54

6.7K 386 0
                                    

"Apa yang kamu makan?" Tanya Ella dan langsung duduk di samping Kai.

"Mie instan, kamu mau?" Tanya Kai balik dan Ella mengangguk.

"Kamu tidak boleh memakannya!" Ucap Andrew yang berlalu.

"Memangnya kamu siapa mengatur-atur hidupku?" Kesal Ella memutar bola matanya dengan malas. Dia langsung meraih mangkuk Kai dan memakan mie instan pria itu.

Kai menelan salivanya, dia baru memakannya satu sendok dan sekarang dia sudah tidak bisa memilikinya.

"Mm, enak! Kamu pintar memasak." Puji Ella.

"Tapi suamiku jauh lebih hebat. Aku merindukannya," ujar Ella ditengah kesibukannya memakan mie instan itu.
Kejadian tadi meyakinkannya pada suatu hal. Kepercayaan dan ketenangan diri akan membuatnya bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dia tidak ingin satupun mengusiknya dari kekhawatiran yang dia buang jauh-jauh. Dia meyakini bahwa kakaknya akan bertindak cepat, dia juga mempercayai bahwa ada alasan dibalik dendam kedua belah pihak itu.

"Apa yang suamimu bisa masak? Akan ku masakkan untukmu!" Ucap Kai. Mereka semua terkejut dan menatap pria itu.

"Dia handal dalam semua hal! Kamu tidak akan bisa menyainginya!" Jawab Ella sombong.

  "Baiklah nyonya Ella, terserah padamu! Jangan memintaku apapun karena kebaikan ku sudah habis di malam itu." Ujar Kai.

"Apa? Apa kamu dulunya baik?" Tanya Ella tanpa menoleh. Dia fokus makan dan menyeruput kuah mie instan itu sampai ludes tak bersisa.

"Tidak juga. Aku juga pembunuh!" Jawab Kai dan pergi ke dapur.

"Jadi aku satu-satunya yang bukan pembunuh disini?" Tanya Ella menatap orang-orang di sana kemudian mengangguk-angguk mengerti.

"Hey! Apa kamu bisa mencarikan ku coklat panas?" Tanya Ella pada pria didepannya.

Pria itu menoleh dan menunjuk dirinya sendiri.

"Aku mau coklat panas yang dijual di depan rumah sakit William. Mereka juga punya roti yang enak," balas Ella pada tatapan bingungnya.

"Belikan saja!" Ujar Andrew yang kini duduk kursinya.

"Sesekali kamu harus membantah pria itu jika ingin bebas. Kalian terjangkit virus membunuh karena dia!" Ucap Ella keras agar semua mendengarnya.

Mereka menelan ludah dan menatap Andrew takut. Mereka takut jika bosnya marah dan takut juga jika si ibu hamil itu akan terkena masalah karena ucapannya sendiri. Sungguh bos mereka adalah seorang pria penuh murka dan dendam.

"Sudah selesai? Aku akan membunuhmu jika bicara lagi," ujar Andrew.

"Sudah!" Jawab Ella santai.

"Aku yakin kita tidak akan bisa beristirahat tenang!" Keluh salah satu hati yang ada di sana.

🖤🖤🖤

Daffin melakukan mobilnya dengan cepat. Dia membelah jalanan yang tidak sepi itu tanpa memperdulikan rambu lalulintas.

Dia memarkirkan mobilnya dan berlari memasuki kantor Alex, saat tiba disana semua orang ternyata sudah menunggunya.

"Apa ada kemajuan?" Tanyanya.

"Korban di temukan di ujung kota, dan ada saksi saat itu. Seorang remaja yang tidak sengaja melihat komplotan bersenjata membuang mayat korban di jalanan, benar jika pelakunya adalah Falcon. Remaja itu menggambarkan lambang mereka." Jelas Alex.
Ghio yang baru datang menepuk tangannya.

"Bagus pak polisi, tapi aku lebih cepat dari kalian. Aku tahu mereka tidak ada di kota ini, gedung itu ada di hutan dan lihat ini!" Ucap Ghio menunjukkan video di ponselnya.

Video itu menunjukkan lima orang remaja nakal yang sedang menguji adrenalin di sebuah hutan dan mendapatkan gedung kuno yang sama persis di gambar yang diberikan Ella. Video itu adalah jejak internet sepuluh tahun yang lalu dan gambarnya benar-benar sama dengan bentuk bangunan itu. Anak-anak itu tidak berani kesana dan langsung pulang sambil berteriak ketakutan.

"Ella pasti sangat ketakutan saat ini. Maafkan aku sayang," ujar Daffin dan langsung pergi.

"Ahk! Sialan! Kenapa dia buru-buru sekali?" Decak Ghio. Dia dan yang lainnya langsung mengikuti Daffin yang panik itu. Daffin benar-benar tidak bisa berpikir tenang, makannya tidak berselera dan dia tidak bisa memanjakan matanya. Sungguh Ella adalah segalanya baginya.

Close Your Eyes Where stories live. Discover now