2. Different Life

154 38 6
                                    

'ting nung'

Tak butuh waktu lama hingga Jeongyeon mendengar suara langkah kaki mendekati pintu apartemen yang ia tekan belnya dan pintu itu terbuka menampilkan seorang wanita dari baliknya.

"oh Jeongyeon, ternyata kau ku kira siapa" ucap Wanita itu cukup excited. "tumben sekali kau ke sini di jam sekarang. btw apa kau membawa makanan?"

Jeongyeon memutar matanya malas dan tertawa. "dari sekian banyak pertanyaan kau memilih pertanyaan itu? minimal biarkanlah aku masuk dahulu lah, Momo"

"hey ayolah, aku kan lapar belum makan malam, siapa tau kau membawa sesuatu untukku"

"memangnya kau pernah tidak lapar?"

"yah!" seru Momo dan Jeongyeon tertawa. "yasudah ayo masuk"

Keduanya masuk ke dalam dengan Jeongyeon berjalan di belakang Momo. Di ruang tengah Jeongyeon langsung melempar tubuhnya kasar di sofa dan bersandar ke belakang. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya, hari ini adalah hari yang cukup melelahkan. Tidak hanya lelah badan tapi hatinya juga lelah.

"haha ada apa dengan wajah kusutmu itu, seperti baju belum disetrika" Momo duduk di salah satu sofa lain dengan segelas jus jeruk di tangan. "apa ada nenek tua lagi yang complain pada hal tidak masuk akal dan membuat gaduh seisi restoran? atau hal lain?"

"kau benar tentang nenek tua tapi ini bukan tentang restoran, dan ini jauh lebih buruk dari itu!" keluh Jeongyeon. Ia bangun dari sandarannya dan mengusap wajah lelah. Mengingat hal tadi hanya membuatnya semakin kesal.

"maksudku dia bukan seorang nenek tua, kira-kira dia seumuran denganku, tapi kelakuannya seperti nenek tua yang menyebalkan. tadi siang aku sedang menghabiskan waktu di sungai Han dan tiba tiba ada seorang wanita yang datang kepadaku. dia datang untuk meminta tolong kepadaku hal paling absurd yang pernah ku dengar. kau tau apa? dia meminta tolong untuk menelpon ayahnya dan berpura-pura jadi pacarnya agar dia tidak dijodohkan"

"aku tahu permintaan itu terdengar gila dan aneh, tapi sepertinya aku tidak punya pilihan lain, jadi aku mengiyakan permintaannya. aku sama sekali tidak kesal dimintai tolong hal tersebut, sama sekali tidak, tapi hal yang membuatku kesal padanya adalah bagaimana dia bersikap. bukannya mengatakan terima kasih karena sudah dibantu, orang itu malah memberikan kartu nama agar aku bisa menghubunginya untuk mengambil imbalannya. dia kira aku ini apa hah? aku hanya ingin dia mengatakan terima kasih itu saja, tapi dia malah sok meninggikan harga dirinya seakan berterima kasih adalah hal yang rendah sekali dan memberikan sikap yang membuatku-- aarrrgghh! aku benci wanita itu!"

Momo di sisi lain hanya tertawa kecil sambil meminum jusnya. Lucu saja gitu melihat temannya marah-marah, dia seperti ibunya jika sedang ngomel.

Jeongyeon kembali menyandarkan tubuhnya, lelah dengan hal itu. "itulah mengapa aku selalu benci orang berjas dengan mobil mewahnya, seperti wanita itu. padahal aku hanya ingin kata 'terima kasih', mengapa harus gengsi dan meninggikan diri seperti itu? dasar"

"mungkin dia hanya ingin 'mendekatimu' saja Jeong, itu hanya menjadi alasannya untuk modus haha" ucap Momo bercanda.

"cih, yang benar saja. pikiranmu terlalu jauh, mana ada yang seperti itu. dia hanya orang menyebalkan"

"who knows?" Momo mengedikan bahunya.

"kalau saja itu memang benar, aku juga tidak akan mau dengan orang seperti itu, enak saja" tolak Jeongyeon.

"hahaha iya deh iya" Momo meletakan gelas kosongnya ke meja di depannya. "tapi..., tidakkah kau berfikir kalau itu mungkin saja sebagai penanda sekaligus pengingat kalau kau harus mulai mencari pasangan?"

Unplanned | JeonghyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang