23

60 34 77
                                    

Cuaca hari ini terasa cukup hangat. Michael pergi keluar rumah, dan keningnya berkerut penasaran ketika ia melihat sebuah mobil pick-up di halaman rumah.

Terlihat, Dexter membantu pekerja kebun mengangkat kotak kayu berisi buah-buahan dan menaruhnya di mobil pick-up tersebut. Apa mereka akan mengirim buah-buahan itu ke pasar?

Penasaran, Michael pun menghampiri papanya. Kedatangannya menarik perhatian pria baya itu.

"Halo, sobat," sapa Dexter. "Tidurmu nyenyak?"

"Lumayan," jawab Michael. Matanya mengikuti seorang pekerja kebun yang tengah berbicara dengan sopir mobil pick-up. "Ke mana mereka akan membawa semua buah-buahan itu?"

"Ah, aku lupa memberitahumu." Senyum Dexter mengembang. "Hari ini adalah hari pertama festival musim panas. Mereka akan mengirim buah-buahan itu ke sana dan menjualnya. Paman dan bibimu telah berangkat lebih dulu untuk mengatur tempatnya."

"Festival musim panas?" Michael membeo, meminta penjelasan lebih.

"Festival ini diadakan selama dua hari di akhir pekan setiap awal musim panas," jelas Dexter. "Aku akan ke sana setelah ini. Kau mau ikut?" ajaknya.

Michael memikirkan tawaran itu untuk sesaat. Paman dan bibinya tidak ada di rumah. Jika Dexter juga pergi ke festival itu, ia bisa menggunakan kesempatan itu untuk kabur selagi rumah sepi. Dia bisa menumpang dan pergi ke Brooklyn. Ya! Itu ide yang bagus, 'kan?

"Entahlah... kurasa aku akan tinggal di rumah saja," tolak Michael halus.

"Begitu?" Dexter mengulas senyum jahil. "Kau serius? Padahal Tavi juga akan di sana, loh. Kau yakin tidak ingin menggunakan kesempatan itu untuk mendekatinya?"

Michael segera terdiam ketika nama Tavi disebut. Dengan nada malu-malu, ia bertanya, "Tavi akan datang ke festival juga?"

"Tentu saja," jawab Dexter. "Tavi adalah gadis yang suka berinteraksi dengan banyak orang. Aku yakin dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk pergi ke festival ini."

Well... mungkin rencana kaburnya harus ditunda dulu.

"Kalau begitu, aku mau ikut denganmu ke festival," putus Michael.

Mendengar jawaban tersebut, Dexter pun tersenyum puas. "Aku akan mengganti bajuku, kalau begitu."

ㅤㅤ
Tempat itu ramai. Festival musim panas itu diadakan di alun-alun kota. Michael bergumam rendah, menatap kagum tempat tersebut. Alun-alun itu dihias dengan berbagai macam dekorasi berwarna cerah. Stand makanan dan minuman juga dihias sebagus mungkin demi menarik perhatian pembeli.

Tak hanya menjual makanan dan minuman, ada pula yang menjual pernak-pernik, alat kebutuhan rumah tangga, dan berbagai jenis kerajinan tangan. Juga, ada tempat khusus yang disediakan untuk stand permainan, seperti game melempar bola, mencapit boneka, dan tembak sasaran.

Dexter merangkul pundak Michael, menjaga pemuda itu agar tak tersesat di tengah ramainya alun-alun kota. Beberapa wanita muda yang mengenalinya menyapa, beberapa dari mereka akan terkikik senang ketika Dexter tersenyum atau membalas sapaan mereka.

"Ternyata benar apa yang dikatakan Tavi," celetuk Michael tiba-tiba. "Kau cukup digemari para wanita di sini."

Dexter terkekeh kecil. "Can you blame me? Toh, aku memang tampan."

Perkataan penuh percaya diri itu membuat Michael memutar bola matanya, meski tak ayal, sudut bibirnya berkedut menahan senyum.

"Oh! Dexter!"

Mereka berhenti berjalan ketika seorang wanita memanggil Dexter. Michael memperhatikan wanita muda itu. Ia tak dapat menahan diri untuk tidak menilai penampilan wanita itu yang terkesan... sensual.

Michael mengalihkan pandangan, menjaga matanya agar tak melirik ke arah dada wanita itu yang seakan hendak melompat keluar dari kaos ketatnya.

