60. Varel meninggal?

94 9 0
                                    

Rasa sakit itu kini sudah terbayarkan semuanya

-Varel Dirgantara
***

Zidan dan Yoonji sedang berjalan-jalan di taman rumah sakit. Zidan ingin tau semua nya mengenai anak remaja itu, karena ia tak pernah tau kalau Abang nya itu mempunyai anak dari orang lain selain dari melati istri nya itu. Saat pertama kali mendengar pun ia sangat terkejut tak percaya bahwa abangnya melakukan itu sampai mempunyai anak.

"Yoonji," panggil Zidan pada Yoonji. Lantas cowok itu pun menengok melihat Zidan.

"I-iya om?" Jawab Yoonji gugup. Pasal nya ia baru pertama kali melihat Zidan. Selama ia tinggal bersama Varel dan Veronica di rumah ia sama sekali tak bertemu denga pria itu. Ini baru pertama kalinya ia bertemu dengan om nya.

"Saya mau minta tolong, boleh?" Tanya Zidan dan langsung di angguki oleh Yoonji, "tolong jaga Veronica."

Yoonji mengerutkan keningnya bingung. Apa maksud yang Zidan ucapkan? Tapi Yoonji pun mengangguk meski tak tau apa arti dalam ucapan itu, "saya akan jaga kak Veronica dengan baik," ucap Yoonji yakin.

"Terimakasih. Saya serahkan Veronica pada kamu. Jaga dia dengan baik, jangan buat dia nangis," lagi Yoonji mengangguk.

Lalu setelah itu Zidan pun melenggang pergi dari sana meninggalkan Yoonji sendiri di taman rumah sakit. Yoonji melihat lamat-lamat punggung pria itu sampai menghilang, "apa maksud om Zidan?" Tanya nya pada diri sendiri.

***

Di sebuah ruangan berwarna putih serta bau obat-obatan Zidan duduk di depan seseorang yang memakai jas putih. Ia menemui dokter Ivan. Dokter yang menangani keponakannya itu. Terlihat jelas dokter Ivan menghembuskan napas gusar.

"Baik kalau itu mau bapak. Saya akan urus," ucap dokter Ivan pada Zidan.

"Saya mau Varel sembuh. Setelah melihat Veronica sehancur itu..... Saya jadi kepikiran akibat nanti Varel meninggalkan nya," ucap Zidan.

"Saya juga bisa merasakan kesedihan Veronica, pak. Selama Varel cuci darah, saya selalu melihat Veronica menangis di luar ruangan," ucap dokter Ivan menjelaskan semuanya.

"Saya sarankan lebih baik bapak tinggal disini, menjaga Veronica. Saya lihat Veronica sangat membutuhkan sosok orangtua nya. Ya walaupun saya tau kalau orangtua mereka sudah tidak ada," ucap dokter Ivan lagi.

"Terimakasih atas saran nya, dok. Saya akan menjaga Veronica. Namun... saya mau kesembuhan Varel dulu yang harus saya prioritaskan,"

***

Veronica terus saja menangis sambil memeluk tubuh Varel yang terbaring lemas. Seakan tak mau membiarkan Varel pergi begitu saja, ia masih mau Varel tetap disini dan tak meninggalkan nya sendiri. Ia sudah lelah dengan kata meninggalkan.

"Lo bertahan ya, Rel?" Ucap Veronica lagi. Entah sudah berapa kali Veronica terus saja mengucapkan kalimat itu sampai Varel pun bosan mendengarkan nya.

Tangan Varel yang bebas dari pelukan Veronica itu pun terangkat mengusap lembut puncak kepala nya. Veronica pun mendongakkan kepalanya menatap Varel, "ginjal gue rusak, Nic," ucap Varel lemas.

Varel mulai merasa sesak di dadanya, meski ia di batu oleh masker oksigen tapi ia masih merasakan sesak. Seketika Veronica pun panik dan ingin memanggil dokter namun tiba-tiba Varel menarik tangan Veronica, "kenapa?" Varel menggelengkan kepalanya.

"G-gue p-pengen ketemu Aurora," ucap Varel terbata-bata. Suara Varel cukup kecil namun masih bisa di dengar oleh Veronica.

Veronica menelan salivanya susah payah lalu ia mengangguk dan pergi untuk memanggil Aurora yang berada di luar ruangan.

Tak butuh waktu lama penglihatan Varel tertuju pada gadis yang berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum saat melihat Aurora yang begitu cantik hari ini dengan balutan dress putih selutut. Aurora pun menghampiri Varel lalu duduk di kursi samping brankar, tangan nya tergerak mengelus puncak kepala Varel lembut.

"Ayo sembuh," ucap Aurora. "Ayo kita mulai dari awal tapi kamu harus sembuh dulu," ucap Aurora lagi. Buliran bening pun jatuh dan membasahi pipinya. Hati nya begitu sakit melihat kekasihnya terbaring lemas seperti ini. Jika ia memilih biar ia saja yang menggantikan Varel. Biar ia saja yang kesakitan tapi jangan orang yang ia sayang. Ia masih belum sanggup untuk kehilangan Varel.

"R-ra," panggil Varel. Varel menghapus air mata yang membasahi pipi gadis itu. Ia bisa merasakan kalau Aurora sedang hancur. Air mata berharga Aurora keluar gara-gara nya, "j-jika s-seandai nya aku pergi, kamu jangan n-nangis ya? N-nanti a-aku b-berat ninggalin kamu."

"Kamu ngomong apa sih? Kamu pasti sembuh. Jadi, jangan ngomong kayak gitu, kamu nggak akan ninggalin aku," elak Aurora karena tak setuju dengan ucapan Varel.

"A-aku u-udah n-nggak kuat, Ra," suara parau membuat hati Aurora sakit. Veronica dan juga yang lainnya pun ikut merasakan hal yang sama.

"Kamu harus bertahan, sedikit lagi aja," ucap Aurora. Varel melihat ke arah teman-teman nya dan mengode pada Renda untuk mendekat. Seketika Renda pun menghampiri nya.

"Gue yakin lo kuat, Rel," ucap Renda.

"N-nanti k-kalau g-gue enggak ada. T-tolong j-jagain dua ratu gue ya?."

"Lo ngomong apa sih? Gue yakin lo kuat. Lo harus bertahan untuk jaga mereka berdua."

"G-gue mohon, Ren," mohon Varel. Varel merasakan sesak lagi dan membuat mereka semua khawatir. Lalu pandangan melihat ke arah Veronica yang sedang menangis.

Tanpa banyak waktu Veronica pun langsung menghampiri Varel dan memeluk cowok itu. Tangisan nya luruh sampai mengenai baju pasien Varel. Hati nya hancur melihat kakak nya seperti ini. Tangan Varel tergerak untuk menghapus air mata Veronica, dia menatap Veronica.

"Bertahan," lirih Veronica.

"N-nic, janji sama gue kalau..... Gue enggak ada lo bisa sendiri."

"Gue enggak mau. Mau nya ada Lo," tolak Veronica.

"G-gue c-capek."

"Capek istirahat tapi nanti bangun lagi."

"G-gue m-mau lo ikhlaskan gue supaya gue pergi nya dengan tenang."

"Nggak. Lo nggak akan pergi, Lo tetep disini bareng gue, Aurora, Yoonji, dan anak-anak cariozz juga."

Varel kembali merasakan sesak dan kini di barengi oleh suara monitor yang terdengar nyaring. Sontak mereka semua pun kelimpungan mencari tombol untuk memanggil dokter. Di sela-sela kesadarannya yang semakin menipis Varel berucap, "g-gue pamit."

Suara monitor itu melengking berbunyi nyaring menyeruak ke seluruh ruangan. Dokter pun datang untuk memeriksa keadaan Varel namun beberapa detik setelah memeriksa dokter Ivan menggelengkan kepalanya. Detak jantung Varel tak berdetak lagi Jiwa nya melebur meninggalkan semua luka dari hati semua orang yang menyayanginya.

"NGGAK! LO NGGAK BOLEH PERGI REL!!" teriak Veronica.

"S-sayang a-ayo bangun, kan kita mau mulai dari awal," Aurora terisak, hati nya teriris bagai pisau yang tajam menusuk hatinya. Dia telah kehilangan seseorang yang dia cintai.

"Ayo bangun, Rel," Veronica juga sama terisak nya seperti Aurora. Kini pangen mereka tak lagi ada.

"Selamat tidur, Pangeranku. Aku harap kita bisa ketemu lagi suatu saat nanti," gumam Aurora yang tak henti-henti nya mengeluarkan air mata.

END

***
Terimakasih kepada para pembaca Varel dan terimakasih karena udah mau vote. Sekarang cerita ini udah end, tetep dukung aku di cerita-cerita lain ya. Aku udh punya rencana untuk buat series cariozz.

Maaf jika ada salah kata selama di cerita ini.

Varel [END] Where stories live. Discover now