10

9.5K 557 3
                                    

Evans hanya mengantar Ella sampai gerbang depan karena adiknya bersikeras Samapi di depan saja.

Ella turun dari mobil dan berjalan menuju halaman samping. Dia memperhatikan sekitar namun tidak ada yang sesuatu yang mencurigakan atau terasa aneh di sana. Hawa Daffin benar-benar menyapu bersih sekitarnya.

"Nyonya Ella, ini sudah larut. Silahkan masuk, nyonya," ucap Bi Tia, kepala pelayan di sana.

Ella mengangguk dan tersenyum ramah. "Apa Daffin sudah pulang?" tanya Ella sembari mengelus-elus perutnya yang kekenyangan.

"Sudah, nyonya." jawab bi Tia.

Ella pun mengangguk dan masuk. Dia menaiki anak tangga dan masuk ke kamar. Dia menemukan Daffin yang tengah sibuk mengerjakan tugasnya.

"Aku pulang." ucap Ella.

"Kak Evans tidak mampir?" tanya Daffin tanpa mengalihkan perhatian dari laptopnya.

"Tidak, aku memaksanya untuk cepat pulang." jawab Ella. Dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah mandi, Ella mengeringkan rambutnya sambil duduk di depan Daffin. Dia menatap pria yang menyimpan misteri itu, apa sebenarnya yang membuat Daffin seperti itu?

"Ada apa?" tanya Daffin dingin.

Ella menatapnya. "Terkadang kamu membuatku takut, tapi kamu membuat ku merasa aman juga." gumam Ella tak jelas.

"Maaf jika aku mencium mu tiba-tiba." ucap Daffin membalas.

Ella langsung mengalihkan pandangannya karena sedikit malu membahas hal itu.

"Ella?"

"Iya, aku mengerti." balas Ella terdengar tidak ikhlas.

Daffin tersenyum miring dan menatap Ella yang masih mengacuhkannya. Ekspresi lucu Ella setelah di cium memberikan kesan tersendiri baginya, dia selalu ingin melihat wajah yang bersemu merah itu.

"Keringkan rambut mu dengan benar sebelum tidur." ujarnya seraya kembali fokus dengan tugasnya.

Berhentilah bersikap manis seperti itu, Daffin! Batin Ella kesal. Pria dingin itu ternyata tidak sepenuhnya manusia acuh yang tidak peduli dengan sekitarnya, kecuali ambisinya sebagai dokter profesional.

"Apa cincin itu sangat berharga bagimu?" tanya Daffin dengan fokusnya yang tidak teralih.

Ella menatap jemarinya, melihat cincin pernikahannya dan cincin neneknya yang dia kenakan. "Sangat berharga." gumamnya pelan nyaris tidak terdengar.

"Jadi itu alasanmu tidak pernah melepasnya?"

"Ya. Ini cantik, kan?" ujar Ella.

"Tidak," jawab Daffin dingin.

"Kamu memang sangat menyebalkan, Daffin." Kesal Ella menggerutu.

Daffin menoleh dan melihat istrinya yang kesal. "Keringkan saja rambutmu dan istirahat, Ella."

"Aku tidak mau. Kamu saja yang istirahat!" tolak Ella karena masih marah.

"Aku akan mencium mu jika kamu tidak mendengar ku." ancam pria itu semakin menatap manik Ella.

Ella membelalakkan matanya dan langsung pergi sambil mengeringkan rambutnya.

Sementara Daffin mengulum senyum menatap Ella yang panik. "Kupikir dia memang tidak takut dengan apapun," gumamnya menahan tawa.

--o0o--

Ella terbangun dan mendapati Daffin yang baru selesai mandi. Pria itu nampak sangat segar dan dengan segera Ella membuang pikiran kotornya saat melihat pria bertelanjang dada itu. Otot perut dan lengannya benar-benar sempurna.

 "Ada apa? Apa tubuhku seindah itu?" tanya Daffin sembari memakai kaosnya.

"Ckk!" Ella langsung bangun dari tidurnya dan berusaha membuang pandang.

Dia berpikir sejenak. "Tentang program itu, bisakah aku..."

"Tidak! Kamu tidak boleh ikut!" potong Daffin mengerti kemana arah pembicaraan istrinya. Rumah sakitnya mengadakan program sehat bersama yang melakukan pemeriksaan di desa terpelosok, perwakilan akan berangkat sore nanti dan program tersebut akan dilaksanakan selama satu minggu.

"Ayolah, kenapa aku tidak boleh ikut?" kesal Ella.

"Tidak boleh, Ella!"

"Kenapa? Aku ingin sekali ikut, aku sudah mendaftar." ujar Ella tidak habis pikir. Mengapa pria itu seperti ini?

Daffin menatap serius wanita itu. "Kenapa kamu mendaftar tanpa seizin ku?" tanyanya.

"Kenapa aku harus izin? Kita sudah berjanji untuk tidak saling mengurusi kehidupan yang lainnya." ujar Ella menatap suaminya.

Daffin menghela nafas. "Meski kita sudah sepakat untuk hal itu, kamu istriku secara sah, Ella! Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Ella terbelalak karena terkejut dengan perkataan pria itu.

"Tidak! Aku akan tetap pergi. Kamu tidak perlu bertindak sejauh itu, aku bisa menjaga diriku dengan baik." balas Ella kemudian.
Daffin langsung menghampiri Ella dan mendongakkan kepalanya. "Tidak bisa, sekali tidak bisa tetap tidak bisa, nyonya William!"

"Aku akan tetap... mphhh...."

Daffin langsung mencium bibir Ella dengan lembut. Melumat bibir yang selalu menentangnya itu dan menggigitnya pelan. Setelah mendapat akses, pria itu langsung memasukkan lidahnya dan menyapa lidah Ella. Dia menyesapnya dalam-dalam.

"Mphhh...  Daffin!" Ella langsung mendorong Daffin saat oksigen mulai mengkhianatinya.

Dia mengangkat tangannya untuk memukul pria itu namun langsung ditahan oleh Daffin. "Jika memberontak, akan kulakukan lebih dari ini," ucap Daffin dingin.

Close Your Eyes Where stories live. Discover now