"Halo, Nadine," sapa Dexter.

"Mau berkeliling bersamaku?" ajak wanita bernama Nadine tersebut.

Dexter tersenyum sopan. "Maaf, Nadine. Aku kemari untuk membantu kakakku—" ia meremas pundak Michael, "juga untuk membawa putraku berkeliling."

Satu kata itu berhasil menarik perhatian Nadine. Dan seakan baru menyadari keberadaan seorang pemuda yang berdiri di samping Dexter, wanita itu terkesiap.

"Kau tidak pernah memberitahuku kau sudah punya anak," ujarnya. Wanita itu membungkuk sedikit, membuat Michael menjauhkan wajah secara reflek karena disuguhkan sebuah pemandangan yang... tak terlalu etis bagi anak remaja.

"Halo, sweetheart," sapa Nadine. "Siapa namamu?"

Kening Michael berkerut samar. Ia tidak suka dengan cara bicara Nadine kepadanya. Wanita itu berbicara padanya seolah Michael bocah ingusan berumur lima tahun yang baru bisa bicara.

"Namaku Michael."

"Oh, kau sungguh anak yang manis!" Michael meringis ketika Nadine tiba-tiba mencubit pipinya karena gemas. "Kau punya mata biru gelap yang mirip dengan milik Dexter! Kalian berdua juga sama-sama tampan, aku yakin kau akan memiliki banyak penggemar di sini."

Seakan dapat merasakan ketidaknyamanan putranya, Dexter segera menarik pemuda itu dari Nadine, menjaga Michael di sampingnya. "Kurasa kami harus segera pergi. Matthew dan Emira sudah menunggu kami."

Meski terlihat kecewa karena tidak dapat berduaan bersama Dexter, Nadine terpaksa mengulas senyum. "Oh, tentu."

Tanpa membalas, Dexter segera menarik Michael pergi. Ia bisa mendengar pemuda itu mengembuskan napas lega begitu mereka menjauh dari Nadine.

"Maaf," ucap Dexter. "Nadine memang cukup agresif dengan rasa sukanya padaku."

"Dia membuatku ngeri," aku Michael.

Dexter terkekeh ketika ia merasakan tubuh Michael bergidik. "Aku tahu. Dia cukup membuatku kewalahan untuk menghindarinya. Nadine adalah wanita yang keras kepala. Begitu dia menginginkan sesuatu, dia harus mendapatkannya."

"Sepertimu?"

Balasan itu membuat Dexter terdiam. Begitu saja, percakapan di antara mereka terhenti.

Sesampainya mereka di stand milik Matthew, Dexter segera membantu kakaknya melayani pelanggan, meninggalkan Michael termangu sendiri. Pemuda itu menoleh ke sekitar, dan matanya menangkap keberadaan seseorang di tengah ramainya alun-alun.

Senyum Michael mengembang, matanya berbinar antusias ketika pemuda itu berlari kecil menghampiri gadis tersebut.

"Tavi!" serunya.

Gadis itu tidak mendengarnya. Michael berusaha membelah keramaian sambil sesekali menyerukan nama Tavi. Akan tetapi, senyumnya perlahan meluntur begitu menyadari bahwa Tavi tidak sendirian.

Seorang pemuda menghampiri gadis itu terlebih dahulu, menyentuh pundak Tavi untuk menarik perhatiannya. Michael melihat gadis itu berbalik dan terkesiap ketika menyadari keberadaan si pemuda.

Dan sesuatu yang mengejutkan terjadi. Dada Michael seakan dihantam oleh sesuatu ketika ia melihat keduanya berpelukan. Bahkan Tavi terlihat biasa saja ketika pemuda asing itu mencium pipinya. Apakah dia kekasih Tavi? Tapi... bibinya bercerita bahwa Tavi tidak sedang mendekati siapa pun. Lalu, siapa laki-laki itu?

Michael mengalihkan pandangan, tak sanggup melihat kebersamaan kedua sejoli tersebut. Netranya sempat bertemu dengan mata Tavi, namun sebelum gadis itu sanggup bereaksi, Michael telah lebih dulu membalikkan badan dan berjalan pergi dari sana.




TBC.

ㅤㅤ
Spam next yuk! See you on next chapter!

ㅤㅤ
[ 16th September, 2023 ]

Ghost Of The Past [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang