Part 45

9.7K 386 37
                                    

"Kamu pilih apa aja yang kamu mau, saya yang bayar!" Nizar mengikuti Farhana yang tengah membawa troli belanjaan.

Harusnya tadi mereka langsung pulang, tapi Ibunya Farhana menelepon untuk membeli beberapa kebutuhan rumah, sekalian pulang, katanya. Farhana anak yang sangat penurut, ia tak membantah meski lelah sedang mendera.

Nizar yang mengetahui itu, segera mengajak Farhana ke area Swalayan. Farhana juga tak etis kalau ia harus berbelanja di tempat lain, sedangkan yang sekarang bersamanya pengusaha bisnis supermarket.

Bukan itu saja, ia juga malas kalau harus pergi ke daerah lain, membuang-membuang tenaga yang tinggal sisa sedikit itu.

Bu Nurma mengirim daftar apa saja yang harus Farhana beli. Farhana sendiri cukup heran, Ibunya terhitung langka memintanya belanja sepulang kerja, ia biasa meminta Farhana belanja saat libur kalau memang Ibunya itu tak bisa berangkat. Tak ada bantahan, Farhana manut saja.

Belanjaan sudah dalam troli semua. Satu troli itu hampir penuh, Nizar mengambil alih troli yang didorong Farhana.

"Ini kita kayak suami istri lagi belanja bulanan, ya?" canda Nizar.

Seperti biasa, wanita akan menganggap hal receh itu dengan hati. Semburat merah muncul di pipi Farhana yang putih. Ia tak menanggapinya, hanya menikmati debaran yang hadir lagi.

"Udah semuanya ini?"

"Udah, Pak."

Mereka berjalan menuju kassa. Beberapa karyawan yang berpapasan dengan Nizar mengangguk hormat pada Bos besar di sana.

Sebelum belanjaan dihitung, Nizar lebih dulu memberikan debit card kepada kasir. Farhana sudah ingin menolak tapi melihat Nizar melarang, ia kembali bungkam.

Semuanya sudah ditotalkan dan belanjaan itu menyentuh di angka satu juta lebih. Farhana sendiri penasaran, apa mungkin Ibunya itu mau membuat syukuran.

Salah satu pramuniaga memasukkan belanjaan yang banyak itu kembali ke dalam kardus yang berada di troli lain. Ia membawa itu hingga ke parkiran. Mereka pun memasukkannya ke dalam mobil Nizar. Setelah itu pramuniaga undur pamit.

"Mas!!" Seorang perempuan berteriak dari jarak yang cukup jauh. Farhana dan Nizar tak asing dengan suaranya. Mereka kompak menoleh.

Ya, Adel. Berdiri di sana dengan wajah merah padam.

"Gak nyangka aku, Na, kamu tega pergi sama cowok aku!" Adel langsung menodong seperti itu.

"Kita sahabatan, kan? Kok, kamu malah nusuk aku dari belakang?" Adel terus mencecar.

"Del, dengerin saya dulu!" Nizar memegang bahu Adel.

"Diem, Mas! Ini urusan aku sama Farhana!" perintah Adel seraya melepaskan tangan Nizar dari bahunya. "Kamu tega, Na. Ternyata cewek yang selama ini mengalihkan perhatian Nizar itu kamu!" Adel menunjuk ke depan wajah Farhana.

"Kamu salah paham, Del! Aku gak bermaksud apa-apa. Ini aku belanja. Ketemu Pak Nizar di sana." Farhana memilih berbohong agar salah paham itu tak semakin melebar.

"Kamu, bohong! Tadi security bilang Mas Nizar ngajak cewek masuk mobilnya. Dia kira itu aku. Pas aku keluar kantor, dia malah heran."

"Jadi, mau kamu apa, Del?" todong Nizar akhirnya.

"Aku gak mau sahabatan sama kamu lagi, Na! Anggap aja kita gak pernah kenal."

Bagai disambar petir. Farhana yang sedari tadi memilih bungkam, karena Farhana tahu itu takkan selesai kalau ia sama menghadapi Adel dengan emosi. Meski Farhana sendiri tahu ia salah, tapi ia juga tak bisa melawan kata hatinya untuk tak lagi dekat dengan Nizar.

"Mas, kita pulang!" ajak Adel, seraya menarik lengan Nizar.

Nizar melepaskan cekalan tangan Adel perlahan. "Dari awal kamu nyatain cinta, aku gak pernah ada perasaan apa-apa. Tadinya aku dekat sama kamu karena ingin kembali deketin sama Farhana. Sayangnya, kamu menanggapi itu berlebihan, Del. Sekarang, saya mau kita akhiri hubungan ini!"

Farhana tak percaya dengan kata-kata Nizar. Ia mengambil kesimpulan kalau Adel yang menyatakan cintanya lebih dulu, bukan Nizar.

"Kamu nembak Pak Nizar, Del?" Farhana penasaran.

"Tipe cowok kayak Mas Nizar gak bisa kita tunggu. Harus kita duluan yang nyatain. Dia gak bisa nembak cewek!" Adel sedikit berteriak.

"Jaga mulut kamu, Del!" Wajah Nizar ikut memerah karena emosi yang menguasai dada.

"Aku gak nyangka, justru kamu yang khianatin persahabatan kita, Del." Farhana menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalian jahat!!" Adel berlari meninggalkan keduanya.

Farhana mematung memperhatikan Adel yang semakin menjauh dengan hati yang porak poranda.

Adel tahu banyak tentang masa lalu Farhana dan Nizar. Dia juga tahu kalau Farhana masih menyiangi dengan baik rasanya untuk Nizar. Sayangnya, Adel ternyata tak peduli itu. Ia memilih untuk mengikuti keegoisan dirinya dibanding perasaan sahabatnya.

"Yuk, masuk!" Nizar menepuk pelan bahu Farhana.

Farhana hanya mengangguk. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Tenggorokannya tercekat akibat dorongan sesak yang kuat dalam dada. Ingin ia menangis, tapi sekuat tenaga ia tahan. Malu rasanya harus menangis depan orang yang telah membuat hidupnya kian bingung.

Mobil melaju kali ini ke arah jalan pulang menuju rumah Farhana. Keduanya masih sibuk dengan senandika. Tak ada obrolan ringan atau hal lainnya yang dibahas tentang kejadian barusan.

Sampai di depan rumah Farhana, Nizar keluar mobil setelah membuka pintu bagasi. Farhana pun ikut keluar. Mereka berdua menurunkan barang belanjaan.

Hening membersamai keduanya. Hanya suara kantong belanjaan yang terdengar. Suasana di area sekitar rumah pun sudah sepi, mengingat sebentar lagi jam menunjuk di angka sembilan.

"Na, maafin kejadian barusan, ya!" Nizar menoleh, gerakannya terhenti. Beberapa kantong belanjaan sudah berada di luar mobil.

Farhana balas menatap Nizar. Ada banyak pertanyaan dan penyesalan dalam netra itu.

Tangan Nizar perlahan bergerak meraih tangan Farhana. Tatapan Farhana tertuju ke arah tangannya yang sudah Nizar genggam. Sedangkan mulutnya terus saja membisu.

"Gapapa, Pak. Lupain aja!" Meski kelu, Farhana bersikap setenang mungkin.

"Saya salah, Na. Saya terlambat menyadari kalau hati saya menginginkan kamu." Nizar terus mengeluarkan isi hatinya.

"Saya maunya kamu. Jadi pendamping saya." Nizar mengeratkan genggamannya.

"Saya—"

"Nana!" Kalimat Farhana terjeda oleh suara seseorang memanggilnya.

***

Jangan lupa vote dan follow 😢

Being Love (TAMAT)Onde histórias criam vida. Descubra agora