77

923 163 133
                                    

Vote teuteup 100 ... Skr jangan pada double vote ya kalo boleh, biar yang ga pernah muncul mencoba apresiasi. Hehe. Bisa ga ya?
.
.
.

Hyunjin sangat tidak suka ketika harus terjebak pada suasana canggung, di mana ia tak bisa melakukan apa pun. Jangankan untuk bicara, pemuda itu bahkan harus mengatur napasnya sepelan mungkin agar tidak mengganggu, dan hei tidakkah pria paruh baya di hadapannya itu menyadari adanya nyamuk yang menempel di pipi? Sumpah. Hyunjin ingin sekali menepuknya.

Ah, sial! Ia jadi benar-benar menyesal karena kabur dari pemotretan. Tau begini ia biarkan saja saat Ara tiba-tiba mengejar mobil pengantar strawberry itu.

Saat ia mendengar Ara mengatakan melihat ayahnya, tanpa berpikir panjang, ia langsung menyambar masker, topi serta mantel tebalnya. Keluar dari mobil agensi tanpa memberitahu noona manajer hanya untuk mengejar sang gadis. Entah apa yang dia pikirkan saat itu, hanya saja sebagai pribadi yang baik dan berbudi luhur, tentu saja ia harus menjaga gadis itu dari hal tidak terduga, bukan? Wajahnya sudah tampan, maka perilakunya harus lebih tampan lagi, pokoknya Hyunjin ini idaman sekali.

Kembali pada situasi canggung di mana ia duduk di samping Ara, tepat di hadapan pria paruh baya yang diakui Ara sebagai ayahnya. Kedua orang tersebut saling diam sejak tadi, membuat lidah Hyunjin gatal sekali untuk protes, sebab tidak jelas sekali sikap ayah dan anak itu. Kalian tau? Seperti adegan dalam drama di mana pelakonnya hanya saling tatap dalam diam. Argh! Hyunjin frustrasi. Rumah sederhana di samping perkebunan strawberry ini hangat, tetapi suasana mereka membuatnya sangat dingin.

"Ra-ya," panggilnya pelan.

"Apa?" sahut Ara berbisik.

"Mau sampai kapan seperti ini?"

"Diamlah, lagi pula kenapa kau mengikutiku?"

Hyunjin syok, raut wajahnya bahkan lebih terlihat seperti korban pelecehan seksual alih-alih tersakiti dengan perkataan. Ia tidak terima, kekhawatirannya dibalas sedemikian tidak punya hatinya. Bahkan Hyunjin tidak peduli jika nanti dimarahi karena kabur dari pemotretan bersama para senior, tetapi Ara segampang itu menyepelekan rasa pedulinya. Ia benar-benar merasa teraniaya sekarang.

"Apa kabarmu?"

Sakit hati Hyunjin tertunda karena akhirnya pria paruh baya di hadapannya membuka suara. Bahkan, uap dari teh panas di hadapan mereka tampaknya sudah hilang karena sudah menjadi dingin. Sial! Tau begitu, Hyunjin masa bodo saja dari tadi.

Ara menunduk, meremat kedua tangannya yang dingin dengan gugup. "Aku baik ... Appa ...."

Oh, Tuhan. Ara bahkan langsung menggigit ujung lidahnya yang terasa gatal. Belasan tahun ia tak pernah memanggil kata appa. Kini kata itu terasa kaku dan tak nyaman sekali ia ucapkan. Keputusannya untuk bertemu sang ayah tanpa Yoongi, sepertinya benar-benar tidak tepat, dia membutuhkan pria itu.

"Kau tumbuh dengan sangat baik, Ra-ya. Cantik sekali." Lim Sangjun mengangkat sudut bibir tulus walau sorotnya bergetar tak nyaman, ada haru yang diselimuti rasa bersalah yang begitu besar di sana.

Ucapan sang ayah membuat Ara ingin menangis. Suasana kaku dan canggung, tiba-tiba terasa menyedihkan sekali. Bisakah Ara pergi saja? Ia kesulitan menggunakan lidahnya untuk bicara. Otaknya terasa macet, tidak bisa memikirkan segala hal yang sudah ia susun ketika bertemu dengan ayahnya. Sial!

"Dia temanmu?" tanya Lim Sangjun lagi, menunjuk Hyunjin dengan senyum tipisnya.

"Ah halo, Paman. Namaku Hyunjin, teman dekat Ara."

Ara menoleh cepat pada pemuda itu, merasa tak nyaman karena kata teman dekat terasa ambigu sekali ketika diucapkan seseorang yang berbeda jenis seperti mereka.

When Yoongi Says Marry Me | End 💜Where stories live. Discover now