahnya kasar. "Masalahnya kalau tidak ada kepastian. Ditakutkan Kaisar akan memintaku untuk mengambil posisi Pangeran Mahkota."

Mata Baihee membulat. Akan gagal segala visinya bila Hongli yang harus menjadi pengganti Guang Shan. "Apa tidak ada pangeran lain dari Permaisuri?"

Hongli menggeleng dengan hembusan nafas frustasi. Tak ada pancaran ketenangan kali ini karena sungguh dirinya tidak ingin terlibat dalam internal anggota keluarga kekaisaran, terlebih dalam perebutan tahta.

Hongli. "Kaisar hanya memiliki tiga putra dan dua putri. Dimana Permaisuri melahirkan satu pangeran dan satu putri, sisanya adalah aku dan kedua adikku dari pihak Selir Agung, ibuku. Bila Pangeran Mahkota benar tiada. Hanya tersisa satu putri sebagai keturunan langsung Permaisuri. Kaisar tidak mungkin mengangkat putri, menggantikan posisi Pangeran Mahkota, ketika masih ada dua pangeran lainnya. Aku dan satu adik laki-lakiku."

"Bukankah ini bahaya untuk pihakmu juga? Mereka akan menganggap bahwa ini adalah pembunuhan berencana dan itu jelas lebih menyorot padamu. Tidak, lebih tepatnya pada ibunda Selir Agung. Karena meskipun kamu enggan mengambil tahta, posisi Pangeran Mahkota otomatis akan langsung diberikan pada adik laki-lakimu. Insiden ini dianggap masyarakat, menguntungkan pihak ibunda Selir Agung." Baihee tidak bisa tidak khawatir. Tapi ingin memaksa Qi Qian Qu pun tak bisa. Prinsip mereka tak dapat diubah.

Lama terdiam hingga mata Baihee membulat dan terkekeh. "Nona Qi, apakah segelnya sudah dibuka?"

Hongli dan Qi Qian Qu menatap Baihee bingung. Mengapa tiba-tiba Baihee tertawa lalu menanyakan segel? Padahal pembahasan mereka sedang penuh kesuraman. Tapi tak ayal, Qi Qian Qu langsung menjentikan jarinya. "Sekarang sudah."

Baihee tersenyum manis dan menepuk-nepuk tangannya semangat. "Kalau begitu kita panggil tamu kita." Berdeham singkat. "Paman Xuan Wu~ ku yakin kau mendengarku saat ini. aku sudah menemukan telur Phoenixmu, kemarilah~"

Tak perlu menunggu lama. Sebuah asap hitam menggumpal kini terbentuk dan menampilkan sosok tampan Xuan Wu. "Dimana telurku?"

'Wah, bahkan kecepatan telepati dan teleportasinya melebihi kecepatan cahaya pada fiber optic.'



To Be Continued

Journey of HerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora