Prologue

10.2K 1.2K 188
                                    

Happy reading

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Happy reading

🌷🌷🌷🌷🌷

Messy terbangun dengan kepala pusing dan mata sembab. Sudah berhari-hari hal yang sama terjadi. Lingkaran gelap di sekitar matanya sudah tak sanggup lagi diselamatkan dengan concealer tebal sekalipun. Kalau ada yang ingin dia salahkan di dunia ini, maka tentu saja ini adalah murni kesalahan dia dan Jendra.

Mana ada, sih, pasangan yang menjalani sebuah hubungan selama bertahun-tahun tetapi sejak awal mereka sudah menyadari bahwa hubungan mereka tidak akan kemana-mana? Semua orang mengenal mereka sebagai stupid college sweetheart. Saling mencintai, tapi seluruh dunia bertaruh bahwa tak akan ada akhir bahagia bagi mereka. Mereka berpacaran sejak tahun kedua kuliah hingga seminggu yang lalu.

Messy berjalan ke toilet yang terletak di sebelah kamarnya dan melihat wajah bangun tidurnya yang mengerikan. Rambut yang mencuat kemana-mana, pipi yang tirus akibat dia kehilangan selera makan, mata bengkak karena beberapa malam ini dia tertidur setelah kelelahan menangis.

Messy segera mencuci mukanya dan menjalankan kewajiban paginya. Oh, lupakan Jendra. Hidupnya harus berjalan terus walaupun hatinya berantakan. Runtutan tugas di rumah dan di kantor menunggunya, tanpa peduli kalau tubuh dan pikirannya rasanya tak sinkron.

"Halo, Kak," sapa Mahendra menatap Messy dengan alis berkerut.

Messy menghindari tatapan papanya dengan mengibaskan rambutnya, "Pagi, Pa. Mau aku bikinin kopi?"

Mahendra menggeleng, "Nggak usah, Kak. Papa udah bikin sendiri. Kakak atau Papa yang mau masak sarapan?"

Messy menyiapkan talenan dan pisau kemudian membuka kulkas, "Aku aja. Telur dadar kornet aja ya, Pa?"

Mahendra mengangguk, "Papa sama Mahes ikut kakak mau masak apa. Kami, kan, doyan segalanya, Kak," lanjut Mahendra tersenyum.

Messy mengangguk dan berkonsentrasi memasak. Papanya benar. Beruntung, Papanya dan Mahesa tak pilih-pilih soal makanan.

Sejak mamanya meninggal setahun yang lalu, Messy dan Papa Mahendra, bergantian memasak. Tak ada yang lebih dia kagumi dibanding papanya di dunia ini. Dulu, ketika mama masih hidup, hidup mereka termanjakan karena mamanya adalah ibu rumah tangga yang jago memasak maupun membereskan rumah. Tetapi, setelah Mama Mariana meninggal karena kanker, Mahendra tak berlama-lama larut dalam kesedihan. Dia mengambil alih semua pekerjaan Mariana agar hidup Messy dan Mahesa, putra putri mereka, tetap berjalan dengan baik dan senormal mungkin. Membuat Messy menaruh hormat dan kekaguman yang luar biasa pada Papanya.

"Kakak berangkat sendiri? Mau bareng Papa aja?"

Messy mengangguk, "Naik motor sendiri aja, Pa. Papa telat kalo anter aku dulu."

Messy berkata jujur. Kantor papanya di daerah Kepatihan Malioboro, sedangkan kantornya di Jalan Solo.

"Bawa jas hujan, Kak. Jogja lagi mendung-mendung terus."

Messy mengangguk, "Bawa terus, kok."

"Kok Papa belakangan nggak pernah liat Kakak dijemput sama Jendra lagi?" tanya Mahendra.

Messy tak terlalu terkejut dengan pertanyaan Papanya. Yah, dia berpacaran dengan Jendra bukan setahun dua tahun. Wajar seluruh keluarganya mengenal Jendra dengan baik. Apalagi, mereka memang keluarga yang tak sungkan untuk kepo, apabila Jendra tak muncul selama beberapa hari saja di rumah mereka, mereka akan menanyakan Jendra kemana.

Messy hanya bergumam. Memilih tak menjawab pertanyaan papanya.

"Papa nggak mau ikut campur sama hubungan Kakak. Papa selalu yakin Kakak bisa menentukan yang terbaik untuk Kakak sendiri," ujar Mahendra.

Messy menghela napas. Bersyukur pilihannya tepat untuk memilih diam.

"Papa mandi dulu aja, deh. Habis itu kita sarapan bareng," sahut Messy dan membuat Mahendra meninggalkan dapur dengan senyum.

Setelah menyelesaikan memasak, Messy bergegas mandi. Jam kantornya tak seketat papanya yang bekerja sebagai abdi negara, tetapi dia selalu menyukai sarapan bersama dengan beliau, seperti pagi ini.

Mahendra bertanya tentang proyek yang sedang dikerjakan Messy dan timnya. Dia bekerja di NayaDwipa, perusahaan advertising dan EO, sejak lulus kuliah.

"Dek, ayo sarapan sekalian," tawar Mahendra setelah siap dengan seragam coklat beliau, "Kakak bikin dadar kornet sama sambel kecap."

"Masih ngantuk," jawab Mahesa malas-malasan di sofa dengan ponsel di tangannya, "Jangan dihabisin, Kak. Aku makan sebelum kuliah. Jam sembilan," tambah Mahesa lagi.

Messy belum sempat menjawab ketika terdengar gerbang depan digeser dan pintu rumah diketuk. Mahesa malas-malasan bangkit karena posisinya memang paling dekat dengan pintu rumah.

"Hai, Hes," sapa sebuah suara yang membuat Messy tertegun dan nyaris menjatuhkan sendok, "Kuliah siang?"

"Halo, Mas. Jemput Kakak?" tanya Mahesa, "Kakak masih sarapan. Mau gabung?" lanjut Mahesa bergeser sehingga tamu di pagi hari ini bisa masuk ke ruang tamu seperti biasanya. Mahesa juga tak merasakan sesuatu yang berbeda. Bukankah tamu kakaknya ini sudah seperti kakak laki-laki baginya selama ini?

Wajah Messy langsung memucat menatap Jendra dengan senyumnya yang hangat bergabung bersama di meja makan tanpa canggung. Senyum yang sejujurnya Messy rindukan setengah mati dan setiap malam dia tangisi seminggu belakangan ini.

"Apa kabar, Om? Kemarin, MU kalah lagi. Gimana, nih, Om?" tanya Jendra dengan akrab.

Mahendra tersenyum. Sejujurnya, dia menyukai Jendra. Akan tetapi, bagaimanapun juga, dia memahami kerumitan hubungan Jendra dan putri sulungnya ini. Dia percaya putri sulungnya sanggup mengambil keputusan besar yang tepat bagi dirinya sendiri.

Messy menatap Jendra yang asyik membahas Liga Inggris dengan papanya dengan tatapan nanar. Sia-sia sudah usahanya seminggu ini. Mengapa Jendra tidak membuat ini semua jadi lebih mudah bagi mereka berdua?

💗💗💗💗💗💗

Song : Peri Cintaku-Ziva Magnolya

Hai, apa kabar kalian? ❤️

Ada yang inget sama Messy?

Aku kangen nulis di WP, pengennya sih terbit seminggu sekali, tapi so sorry, kayaknya susaaah kali ini 😂

Enjoy the story, see you in the next chapter 🌻🌻

This Too Shall PassKde žijí příběhy. Začni objevovat