S2 - Part 11

5.5K 891 80
                                    

Seorang perempuan cantik dengan gaun yang terlihat mewah namun tidak berlebihan, melangkah memasuki wilayah istana.

Dengan anggun terus berjalan diikuti oleh pelayan dan ksatria pribadinya.

Sesungguhnya Baihee sangat enggan ke istana, mengingat tempat ini adalah neraka kecil bagi sang suami ketika masa kanak-kanaknya.

Namun, undangan dari sang mertua tak dapat dirinya tidak hiraukan. Mertua perempuan, yang tak lain adalah ibunda Hongli lah yang mengundangnya datang.

Hongli sebenarnya sempat tak setuju mengingat kehamilan Baihee yang cukup besar. Tapi disisi lain Hongli juga tak dapat membantah peraturan istana dimana seorang Selir Agung tidak boleh meninggalkan istananya ketika sang Permaisuri tengah tak dapat melakukan kewajibannya untuk mengelola istana dalam.

Yang dimaksud tak dapat mengelola istana dalam adalah Permaisuri sedang keluar istana atau mungkin sedang sakit.

Dan saat ini, Permaisuri memang tengah sakit.

Entah seberapa penting yang disampaikan oleh ibunda Selir Agung hingga memilih untuk mengundang Baihee ke istana.

"Apakah nona baik-baik saja?" Xiao Yi bertanya karena melihat wajah Baihee yang cukup pucat.

Baihee memang mengalami mual karena perjalanan panjang menggunakan kereta kuda. Kehamilan yang besar membuat Baihee tak dapat bersikeras menggunakan kuda.

Baihee, "ya, hanya mual karena terlalu lama di dalam kereta kuda. Tidak perlu khawatir A Yi."

Xiao Yi mengangguk karena tak dapat berbuat sesuatu bila bukan perintah majikannya.

"Istriku?" Suara Hongli dari kejauhan membuat rombongan Baihee berhenti. Baihee sendiri langsung menoleh dan terlihatlah sosok sang suami yang berjalan cukup cepat, tidak berlari.

Bukan karena tidak rindu, namun itu adalah etiket istana.

Baihee tersenyum dan hendak membungkuk memberi hormat, bagaimanapun Hongli kini menjabat sebagai Pangeran Mahkota dan ini adalah wilayah istana.

Namun belum sempat tubuh Baihee membungkuk, Hongli sudah memeluk Baihee lebih dulu. "Maafkan aku karena tidak menyambutmu di gerbang istana. Aku baru selesai melakukan pertemuan rutin dengan para pejabat istana." Jelas Hongli, tak ingin istrinya salah paham.

Baihee membalas pelukan Hongli. "Tak apa. Bukan masalah besar."

Hongli melepas pelukannya namun kedua tangannya beralih menangkup wajah Baihee. Dirinya sangat merindukan sosok istrinya ini. Pancaran bahagia dan kerinduan itu sangat tersirat dari binaran mata Hongli.

Tapi hanya sebentar sebelum binaran itu berubah menjadi kekhawatiran, melihat wajah Baihee yang tak berona seperti biasanya. "Kau kenapa? Mengapa pucat sekali? Ada yang sakit? Mari masuklah terlebih dahulu dan aku akan panggilkan tabib."

Baihee terkekeh dan menarik tangan Hongli untuk digenggamnya. "Hanya mual karena perjalanan. Justru aku perlu berjalan-jalan untuk menghirup udara segar dan menghilangkan mualku. Tidak perlu khawatir. Aku sungguh baik-baik saja."

"Tapi...."

"Apakah suamiku ingin mengantarku menuju paviliun ibunda Selir Agung?" Sela Baihee untuk mengalihkan.

Bukan Baihee memaksa kondisi tubuhnya sendiri. Namun apa yang diucapkan Baihee adalah kebenaran. Bila mual karena mabuk perjalanan, berjalan-jalan sembari menghirup udara segar itu lebih baik daripada tidur.

Baihee tidak akan memaksa kondisi tubuhnya sendiri. Dirinya sangat tahu batasan karena tentu ingin bayinya baik-baik saja.

Melihat Baihee yang bersikukuh, Hongli hanya mampu menuruti keinginan Baihee. Dengan lembut meraih tangan Baihee dan menggandengnya. "Baiklah, mari kita temui ibunda Selir Agung. Tapi kita perlu menyapa Kaisar dan Permaisuri terlebih dahulu sebagai penghormatan."

Journey of HerWhere stories live. Discover now