11

9K 576 1
                                    

Sungguh Daffin tidak habis pikir dengan tindakan Ella yang keras kepala. Wanita itu benar-benar akan pergi sore ini.

Dia menatap laporan dan formulir yang diberikan oleh dokter Vero selaku ketua panitia kegiatan itu dengan kesal.

"Maaf, dokter Daffin. Apa ada yang perlu saya ubah lagi?" tanya Vero takut-takut, dokter berumur limapuluh tahun yang bernama asli Verona itu.

"Tidak. Aku ingin kalian mengawasi Ella dengan baik dan jangan membiarkan istriku melakukan hal berbahaya." jawab Daffin datar.

"Baik, dok. Tapi kurasa dokter Daffin lebih tahu bagaimana sikap dokter Ella." ujar Vero menahan senyum. Tidak pernah pria dingin yang santai dan arogan itu terlihat khawatir, bahkan dalam kasus operasi besar sekalipun. Namun, status pernikahan mereka menunjukkan alasannya. Pasti pria itu mengkhawatirkan istrinya yang gegabah dan keras kepala.

"Batasi saja kegiatannya, dia terlalu pemberani." ujar Daffin dan langsung pergi.

Daffin pun menghampiri Ella yang baru keluar dari ruang pasien. Ella melakukan pemeriksaan ulang lebih awal bersama seorang perawat yang mungkin akan menggantikan pemeriksaan berkala itu selama dia pergi.

"Kenapa kamu keras kepala Ella?" kesalnya.

Ella menghampiri suaminya saat pekerjaannya sudah selesai. Perawat yang disana pun pamit pergi. "Sudah kubilang aku ingin ikut." jawab Ella ketus.

"Desa itu terpelosok dan kehidupan disana sangat berfokus pada budayanya yang kolot dan percaya pada mistis, Ella." kata Daffin.

"Justru itu aku perlu kesana. Membantu agar mereka tidak sesat dan agar mereka menerima bantuan medis tanpa merusak kebudayaannya." balas Ella tidak kenal takut.

"Kamu benar-benar keras kepala!" Daffin benar-benar tidak habis pikir.

"Terserah!" ujar Ella malas.

Daffin menghela nafasnya. "Jangan melepaskan cincinmu selama disana." ucapnya.

Ella menengadah menatap suaminya seraya menautkan kedua alisnya.

"Aku tidak ingin kamu melepaskan cincin pernikahan kita selama disana, Ella! Mengerti?"

"Baik. Itu artinya kamu memberiku izin, kan? Tidak akan kulepas!" balas Ella segera. Jangan sampai pria itu berubah pikiran, jadi dia harus mengiyakan dengan mantap.

Pukul empat sore, dihalaman depan rumah sakit W terlihat sang direktur utama memberikan arahan pada ke dua belas dokter yang akan diutus ke desa Niskalawi yang berada di ujung barat melewati hutan luas.

"Selamat mengabdi semuanya," ucap Fajumi menutup pidatonya dan disambut dengan tepuk tangan meriah mereka.

Para dokter itu langsung sibuk mengangkat barang-barang mereka ke dalam bus, juga keperluan medis tentunya.

Fajumi menghampiri keponakannya. "Kamu seharusnya tidak membiarkan Ella ikut, Daffin." ucap Fajumi menggeleng-geleng.

"Dia sangat bersikeras, tan. Tante tahu sendiri jika Ella itu bagaimana," jawab Daffin.

"Kamu harus menjelaskan ini pada mamamu yang justru ikut memarahiku, karena aku menandatangani surat itu. Lagian tempat itu sangat jauh, bagaimana bisa kamu membiarkan istrimu pergi?"

"Ah, sudahlah, tan. Aku ingin bicara dengan istri ku sebentar." ucap Daffin meninggal Fajumi dan menghampiri Ella.

Ella menatap suaminya yang mendekat. "Ada apa? Jangan berubah pikiran lagi!"

"Jangan melakukan hal berbahaya, jangan melupakan jam makan dan istirahat mu, jangan membuat warga di sana kesal karena keras kepala mu, jangan melawan seniormu, dan jangan melepaskan cincinmu!" ucap Daffin dengan tegas.

Ella mengangguk mantap.

Daffin langsung memeluk Ella dengan erat. "Balas pelukan ku, Ella. Kakek ada di mobilnya, dia kesal karena aku memberi izin padamu." bisik Daffin.

Ella langsung melingkarkan tangannya di pinggang Daffin.  "Maaf, terimakasih." ucap Ella.

"Berjanjilah untuk tidak membuat onar!" kesal Daffin menatap serius istrinya.

"Iya. Aku bukan anak kecil, Daffin."

"Ella?"

"Iya?" balas Ella mengankat kepalanya dan menatap suaminya yang menatapnya dalam.

"Telepon aku setiap saat, mengerti?" ucap Daffin serius.

"Kenapa? Aku tidak yakin disana ada jaringan." Ella sedikit ragu.

"Aku ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja, hanya itu." jawab Daffin.

"Baiklah, suamiku. Sepertinya kamu sedikit berlebihan," uar Ella seraya melepaskan pelukannya.

"Hey Ella! Haruskah kami pergi tanpamu?" tanya teman-teman Ella yang sudah berangsur angsur naik ke bus dengan maksud menggoda suami istri itu.

"Daffin lepaskan, kami akan pergi." ujar Ella lantaran suaminya masih belum melepaskan dekapannya.

Daffin menggeleng. "Akan ku lepas jika kamu mencium ku."

"Kamu sudah gila, ya?" Kesal Ella namun pria itu justru mengencangkan pelukannya.

"Kamu pasti sudah gila!" Kesal Ella menggerutu.

Dia berjinjit dan mendaratkan ciuman di pipi Daffin. "Sekarang lepaskan aku, Daffin!" ujar Ella.

Daffin diam sejenak, lalu memutuskan untuk mencium pucuk kepala Ella dan akhirnya membiarkan wanita itu pergi.

Close Your Eyes Where stories live. Discover now