25

1.6K 22 1
                                    

Bella menatap motor Pras yang masih terparkir di halaman rumahnya, pagi ini dia memaksa datang ke sekolah. Dia ingin tau, apa Pras juga datang dengan kondisinya seperti itu.

Bella berjalan ke motor Pras, dia melihat bahkan menyentuh motor kesayangan Pras. Ada bekas jatuh yang belum dia perbaiki, fokusnya terpecah karena masalah Bella.

"Nak, ayo," ajak Maryana pada Bella yang masih menatap motor kesayangan kekasihnya.

Bella berjalan ke mobil di mana Maryana akan mengantarkannya ke sekolah, dia menolak Hartawan untuk mengantarkannya, karena merasa kesal pada sikap papanya itu.

"Maafkan Mama, Nak. Ini memang kesalahan Mama. Semua yang menimpamu karena kebodohan kita sebagai orang tua. Mama berjanji akan merubah sikap Mama, tapi Mama mohon maafkan Mama," tutur Maryana pada putri semata wayangnya.

Dia bersikap terlalu keras, apalagi pada Pras, dia sempat memaki Pras karena hal yang tidak dia pahami. Semua menjadi penyesalan untuk Maryana atas semua yang terjadi. Bella tidak menjawab ucapan mamanya, dia hanya fokus menatap jalan dari jendela mobilnya.

Di sekolah, Bella terus menatap ke gerbang sekolah, berharap Pras datang, walau dia tau kondisinya memang tidak baik.

"Bell, kau di sini," ucap Edo yang datang memghampiri Bella.

"Apa dia masuk sekolah? Bagaimana kondisinya? Apa kau mengantarkannya pulang semalam?" Semua pertanyaan itu keluar dari mulut Bella karena rasa khawatirnya.

"Apa kau menunggunya? Dia tidak akan datang hari ini," jawab Edo.

Ekspresi sedih diwajah Bella menandakan di merasa bersalah dengan apa yang Pras lakukan padanya. Entah harus bagaimana lagi dia, agar Pras menarik ucapannya untuk tidak bertemu dengannya.

"Pras, kau datang untuk liburan atau sekolah?" Pertanyaan itu membuat Bella menatap ke arah orang yang diajak bicara.

"Apa kau pulang dari berkelahi, lalu datang ke sekolah?" tanyanya lagi.

Bella melihat Pras yang mengenakan hoodie untuk menutupi kepalanya. Dia tidak menjawab pertanyaan temannya, Pras hanya berjalan melewati mereka.

"Kau sudah gila. Kepalamu masih berdarah, tapi kau memaksa untuk datang ke sekolah." Edo menghampiri temannya, membiarkan Bella tetap di tempat sambil menatap Pras yang tampak pucat.

"Aku datang untuk tidur. Bukan untuk sekolah, minggirlah." Pras mendorong tubuh Edo dan berjalan melewatinya juga. Bahkan saat berpapasan dengan Bella, dia tidak melihatnya sama sekali.

Pras berjalan ke arah UKS, dengan pakaian bebes yang dikenakan. Dia memang keras kepala, Edo pikir temannya satu itu akan menghabiskan waktu dengan tidur, ternyata dia malah pergi ke sekolah dengan luka yang masih kemarin.

"Pras, aku ingin bicara," ujar Bella pada Pras yang bersiap akan berbaring di tempat tidur UKS.

Pras tidak menyauti apa yang dia katakan, namun Bella tetap tidak pergi. Dia malah duduk di tempat tidur samping tempat Pras, walau Bella dipunggungi olehnya.

"Tolong maafkan aku," tutur Bella.

"Pergilah, atau kau ingin aku yang pergi." Pras membuka mulut, tapi dia malah mengusir Bella.

"Aku ingin pulang, tapi aku ingin tetap bersamamu. Aku tidak mau jauh darimu, jangan seperti ini, aku mohon," ucap Bella.

"Pras--"

"Cukup! Kepalaku sudah cukup sakit, jangan menambahnya lagi. Pergi sekarang atau kau tidak ingin melihatku lagi?" Pras mengatakan sambil menghadap Bella yang sudah tidak bisa menahan tangisnya yang ingin turun.

Wajah pucat Pras semakin membuat Bella merasa bersalah, apalagi dia memaksa untuk datang ke sekolah. Memang Pras memilih keluar rumah, tidak mungkin dia pergi ke rumah dengan konsidi seperti sekarang.

