29. Good bye

4.9K 391 57
                                    

Mungkin selama ini Gery terlihat tidak pernah mengeluh, ia diam dan hanya mengungkapkan ketakutannya saja, namun kenyataannya ia merasa lelah secara fisik maupun batin. Bohong jika dirinya baik-baik saja, bohong jika ia tidak ingin mengeluh selama ini. Ia juga manusia yang bisa marah, sedih, kecewa dan lelah.

Diam-diam ia selalu menangis jika sedang sendiri atau setelah menunaikan ibadahnya. Jika Tuhan memilih dirinya karena percaya Gery bisa melewati semua ini, sepertinya Tuhan salah. Gery tidak sekuat itu, ia hanyalah anak laki-laki lemah yang di jauhi oleh semua orang. Tak diberikan tempat bagi mereka, untuk Gery duduk bersama mereka.

Gery selalu bertanya-tanya, kapan akhir segalanya? Apakah dirinya mampu bertahan sampai semua ini selesai? Bagaimana jika dirinya kalah di tengah jalan, bukankah orang-orang akan semakin menghinanya?

Setelah memikirkan matang-matang tadi malam, Gery sudah memutuskan jika ia tidak boleh terus melibatkan Dewa dalam masalahnya, dirinya tidak boleh menyeret Dewa ke dalam beban di pundaknya. Ia tidak bisa terus bergantung kepada remaja itu, ia tidak mau egois.

Dewa juga memiliki kehidupannya sendiri, ia memiliki keluarga sepertinya, Dewa memiliki masa depan sepertinya. Ia tidak mau menjadi beban, ia tidak mau Dewa menghabiskan waktu hanya untuknya.

Jadi, Gery memutuskan hubungan erat yang mereka jalin. Jika dulu ia menahan pemuda tersebut untuk selalu di dekatnya, kini Gery melepas. Ia akan membiarkan Dewa menjalani hidup normal seperti remaja pada umurnya. Semua ini demi kebaikan.

Anggap saja mereka hanya terikat dalam sebuah pekerjaan, tidak lebih. Anggap saja mereka hubungan mereka seperti majikan dan bawahan seperti lainnya. Terdengar kejam, namun terpaksa harus dilakukan.

"Gue pergi bukan karena gue marah sebab tau pelakunya lo Wa, jauh hari sebelum ini, gue udah pikirin ini matang-matang dan jawabannya tetap sama. Lo nggak perlu merasa bersalah dengan apa yang terjadi sama gue, gue udah maafin dan anggap aja kita udah impas. Selama ini memang keliatannya nggak ada yang jauh berbeda dari gue, tapi asal lo tau, gue nggak senyum bukan berarti gue nggak bahagia. Gue nyaman sama lo, gue seneng deket lo. Lo nggak usah mikirin gimana caranya buat nebus semuanya lagi, ya. Semua ini udah cukup buat gue.

Setelah ini, anggap kalo kita hanya sebatas kerja aja. Lo hanya perlu cerita sama orang-orang, kalo lo pernah kerja sama anak kota yang sombong kayak gue. Jalani hidup lo kayak dulu lagi, gue nggak akan nuntut apapun. Seperti kata lo waktu itu, gue akan hidup buat hidup gue sendiri, gue udah berhasil mencintai diri sendiri."

Dadanya terasa sesak ketika kalimat tersebut ia ucapkan, seumur hidupnya Gery tidak akan pernah melupakan sosok Dewa yang sangat berarti untuknya.

"Makasih banyak Dewa, karena lo gue jadi ngerasain gimana punya kakak yang sayang sama gue, karena lo gue jadi ngerasain apa itu keluarga hangat sebenarnya, karena lo gue bahagia, karena lo, gue ngerasain apa yang belum pernah gue rasain sebelumnya."

Dewa meneteskan air matanya, entah berapa kali Gery membuatnya menangis sedari tadi. Ia bahkan tidak jadi berangkat sekolah karena ini pertemuan terakhirnya.

"Gery, gue juga makasih banyak ke lo. Kalo gue nggak ketemu lo, mungkin kesalahan gue di masa lalu nggak akan kelar. Gue seneng bisa ketemu anak sehebat lo Ger. Gue akan hargai segala keputusan lo, lo yang berhak menentukan alur hidup lo kayak apa. Setelah ini janji bakal sering senyum ya, tunjukkan ke dunia kalo lo sehebat itu." Dewa memeluk Gery dengan erat, ia membiarkan Gery pergi bukan karena Dewa tak peduli lagi, tapi Gery berhak membuat keputusan untuk dirinya sendiri.

Gery memeluk Dewa tak kalah erat, banyak frasa yang sebenarnya ingin ia sampaikan. Terlalu banyak untaian kata sehingga sehari pun tidak akan cukup untuk mengucapkan segala ucapan terima kasihnya kepada Dewa.

Kisah Untuk Gery [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang