010 "Rasa aneh"

549 95 13
                                    

Rasanya dekat namun, juga terasa jauh

¤¤¤

Setelah pertemuan dengan Daehan di rumah sakit waktu itu, Jehan selalu memikirkan anak berusia tujuh tahun tersebut, ingin bertemu dengannya lagi.

Jehan juga dibuat penasaran dengan hubungan Raisa juga dokter kandungan tersebut, kenapa Daehan memanggil keduanya Papa dan Bunda? Apa Raisa sudah menikah kembali dan memiliki anak? Atau malah Daehan adalah anaknya?  Apalagi wajah anak itu yang mirip dengannya semasa kecil bahkan yang sekarang juga.

Rasa penasaran terus berada di kepala tampannya, jemari yang sedang mengenggam sebuah pena dia ketukkan pada permukaan meja, terbayang dan teringat kembali percakapan dengan mantan teman hidupnya.

"Raisa, gue pengen punya anak tiga, dua cowok dan satu cewek," berteman sejak kecil membuat Jehan tidak segan mengatakan itu, padahal hubungan mereka terjalin bukan sepenuhnya tentang cinta, tetapi saling membutuhkan satu sama lain waktu itu.

"Gue cuma pengen satu, satu aja belum tentu bisa kita bahagiain nanti," balas Raisa yang masih fokus dengan novelnya, "Gue nggak mau dia bernasib sama kayak gue, buat jalin hubungan serius aja dulu gue nggak minat, nikah sama lo bahkan nggak pernah kepikiran, sekalipun gue suka lo," jujur perempuan itu yang sudah beralih fokus pada Jehan.

Keduanya saling menatap dalam hingga bayangan masing masing terlihat jelas di mata keduanya. Untuk seperkian detik, sepasang manusia tersebut saling terdiam.

"Ayo punya anak satu, besarkan dan sayangi dia bersama, ayo jadikan dia anak yang paling beruntung!" ujar Jehan yang entah benar atau hanya penenang untuk kekhawatiran Raisa, sedangkan wanitanya hanya tersenyum tipis membalasnya, ragu.

Mengingat kembali percakapan itu membuat Jehan merasa bersalah, akan sebesar apa rasa bersalahnya jika sampai tahu bahwa Daehan adalah sebagian darinya.

"Raihan, Raisa Jehan. Daehan, Daeline Jehan, kalau cowok.  Ceweknya Rara, Rajasthan Raisa. Jeisa, Jehan Raisa," pria itu begitu random hingga sudah membuatkan nama nama calon anak yang bahkan tanda kehidupannya belum ada.

"Alay!" cibir Raisa sambil memberikan ekspesi jengah menghadapi sikap Jehan yang satu ini.

Jehan dibuat tertawa dengan ingatannya yang satu itu, juga membuatnya menyadari sesuatu, segera menghubungi orang kepercayaannya untuk mencarikan informasi yang dia butuhkan.

"Mas Je—"Bella yang baru masuk menghentikan ucapannya saat tau Jehan sibuk berbicara dengan seseorang lewat telepon, terlihat begitu serius sampai tidak sadar dirinya datang.

Bella memilih menunggu sampai Jehan selesai menelepon, "Segera kabari, gue perlu memastikan!" tegas Jehan sebelum mengakhiri teleponnya, berbalik melihat Bella yang berada di depan pintu.

Bella mendekat menghampiri Jehan yang masih berdiri di tempat, "Mas, maaf karena aku pekerjaan kamu jadi terhambat gini, pasti kamu repot banget sekarang harus handle semuanya dari sini," ucap Bella sambil mengelus lengan suaminya tersebut.

"Kenapa minta maaf?  Ini bukan cuma tentang kamu, tapi aku juga!" sahut Jehan, "Yang sedang kira usahakan bukan cuma anak kamu, tapi anak aku juga!"

"Maaf. Mas, kalau kita langsung punya anak pasti udah sebesar anaknya Dokter Candrik sama Mbak Raisa kan?" Bella mengalihkan topik pembicaraan yang membuat Jehan tidak nyaman dengan pembahasan ini.

BROKEN FAMILYWhere stories live. Discover now