Chapter 4-Time To Wrap This Up!

3.2K 642 65
                                    

Happy reading 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy reading 

🌹🌹🌹🌹

Messy tertawa lepas bersama kedua sahabatnya. Kalau di kantor, dia punya Shera dan Gandhi, jauh sebelum itu, dia punya Sabrina dan Hilda yang selalu menjadi rumahnya. Mereka berdua yang tetap mendukung segala keputusan Messy, sering mencela, tetapi tak pernah pergi.

"Tante kangen banget denger suara ketawanya Messy," ujar Bunda Sabrina tersenyum sambil memotong semangka.

"Ketawanya lepas banget macem orang nggak punya utang, ya, Tante?" timpal Hilda nyengir.

"Padahal beban hidup aku banyak, loh," jawab Messy sekenanya.

"Yah, selama masih kemana-mana sama Jendra, sih, gimana mau berkurang, Mess?" timpal Sabrina mengompori Messy yang sedang serius menata jajanan di piring-piring besar.

"Tante ketemu Jendra tadi di depan. Kayaknya Jendra makin hari makin keliatan dewasa," ujar Bunda Sabrina, "Jadi inget dulu Jendra pas masih culun, sering banget jemput Messy di sini."

Messy mengangguk membenarkan. Entah mengapa, dia ingin tersenyum lebar. Dulu, Jendra tampak tinggi dan kurus, lebih tepatnya ceking, sih, tetapi hormon testosteron bekerja dengan baik pada tubuh Jendra. Sekarang, bahunya semakin lebar dan lengannya semakin kokoh. Wajahnya juga semakin dewasa dan matang. Semakin tampan.

"Yang dipuji Jendra, kenapa kamu yang senyum-senyum gitu, sih?" cerca Hilda dan membuat Sabrina tergelak.

"Kalau Hilda kapan nyusul Sabrina? Elang kapan pulang dari Australia?" tanya Bunda Sabrina.

Mereka bertiga memang sangat dekat sejak dahulu, sehingga ibu-ibu mereka pun mengenal mereka dengan baik.

Hilda meringis, "Doanya aja, Tante."

"Kapan Dek Elang selesai S2, tuh, Kak Hilda?" tanya Messy menggoda.

"Baru juga jalan satu semester, Tante Messy," Hilda menjawab dengan kalem.

Kabarnya, Elang jatuh cinta pada pandangan pertama pada Hilda. Mereka bertemu pertama kali di Kantin Teknik. Sederhana saja, mereka bertiga sedang makan siang tepat di jam makan siang dan Elang celingukan kehabisan tempat, karena merupakan peak hour bagi mahasiswa kelaparan, kemudian melihat masih ada satu kursi kosong dan dia bergabung bersama kami, anak-anak arsitek. Dia kuliah di Teknik Mesin, dua angkatan di bawah mereka. Messy ingat, Elang benar-benar barbar ketika mendekati Hilda. Ugal-ugalan. Bucin mampus. Padahal Hilda tampak tak tertarik berpacaran dengan brondong dan tak pernah menganggap serius pendekatan dari Elang.

"Aku nggak ditanya, Tante?" tanya Messy nyengir lebar, "Tadi kondangan ke temennya Jendra, dong, aku dapet lemparan bunga."

Sontak Sabrina menoleh, "Wih, masalahnya nikahnya sama Jendra atau orang lain, tuh, Mess?"

Messy nyengir, "Yah, menurut ngana?"

"Seratus persen enggak sama Jendra," ujar Hilda, "Kamu mau taruhan sama aku?" lanjut Hilda menantang Sabrina.

This Too Shall PassWhere stories live. Discover now