"Baiklah kalau maumu seperti itu. Aku tidak akan menganggumu. Aku harap kau baik-baik saja," ucap Bella.

Bella berjalan meninggalkan UKS dengan isak tangis. Pras bersikap keras padanya. Padahal Bella ingin mengakui kesalahannya, dia tidak ingin pergi dari Pras. Itu hal tersulit yang Bella akan lakukan, apalagi dia memberikan luka pada hati Pras.

***

Sejak itu, hubungan mereka seperti semula, di mana Bella tidak mengenal Pras. Begitu juga Pras yang tidak pernah mau mendengarkan penjelasan Bella.

"Kau tidak akan pulang? Sudah seminggu kau lantang lantung menghabiskan uang. Papamu juga sudah kembali ke LA. Kau tidak akan pulang hari ini?" tanya Edo pads Pras yang sedang memejamkan mata.

Lukanya saja belum kering sepenuhnya, tapi Pras tidak pernah memperdulikan luka di keningnya itu.

"Apa kalian tidak ikut ke lapangan? Semua di minta ke lapangan sekarang," ucap salah satu siswa di kelas Pras.

"Pras, ayo. Kau ingin Pak Sony menghukummu?" Edo menarik lengan Pras yang hanya diam sejak tadi dia ajak bicara.

Hari ini sekolah tidak mengadakan belajar mengajar karena ada kegiatan lomba di sekolah. Pras sebenarnya malas untuk datang, tapi ke mana dia akan pergi, saat di rumahnya masih pada Abisatya. Dia tidak mau ribut lagi dengan papanya.

"Sudah sana pergi aku ingin di sini saja. Apa untungnya melihat itu. Mana kita akan di jemur dengan panas yang terik seperti itu," gerutu Pras. Dia benar-benar malas untuk mengikuti permainan di lapangan.

"Pras, Pak Sony memintamu untuk ke tengah lapangan. Ayo kita tanding Basket." Keinginan untuk bermalas-malas gagal Pras lakukan saat nama Pak Sony temannya sebut. Bukan Pras takut, hanya saja dia tidak mau mendengarkan dongeng yang akan Pak Sony ceritakan padanya. Jika sudah seperti itu, akan sangat membosankan.

Dengan malas Pras berjalan ke tengah lapangan. Wajah tampannya tertutup sebagian dengan topi merah yang dikenakan, luka di keningnya tak terlihat. Semua bersorak senang saat Pras ke tengah lapangan, apalagi para cewek yang mengidolakannya. Tidak sedikit yang ingin mengenal Pras, namun dia bukan lagi Pras yang dulu, seorang penjajah cinta.

"Ayolah, Pras. Jika kau menang telak, kau bisa melakukan apa yang kau mau. Ramaikan kegiatan sekolah. Bukan hanya Samudera yang akan mereka lihat, tapi juga dirimu, yang tak kalah menawan darinya. Jadi, ayo mainkan," rayu Pak Sony agar Pras mau tawarannya.

"Baiklah, jika aku menang telak. Aku ingin pulang lebih dulu. Deal?" Hanya Pras yang berani menantang gurunya, tapi memang begitulah dia.

Pras kemudian mulai permainannya, dia memang bukan kapten bakset seperti Samudera, tapi dia juga jago bermain basket.

Sesekali Pras menghentikan permaiananya saat kepalanya terasa pening. Namun, dia masih tetap melanjutkan permaian basket melawan Samudera. Dia menyembunyikan lukanya dengan topi merahnya, agar mereka tidak merasa aneh menatap Pras.

"Akh!" Keluh Pras saat salah satu pemain membuatnya terjatuh.

Tak jauh dari lapangan, Bella melihat Pras yang sedang bermain, dia duduk tepat di sisi lapangan bersama salah satu teman ceweknya. Dia fokus pada Pras saja bukan permainannya. Ketika melihat Pras terjatuh, ingin sekali Bella menghampirinya, namun itu tidak mungkin.

Saat Bella ingin pergi karena tidak mau terus melihat Pras, bola basket yang mereka lempar mengenainya. Membuatnya jatuh pingsan karena benturan di kepalanya.

"Bella, sadarlah." Saat panggilan itu terdengar, kesadaran Bella mulai hilang. Ingin sekali dia menjawab panggilan itu, namun tubuhnya tidak sanggup, dan berakhir kesadarannya hilang sepenuhnya.



Jangan lupa!!
Komen dan follow

BELLA (Hilangnya Sesuatu Yang Berharga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang