19 | Rindu itu berat

7.9K 659 0
                                    

Hari ini persis dua hari Nadhira ditinggal LDR. Sepagian ini dia sudah merana, bawaan nya nggak mood buat ngapain-ngapain. Kalau nggak inget lagi masa probation, sudah pasti dia bolos hari ini. Lima hari dalam satu minggu, dia selalu berangkat kerja bareng Kiran. Tiba-tiba satu hari nggak bareng tuh rasanya nggak banget, bukannya dia manja. Bahkan sebelum bertemu Kiran pun dia sudah terbiasa menggunakan ojol maupun transportasi umum lainnya.

Tapi makin kesini, karena sudah punya sosok yang bisa diandalkan dia jadi semakin ketergantungan. Bawaannya selalu ingin ada Kiran yang menemani. Karena biasanya dua puluh empat jam dalam satu hari, mereka nggak ketemunya cuma pas tidur doang.

Tapi lebay nggak sih ini, sewaktu diMesir dia juga nggak ketemu Kiran selama empat tahun. Tapi kan beda kondisi, kalau dulu dia memang sudah sepesimis itu mereka bakalan berjodoh. Kalau sekarang, Kiran sudah positif jadi calon suami. Jadinya kalau nggak ketemu tuh, sudah pasti ngangenin.

Nadhira semakin galau ketika melihat chat Kiran masih centang satu, barangkali ponsel pria itu kehabisan daya dan belum sempat charge lagi. Tapi seriusan deh, ini sudah jam enam lewat--a.k.a kalau jam segini calon suaminya masih molor, sudah pasti telat ngantor.

Saat menekan call button, panggilan tidak tersambung.

Tuh kan masih molor!

Nggak mau berpikiran macam-macam. Nadhira langsung bangkit dari kasur. Selesai mandi, dia juga nggak mood dandan. Alhasil dia cuma pakai sunscreen dan lipbalm,dan langsung pergi kekantor.

Pagi-pagi suasana kantor sudah hening, Nadhira meletakkan tasnya dikubikel dan menghidupkan pc dihadapannya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat, tapi berhubung pak boss tidak berada ditempat, wajar kalau jam masuk jadi rada melar.

"Mau sarapan nggak, Nad?" tawar Raya yang datang kekantor dengan rantang berisi five course meal nya.

"Mau dong..." sahut Nadhira nggak menolak.

Padahal dia sudah sarapan saat dirumah tadi. Tapi begitu melihat lauk pauk yang dibawa mbak Raya. Otomatis air liurnya menetes lagi. Memang super sekali ibu-ibu yang satu ini, work life balance nya patut diancungi jempol. Dengan jam kerja yang gila gilaan masih sempat mengurus anak, mengurus suami, bahkan masak pun sempat. Dia yang belum punya suami pun nggak sempat masak.

Deg

Tiba-tiba Nadhira teringat, dia beneran sudah siap kan jadi istri? Kayak, kemampuan memasaknya belum se-excellence itu. Keseringan setiap memasak dia cuma memakai bumbu dapur yang sudah disediakan oleh umminya. 

Dia bahkan nggak tahu makanan kesukaan Kiran,ataupun cemilan kesukaannya. Bisa jadi itu cowok bilang doyan opor ayam, biar kelihatan sopan saja. Karena tiap kerumah, umminya selalu masak itu. Hiks.

Jangan bilang itu orang sebenernya doyan rendang, rawon, atau soto banjar. Masak yang simple-simple aja dia masih remed kalau nggak dibantuin ummi nya, apalagi bikin masakan yang tingkatannya sudah next level begitu. Dia nggak bakalan dipecat kan jadi istri?

"Bangun jam berapa sih mbak? kok sempat masak ini semua?" Nadhira bertanya, barangkali setelah menikah dia bisa menerapkan pola hidup yang sama dengan mbak Raya.

"Food prep-nya malem Nad, pagi tinggal di-angetin. Bentar doang kok, lima belas menit juga beres." sahut Raya sambil membagi-bagi lauk kedalam piring.

Pandangan Nadhira beralih pada ayam bakar yang dibawa Raya. "Terus ayam bakar ini cara masaknya gimana?" tanya Nadhira penasaran.

"Ah, gampang Nad-" respon Raya mulai menjelaskan.

Terlanjur ResepsiWhere stories live. Discover now