2.5 Kalkulus

511 47 0
                                    

Kalau saja para murid AHS masuk ke dalam sekolah lewat gerbang depan, Fikri yakin akun base milik sekolah pasti sudah ramai akan pemberitaan mengenai Aleo dan Aleen yang berboncengan pagi tadi, juga tentang Fikri dan Sabrina yang keluar dari mobil...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalau saja para murid AHS masuk ke dalam sekolah lewat gerbang depan, Fikri yakin akun base milik sekolah pasti sudah ramai akan pemberitaan mengenai Aleo dan Aleen yang berboncengan pagi tadi, juga tentang Fikri dan Sabrina yang keluar dari mobil yang sama. Untungnya itu tidak terjadi, karena para murid memang selalu lewat gerbang belakang, gerbang yang posisinya lebih dekat dari asrama mereka.

Pikiran Fikri masih berkelana ketika mobil hitam yang ia tumpangi melintasi gerbang utama kediaman keluarga ADHINATHA. Lamunannya baru terbuyar begitu motor sport merah milik Aleo menyalip mobilnya dari sisi kiri. Si gila itu ... datang ke sekolah bersama Aleen, pulang pun dia masih membawa gadis itu bersamanya.

Mobil Fikri kemudian berhenti kurang lebih 3 meter di belakang motor Aleo. Berencana untuk tidak menghiraukan keberadaan 2 orang itu, Fikri akhirnya turun dari mobil. “Leo! Tadi itu bahaya tau.” Samar-samar Fikri dapat mendengar Aleen memarahi Aleo, mungkin perihal Aleo yang menyalip dari sisi kiri tadi.

Fikri tidak beranjak dari tempatnya saat melihat gadis yang baru saja memarahi Aleo, tampak menghampirinya dengan bibir yang tidak berhenti melengkung ke atas. Hal itu membuat naluri pertahanan diri Fikri lantas berada pada mode siaga 1, kali ini apa lagi yang Aleen inginkan darinya?

“Fikri.” Dipanggil begitu Fikri jadi makin penasaran, apa yang membuat Aleen datang padanya di saat gadis itu jelas-jelas sudah berada di sisi Aleo.

“Nanti selesai makan malam, ajarin gue, ya?”

Kening Fikri mengerut. “Ajarin apa?”

“Sebentar.” Aleen melepas ransel yang ada di punggungnya, menarik resletingnya dengan gerakan cepat, lalu buru-buru merogoh isinya. “Ajarin ini,” katanya setelah berhasil mengeluarkan sebuah buku.

Tangan Fikri sudah terangkat hendak mengambil buku itu, namun Aleo yang muncul dari balik punggung Aleen tiba-tiba merampasnya duluan. Si berandal itu membolak-balikkan buku yang ada di tangannya, “Antariksa?” Beonya membaca sampul buku itu. Fikri mendengus, Aleo dan jiwa keponya.

“Lo pengen belajar astronomi?” Tanpa ragu Aleen mengangguk menjawab pertanyaan Aleo. “Nggak usah belajar sama dia, lo bisa tanya apa aja ke gue. Surya, planet, bintang, galaksi, ekstragalaksi, kosmologi, inframerah, optikal, astrometri, dinamika benda langit, ultraungu, sinar x, sinar gamma, sinar kosmik, antariksa, sampai ke antartika ... gue bisa jelasin semuanya.”

Sebelah alis Fikri spontan terangkat. “Antartika nggak termasuk bagian dari astronomi.”

“Ppffft ...” Fikri menoleh pada Aleen, gadis itu tampak berusaha keras menahan suara tawanya agar tidak keluar. Dia juga kelihatan puas sekali melihat Aleo mendapat koreksi dari Fikri.

Aleo yang dasarnya harga dirinya setinggi langit tentu saja tidak terima, pemuda itu langsung memberikan tatapan tajam pada Aleen, hanya sebentar sebelum akhirnya dia menoleh ke arah Fikri. “Emang nggak termasuk, tapi ... peredaran laut dingin yang dihasilkan di daerah kutub utara dan di bagian barat antartika, menjadikan benua putih itu sebagai pengatur iklim planet. Harusnya sebagai astropile lo tau keterhubungan itu.”

RABIDUS FAMILIAWhere stories live. Discover now