7 | Nadhira Effect

11.9K 1K 18
                                    

Hari ini weekend lagi, baru kemarin ketemu senin tiba-tiba sudah hari minggu. Secepat itu memang, waktu berlalu.

Kiran baru sampai dirumah orang tuanya kemarin malam, dan kebetulan adik-adiknya juga menginap disini. Alhasil kondisi rumah jadi ramai.

Seperti biasa, sebagai abang yang baik. Pagi-pagi dia sudah bersiap-siap membelikan sarapan untuk para keponakannya serta adik-adiknya yang sekarang sudah punya +1 nya masing-masing.

Begitu keluar dari pagar, matahari masih belum terlalu terang. Orang-orang komplek juga masih beberapa yang mulai berkegiatan. Hanya ada beberapa pasangan lansia yang sedang jogging pagi dan beberapa diantaranya adalah anak-anak komplek yang baru pulang didikan subuh.

Dia berencana membeli sarapan dengan berjalan kaki, hitung-hitung olahraga sekaligus meregangkan persendiannya yang sudah kaku karena dibawa duduk 12 jam sehari.

Saat sampai di tempat bubur ayam langganan nya, Kiran bertemu dengan Nadhira yang sepertinya sedang membeli sarapan juga. Perempuan itu menggunakan pakaian semi olahraga dan jilbab bergo andalannya.

"Bang.." Nadhira menyapa lebih dahulu.

Kiran membalas dengan senyuman adem. Sebenarnya dihari minggu ini dia paling males tiap papasan sama orang kantor, sebisa mungkin kalau ketemu dijalan dia berusaha menghindari. Tapi kalau ketemu Nadhira jadi beda cerita. Berulangkali dia make sure tampilan nya pagi ini nggak kayak gembel. Tanpa sengaja tangannya dari tadi sibuk ngerapiin rambut yang sejatinya sudah digunting cepak rapih—alias mau ngerapiin apa lagi? ngubah posisi kulit kepala? kan nggak lucu.

Karena posisinya ini badan belum dikasih mandi dan mukanya cuma dipasangin physical sunscreen yang nggak punya efek tone up sama sekali. Tentunya dia merasa sedikit insecure.

Loh.

Sejak kapan dia jadi risau sama penampilan sendiri begini?

Karena beli buburnya 10 bungkus, tukang bubur butuh waktu untuk menyiapkan semua pesanan. Alhasil dari pada berdiri, matanya langsung tertuju pada sepasang bangku yang salah satu bangku nya sudah diduduki oleh Nadhira.

"Beli bubur ayam juga?" tanya Kiran basa-basi lalu duduk disebelah Nadhira.

Haduh, basi banget lagi pertanyaan nya.

Kalau nggak beli bubur, ngapain itu cewek ikut ngantri disini.

"Iya bang." sahut Nadhira seadanya.

Lagi-lagi keadaan hening. Karena Age gap mereka yang lumayan besar, jadinya dia nggak tau hal apa yang harus dibicarakan, hal apa yang sedang heboh dikalangan anak muda. Kiran benar-benar clueless. Alhasil dia nggak punya bahan apapun untuk diobrolin dikepalanya.

Mau bahas kerjaan? mana asyik.

Bahas kerjaan disaat weekend tuh bikin selera makan hilang. Belum lagi kalau teringat deadline-deadline yang belum selesai, malah nambah beban pikiran.

"Bocil-bocil pada nanyain kamu." celetuk Kiran membuka obrolan.

"Oh ya?" nada suara Nadhira mendadak ceria.

Dalam hati, Kiran sedikit meringis. Apasih yang dia harapkan?

Masa iya dia cemburu sama keponakan sendiri?

"Iyaa..Nathan udah nagih janji kamu. Katanya kapan mau diajak main bola lagi?"

Nadhira tertawa halus lalu sedikit menggulung lengan bajunya.

"Bilangin maaf dulu ya sama Nathan, aku habis jatuh dari sepeda kemarin. Masih nyeri-nyeri plus tangan ku masih luka-luka." Nadhira menunjukkan lengan bawahnya yang sedikit lecet dan luka-luka kecil disekitar punggung tangannya.

Terlanjur ResepsiWhere stories live. Discover now