15- AKU MENCINTAIMU

8 1 0
                                    

KALA memaafkan  Andres untuk yang kedua kalinya. Ini bukan sepenuhnya salah lelaki itu. Ia berpikir ini adalah hal yang wajar, tetapi tetap saja Andres harus lebih peka lagi dengan Skha mulai hari ini.

Andres duduk di kursi di samping Skha. Sedangkan gadis itu mengalihkan pandanganya. Andres tahu, tidak mudah bagi Skha untuk kembali percaya kepada dirinya. Bukan hal yang mudah bisa mendapat gadis itu sekarang. Apalagi setelah tahu Kala adalah kakak sekaligus seniornya yang harus ia hormati.

"Maafin gue ya?"

Suara Andres terdengar parau. Ia berusaha melihat gadis itu, sayangnya Skha tidak ingin menampakkan wajahnya.

"Skha? Gue mohon."

Sekecil apa pun kesalahan Andres, sepertinya Skha tidak akan mudah memaafkannya. Gadis itu sakit hati, bahkan ketika ia terluka, lelaki itu tidak ada bersamanya. Apakah janjinya itu palsu?

Masih memalingkan wajahnya, Skha tidak sekali pun ingin melihat wajah Andres. Bahkan, ia sama sekali tidak ingin dipegang. "Gue mohon lo pergi dari sini!" pinta Skha. Namun, Andres tidak peduli. Ia masih duduk manis menunggu dimaafkan oleh gadis itu.

"Lo tuli ya? Gue bilang pergi!" teriak Skha dengan kencang, sampai-sampai mereka yang di luar masuk ke dalam ruang rawat inapnya.

"Ada apa ini?" Kala bertanya dengan bingung. "Skha? Ada apa?"

"SURUH PERGI DIA BANG! SKHA NGGAK MAU DIA ADA DI SINI!"

Paham dengan penolakan gadis itu, akhirnya ia menurut dan mulai melenggang pergi. "Maaf, Skha. Kalau begitu gue pulang, ya? Nanti gue telepon lo, boleh?" Tidak ada jawaban apa pun. Andres tetap tersenyum walaupun rasanya begitu sakit.

"Skha butuh waktu, Dres. Lo pulang dulu. Jangan nyamperin Skha beberapa hari ini," pinta Kala, Andres mengangguk patuh. Kemudian dia benar-benar pergi meninggalkan Skha.

Maafin, gue Skha, batinnya.

Setelah keluar dari rumah sakit, Andres bergegas ke parkiran mengambil motornya. Kini, ia tidak ada tempat tujuan, ia tidak tahu harus ke mana. Rumah pun rasanya bukan tempat yang nyaman kali ini.

"ANDRES!" Teriakan dari seseorang mengalihkan perhatiannya. Itu—Racela bersama Kala.

"Aku dianter Bang Kala ya? Lo pulang aja duluan." Racela menatapnya dan menunggu jawaban.

"Mau ke mana?" tanya Andres penasaran.

Kala menatapnya. "Gue ada urusan sama Racela. Jangan kepo." Setelah mengucapkan itu, mereka pergi.

***

Jihan masih menemani Skha di rumah sakit, bahkan Anaya turut datang dan ikut menjaga gadis itu. Mereka berdua tidak tega melihat kondisi Skha yang seperti ini. Apalagi akhir-akhir ini hubungannya dengan Andres benar-benar kurang baik.

Ditambah, olimpiade yang semakin dekat membuat gadis itu tampak setres. Jujur, Skha tidak suka situasi ini. Ia hanya ingin segera bebas dari semua kejadian menyebalkan ini.

"Gimana ceritanya lo bisa ketabrak, Skha?" Pertanyaan dari Anaya membuat Skha menatapnya. "Emang karena Kak Andres?" Anaya bertanya lagi.

"Ini musibah. Nggak perlu ada yang disalahin," jawabnya ketus.

"Bjir, biasa aja kali, Skha. Nggak usah jutek!" Jihan terlihat kesal. "Cinta emang bikin sakit, tapi sebisa mungkin lo harus siap."

Ucapan Jihan membuat Skha berpikir. Memang ada benarnya juga, terkadang kita perlu memvalidasi diri sendiri untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Termasuk dalam hubungan juga.

"Iya, lo bener, Han. Gue emang nggak bisa ngebedain mana yang baik di sini. Bukan berarti gue nyalahin Kak Andres di sini, tapi emang gue kecewa sama dia. Kenapa dia lebih milih si Racela itu ketimbang gue?"

Rasanya Skha sangat sakit, Andres lebih memilih gadis itu daripada dirinya. Apakah ada yang kurang dari dirinya, atau memang Andres hanya ingin bermain-main saja dengannya? Skha ingin tahu kebenarannya.

Pintu terbuka, menampakkan kedua orang tua Skha yang sangat khawatir melihat kondisinya. Mereka langsung menghampiri dan melihat keadaannya.

"Kamu nggak apa-apa, Nak?" Sakha mengelus puncak kepalanya. "Makasih, ya, kalian udah jagain Skha." Giliran ia berbicara dengan Jihan dan Anaya.

"Sama-sama, Om," jawab mereka berdua.

"Bunda khawatir sama kamu, Skha. Kamu beneran nggak apa-apa, kan?"

"Bund, Skha nggak apa-apa."

Pintu kembali terbuka, ketiga cowok jangkung masuk ke dalam ruang inap. Kala menghampiri Skha dan kedua orang tuanya. Ia ingin menjelaskan kepada mereka jika kejadian ini bukan karena apa-apa.

"Bund, Yah, Kala perlu bicara sebentar bisa?" Kedua orang tuanya mengangguk bersamaan. "Semuanya, kita keluar dulu sebentar ya."

Kala mengajak kedua orang tuanya menjauh. Sekarang, situasinya menjadi tegang. Ia terpaksa mengucapkan ini demi adiknya. Bagaimana pun, ayah dan bundanya harus tahu soal ini.

"Kala nggak mau berlama-lama. Dengan berat hati Kala harus nyampein ini sama kalian." Lelaki itu ragu, apa reaksi mereka setelah mendengar penjelasannya? "Bunda, Ayah. Skha ... kena penyakit gagal ginjal."

Mendengar ucapan Kala, Sakha dan Karina membulatkan kedua bola mata. Mereka masih belum percaya sepenuhnya.

"Abang jangan bercanda, Bunda nggak suka ah!" Karina menitikkan air matanya.

"Kala, tatap mata Ayah! Bilang kalau ucapan kamu nggak bener!" Mata Sakha memanas. "Abang jangan main-main! Skha nggak mungkin sakit!"

Kala hanya menunduk, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang sudah ia katakan. Kenyataannya memang begitu, dan ia hanya bisa menahan sesaknya. Kala tidak ingin terlihat menangis di depan kedua orang tuanya.

"Bunda, Ayah. Kala nggak bohong, dokter menyampaikan apa yang dia tahu. Skha selama ini nggak pernah bilang sama kita. Dia nyimpen semuanya sendiri." Akhirnya, ia ikut menangis dan mengeluarkan semua yang suda ia tahan.

***

Bekasi, 8 Mei 2024
Author Buluk

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 08 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AnSkha: Untuk Sebuah Kisah Yang Belum Usai Where stories live. Discover now