Part 8

19.9K 1K 12
                                    

"Sebelumnya sekalian saya izin, Pak. Saya dan Farhana hari ini akan dinas luar kota. Kebetulan Buyer kami mau melihat beberapa penawaran dan saya membawa Farhana karena Farhana sering berhasil membuat beberapa Buyer yang lain suka dengan hasil desainnya. Maka dari itu saya meminta izin kepada Bapak dan Ibu untuk Farhana ikut menemui Buyer dengan saya." Abyan dengan wibawanya.

Tak lantas menjawab. Bu Nurma dan Pak Diki malah saling pandang. Ada keraguan dalam benak mereka karena baru pertama kalinya bertemu dengan Abyan.

Abyan yang mengerti, mengambil sesuatu dari tas kecilnya. Rupanya Abyan mengambil sebuah kartu nama untuk meyakinkan kedua orang tua Farhana.

"Ini kartu nama saya, Pak. Saya adalah atasan Farhana sungguhan. Namun, kalau Bapak dan Ibu tidak mengizinkan Farhana untuk ikut menemui Buyer, saya tidak akan memaksa." Abyan paham dengan kekhawatiran kedua orang tua Farhana.

Farhana hanya terdiam melihat interaksi ketiganya. Ia sebenarnya berharap kalau Ayahnya tidak mengizinkan sehingga ia pun bisa mengerjakan tugasnya di kantor saja.

"Kapan kalian pulang?" tanya Pak Diki.

"Besok siang setelah selesai semua meeting."

"Baiklah. Saya titip Farhana pada Pak Abyan. Tolong jaga anak saya ini!" ucap Pak Diki.

Abyan malah merasakan debaran asing dalam dadanya. Ucapan Pak Diki terasa lain di indera pendengarannya. "Titip anak saya" bagi dia itu seperti ucapan orang tua kepada calon menantunya. Namun, ia buru-buru menstabilkan debaran dan emosinya, karena sebentar lagi ia harus kembali bekerja.

"Iya, Pak. Saya tidak akan mengecewakan Bapak dan Ibu."

Farhana sebenarnya yang kecewa. Ia ingin Ayahnya itu menolak, bukan malah mengizinkan. Hari ini dan besok akan menjadi hari yang panjang bagi Farhana.

"Kami pamit kalau begitu. Sekali lagi terima kasih."

Mereka beranjak. Farhana mencium takzim punggung tangan kedua orang tuanya. Abyan yang melihat itu pun mengikuti Farhana, mencium takzim punggung tangan orang tua Farhana.

Farhana tak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya. Ini malah terlihat semacam gladi bersih saat nanti mungkin Farhana harus menikah dan ikut suaminya. Buru-buru ia menepis pikiran anehnya itu.

**

Saya diminta Pak Abyan ikut menemui sahabat Pak Wisnu. Kenapa, Pak?

Farhana baru sempat membalas pesan dari Zendra. Ia tadi lupa karena persiapan yang mendadak yang lumayan menyita waktu dan perhatian.

Biasanya saya yang pergi, malah kamu. Oke, good luck!

Balasan dari Zendra pun hadir lagi. Ia merasa tidak enak karena —mungkin— telah menggeser sedikit posisi Zendra.

Farhana tak membalas panjang, selain ucapan terima kasih. Ia kemudian menyimpan ponselnya ke dalam saku tas selempang. Tak sadar bahwa Abyan yang kini duduk di sampingnya melihat perubahan sikap Farhana.

Mereka sedang berada dalam kereta dengan kelas eksekutif. Mobil Abyan di parkir di pelataran parkir Stasiun.

Abyan bilang kalau mereka harus tetap fit saat nanti bertemu dengan konsumen. Kebetulan lokasi perusahaan sahabat Pak Wisnu ini ada di dekat Stasiun kota tujuan juga.

Farhana melihat ke jendela sampingnya, melihat indahnya area yang dilewati oleh kereta eksekutif yang mereka naiki. Hamparan pesawahan yang membentang luas cukup memanjakan mata. Abyan sesekali melirik ke arah Farhana yang sedang anteng dengan pemandangan di kaca jendela.

"Saya mau ke kereta restorasi, mau nitip?" tawar Abyan.

Farhana dibikin sibuk dengan pikirannya, Bos yang jarang ke kantor ini cukup sopan dan perhatian juga. Padahal hampir setiap karyawan tak ada yang nyaman saat Abyan berada di kantor.

"Enggak, Pak. Saya bawa bekal." Farhana menolak karena ia tak ingin merasa berutang budi pada Bosnya itu.

"Kamu kalo pengen minum atau ngemil bilang aja. Nanti biar saya pesankan dari sini," jelas Abyan.

Farhana hanya mengangguk. Abyan pun melangkah ke arah depan menuju kereta restorasi.

Grup Wara-wiri Desain
Ibnu: Anj@y, Farhana udah ngedate aja sama si Bos.
Sarah: Sotoy, ah!
Ibnu: Gue dapet info dari Bebeb, katanya si Bos beli dua tiket kereta buat ke luar kota. Hayo loh. Kenapa harus dua? Gak tiga aja sama Pak Zendra?
Tami: @Farhana beneran ini?
Farhana: Dines luar kota, keles. Ibnu parah, nih!
Ibnu: Pak Zen kenapa gak ikut?
Farhana: Gak tahu. Ini aja ngedadak si Bos ngasih tahunya.
Mita: Kalian ini ribut aja. Jangan permasalahkan soal Farhana berdua. SEMUA DEMI KELANGSUNGAN PERUSAHAAN. Paham?

Setelah Mita nimbrung, pesannya tak ada yang membalas. Semuanya menanggapi dengan simbol jempol saja.

**

Setelah menghabiskan kurang lebih empat jam dalam kereta api, akhirnya Farhana dan Abyan sampai di Stasiun tujuan. Perjalanan menggunakan kereta api dengan kelas eksekutif lumayan nyaman.

Pelayanannya cukup memuaskan, dalam kereta bersih, kursi penumpang yang nyaman, lalu para prama dan prami yang sangat sigap membantu penumpang. Pengalaman baru sungguh naik kereta api dengan kelas eksekutif bagi Farhana.

"Gimana kondisi kamu? Capek?" tanya Abyan saat mereka baru saja turun dari kereta api.

"Enggak, Pak. Cuma sedikit pegal aja," jawab Farhana sambil meregangkan otot tangan dan kakinya. Pegal yang disebabkan oleh kurangnya bergerak selama di dalam kereta.

"Kita ke hotel dulu, istirahat dulu. Nanti sore jadwal pertama kita untuk menemui sahabatnya Pak Wisnu." Abyan mulai melangkah, Farhana mengikuti.

"Saya berharap kamu masih tetap memaksimalkan potensi kamu untuk tender kali ini." Abyan berhenti kemudian menatap Farhana lekat. Ada harapan besar dalam sorot matanya.

Farhana melihat sorot mata itu langsung menundukkan pandangan. Segan rasanya harus menatap netra Abyan sedekat itu.

"Insya Allah, Pak." Farhana tersenyum sedikit mengembungkan pipinya. Meskipun usia Farhana sudah 23 tahun, wajah imutnya itu mampu menyamarkan usia yang sebenarnya.

Mereka akhirnya berjalan menuju hotel terdekat dengan stasiun. Semuanya sudah diatur oleh Nuna; Manajer Purchasing. Abyan hanya instruksi dan ia terima semua sudah beres.

"Kita makan dulu?" tanya Abyan. "Di kereta bahkan kamu gak makan apapun, cuma minum itu pun air putih aja." Ia berusaha menjadi atasan yang mengerti anak buah. Apalagi dalam waktu dekat Farhana harus bisa membuat rancangan desain baju yang memikat sahabat Pak Wisnu itu.

"Baik, Pak." Farhana tetap seperti sebelumnya; menjadi bawahan yang penuh canggung dan penurut.

Semua perlengkapan sudah di kamar masing-masing. Sesuai permintaan Abyan, Nuna memesan kamar yang beda lantai dengan Farhana. Mencegah hal buruk dan fitnah yang mungkin saja timbul.

Lantas, setelah semua barang bawaan aman di dalam kamar masing-masing, mereka janjian bertemu di area resto hotel. Farhana sengaja berganti baju menjadi lebih santai, sedangkan Abyan malah sudah dengan pakaian santai sejak berangkat tadi, sampai-sampai penampilannya hampir mengecoh kedua orang tua Farhana.

Mereka pun tak menunda waktu, akhirnya mereka menyantap hidangan hotel yang masih hangat dan menggugah selera.

"Farhana!" sapa seseorang yang tiba-tiba muncul.

**

Being Love (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang