004 "Papa Canu"

816 148 29
                                    

Membuka hati untuk lelaki lain, aku sedang mengusahakan itu, walau sedikit ragu.

♾♾♾


Beberapa waktu terlewatkan hubungan Raisa dan Canu semakin ada kemajuan, mereka sering makan, pulang bersama. Bahkan Daehan juga sudah sangat dekat dengan Canu, anak itu sudah memanggil Canu, Papa.

Canu sungguh sungguh dengan Raisa, membuat gosip di rumah sakit semakin mencuat jika kedua dokter tersebut sedang menjalin hubungan. Banyak yang mendukung dan beberapa ada yang merasa patah hati, karena dokter idamannya telah sold out.

"Raisa, nanti malem bisa temenin aku?" tanya Canu saat mereka makan siang bersama. Raisa mendongak menatap Canu seolah bertanya kemana lewat matanya karena mulutnya yang masih fokus menguyah makanan. "Reuni temen kuliah, diwajibkan bawa pasangan,"

Raisa tidak langsung menjawab melainkan berpikir untuk beberapa detik, "Nggak sampai malem kan? Aku nggak bisa pulang diatas jam sepuluh,"

Canu tahu itu, Raisa tidak bisa meninggalkan Daehan terlalu lama, walau anak itu akan bersama tetangganya selama Raisa belum pulang. "Kita bisa pulang setelah setor muka," balas Canu dan melanjutkan menghabiskan makanannya.

"Oke,"

Raisa dan Canu mengganti panggilan yang biasanya saya -kamu atau saya - dokter menjadi aku - kamu, sebagai awal mula pdkt kata anak muda jaman sekarang. Alasan lain biar tidak canggung dan tidak seperti dokter dan pasien juga.

"Kenapa nggak sekalian aja Daehan kita bawa?" tanya Canu tiba tiba membuat Raisa tersedak sedangkan, cowok itu hanya tertawa tanpa dosa.

"Kamu jangan ngadi ngadi!" kesal Raisa yang akan meraih Canu namun, cowok itu buru buru menghindar sebelum pukulan maut Raisa mengenainya.

"Bercanda," Canu senang bisa menjahili Raisa seperti ini, kapan lagi melihat wanita itu menunjukkan wajah kesalnya yang sangat mengemaskan menurutnya.

Selama ini Raisa hanya menunjukkan ekspresi ramah dan terkesan dewasa, tidak pernah menunjukkan ekspresi yang seperti ini tidak pernah Raisa tunjukkan sebelumnya dan Canu senang bisa melihat ekspresi yang satu itu.

"Nanti aku jemput, sekalian tanyain Daehan mau dibawai apa sama Papanya?"

"Papa nggak tuh..." giliran Raisa meledek, "Daehan mau saham rumah sakit aja Pa," sahut Raisa dengan suara yang dibuat buat seperti suara Daehan.

"Itu mah kamu, Daehan minta mainan superhero sih kemarin, belum sempet aku beliin. Kasih itu aja nggak sih?"

"Kamu mau nyogok ceritanya?"

"Iya, Biar Daehan mau kasih Bundanya buat Papa gantengnya ini," jawab Canu begitu santai dan membuat Raisa tertawa, sangat cantik. Canu suka dengan tawa itu, berjanji pada dirinya sendiri akan terus membuat wanita itu tertawa seperti ini.

"Nggak bisa gitu, Bunda cuma punya Daehan seorang!" sahut Raisa tidak mau kalah, mengikuti drama yang Canu buat, padahal itu beneran. "Dresscode?" tanya Raisa mengalihkan topik.

"Baju pengantin, biar sekalian kita nikah," Raisa menghela napas pasrah mendengar jawaban yang diluar nalar, wanita itu tersenyum mencurigakan seperti memiliki ide licik.

"Kebetulan banget, aku masih simpen baju pengantinku dulu, pake itu aja nggak sih? Biar nggak buang buang uang lagi," jahil Raisa tanpa berdosa karena membuat Canu menahan emosi sampai sampai mengepalkan tangannya tidak suka di bawah meja, Canu benci setiap kali Raisa membawa bawa kenangan dengan mantan suaminya.

"Kamu masih simpen?" Canu bertanya dengan nada setenang mungkin membuat Raisa tertawa kemudian karena berhasil menjahili Canu.

"Aku balik duluan ya, jam istirahatku udah selesai," Raisa jelas menghindar dengan pertanyaan itu, segera membereskan alat makannya dan pergi dari sana meninggalkan Canu.

Raisa memang menyimpan gaun pernikahannya tapi ada di rumah Jehan, semua tersimpan disana tidak tau sekarang mungkin sudah dibuang atau di bakar oleh pemilik rumah sebenarnya.

Gaun pernikahan yang di persiapkan sendiri oleh mendiang mantan ibu mertuanya sebelum meninggal, kalau mengingatnya Raisa ingin menangis saja, Ardiethama sungguh baik padanya dulu, mereka semua menyayanginya seperti bagian dari keluarga.

"Tante, siapa yang akan menikah?" tanya Raisa saat melihat nyonya Ardiethama yang memilih milih gaun pengantin. "Kak Berlian mau nikah?"

Wanita paruh baya itu tersenyum dan menunjuk beberapa gaun pengantin, "Menurut kamu mana yang kamu suka?"

Raisa menatap bergantian dengan ekspresi bingung, menunjuk gaun dengan warna putih bersih tidak begitu heboh malah terlihat sederhana namun elegan.

"Kamu suka?" Raisa mengangguk, "Tante berdoa semoga kamu yang bisa memakai gaun ini,"

Raisa semakin kebingungan dengan ucapan beliau waktu itu, "Tante berharap kamu yang menjadi menantu Ardiethama, gaun ini Tante persiapkan untuk istri Jehan nanti, Tante takut tidak bisa menghadirinya, karena itulah Tante mempersiapkan ini sebagai kenang kenangan juga anggap hadiah, biarkan istri Jehan yang memakainya, walau  nanti bukan kamu, tolong beritahu pada mereka,"

Raisa meneteskan air mata saat mengingat obrolan itu, ibu mertuanya sungguh baik, "Mama maafin Raisa,"

"Kenapa menangis?" suara itu membuat Raisa segera menghapus air matanya, memoleh ke belakang. Canu menyusul dirinya, "Kenapa nangis?" kembali bertanya untuk menegaskannya.

"Kangen Mama sama Ayah," bohong Raisa sambil tersenyum, semoga saja Canu percaya padanya.

"Nanti kita temui orangtua kamu, aku ikut sekalian mau minta anak gadisnya ini,"

"Aku udah nggak gadis kalau kamu lupa, aku janda anak satu yang sekarang umurnya udah tujuh tahun," sahut Raisa yang memang sebenarnya, dirinya janda yang bercerai karena suaminya menikah lagi.

"Maaf... ralat anak perempuan tersayangnya,"

♾♾♾


Jam menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit, Canu sudah sampai di depan rumah Raisa, hal pertama yang menyambutnya adalah suara heboh Daehan.

"Papa!" teriak Daehan berlari menghampirinya dengan membawa bola sepak di tangan kanannya.  "Papa datang untuk bermain dengan Daehan?" tanya Daehan saat Canu baru menutup pintu mobilnya.

"Ayo bermain bola!" Daehan begitu semangat bahkan memberikan bolanya pada Canu.

"Hari ini kita libur dulu ya, Papa mau aja Bunda keluar boleh? Sebagai gantinya Papa beliin Daehan superhero yang Daehan mau kemarin," Canu mengeluarkan kotak mainan itu menunjukkan pada Daehan.

Namanya anak yang belum mengerti apapun tentu saja setuju mengambil mainan itu dan tidak lupa mengucapkan terima kasih dan berlari ke rumah sebelah pasti untuk pamer pada Kokohnya.

"Daehan mana?" tanya Raisa yang baru keluar dari dalam rumahnya, dengan menggunakan dress selutut berwarna hitam dan rambut pirangnya yang di kuncir sebagian, dan di gerai sebagian, tidak terlihat sudah memiliki seorang anak, malah  seperti remaja.

"Lari ke rumah sebelah, Bunda cantik banget, nggak usah berangkat udah ya, takut banyak yang naksir Bunda nanti, saingan Papa makin banyak,"

"Inget umur Pak, dah tua juga!" balas Raisa dan berjalan ke rumah pasutri muda itu, berpamitan sekalian menitipkan Daehan disana.

"Hana, aku titip Daehan ya, sampai jam sepuluh aja kok," ujar Raisa pada Hana yang berada di ruang depan bersama Daehan, "Rey kemana, belum pulang?" Raisa celingukan mencari suami Hana tersebut.

"Rey, baru pulang dan sekarang masih mandi, makanya Daehan sama aku," balas Hana sambil meladeni semua kegiatan Daehan yang bermain dengan tangannya. "Kakak bersenang senang aja, Daehan biar sama aku dan Rey, aman!" 

"Daehan sama Cici kan malam ini, kita tidur bertiga mau?" tanya Hana yang mendapat anggukan, "Lihat Daehan setuju, Kakak nggak usah cepet cepet pulangnya, tunggu selesai aja. Daehan nginep di sini aja, nggak papa!" Hana seperti mengusir Raisa saja.

♾♾♾

Udah di panggil Papa aja sama calon anak, udah dapet restu  aja nih dari Daehan, tinggal restu kedua orangtua masing masing dan kesediaan Raisa udah.

50 vote sama 15+ komen aku update, no spam next !

BROKEN FAMILYWhere stories live. Discover now