4. Berteriak dalam Hati

21 8 0
                                    

Halo semua, selamat membaca. Jangan lupa vote dan komennya ya.

“Berteriak dalam hati, tak akan ada yang mendengar selain diri sendiri.”

Hari Senin adalah hari yang ditakuti para murid SMA Garuda Merah karena Ujian Tengah Semester telah dimulai. Bagi murid yang sudah belajar dari jauh-jauh hari mungkin akan biasa saja menghadapi ujian kali ini karena semua materi ada di luar otaknya. Namun bagi yang memiliki otak pas-pasan seperti Pandu, tentu saja sangat takut pada ujian kali ini.
Sedari tadi ia merapalkan doa supaya bisa menjawab soal dengan mudah.

Buku catatan sudah ada di atas meja, kepalanya menunduk, matanya membaca setiap kata yang ada di sana, dan otaknya berusaha mengingat tanpa melewatkan setiap kata sedikit pun. Dirinya belum belajar, satu minggu full diisi dengan bekerja. Hari Sabtu dan Minggu ia pakai untuk membantu Ibunya membuat risol yang nantinya akan dijual. Setelah itu ia bantu tetangga memungut piring kotor bekas hajatan. Malamnya dipakai untuk tidur saking capeknya. Ya beginilah rasanya jadi anak tanpa Ayah, mau tak mau Pandu harus membantu Ibunya mencari uang.

“Pan, belajar lo?” Alvian tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Pandu.

Pandu berdecak tak suka karena merasa diganggu. “Iya. Sana pergi ke ruangan lo. Gue mau fokus!” Alvian memang tak seruangan dengan Pandu dan Rena. Dia berada di ruang 7 sedangkan Pandu dan Rena berada di ruang 8. Dibagi berdasarkan absen.

“Males. Dekel berisik banget,” balas Alvian karena mereka kedapatan seruangan dengan adik kelas.

“Usir aja, elah. Takut banget sama dekel.”

“Nggak mau. Di sini aja. Gue nggak akan berisik.” Matanya mengedar ke seluruh ruang 8 untuk mencari sosok Rena. Ternyata gadis itu duduk tak jauh dari Pandu. Rena berada di barisan belakang, hanya dipisahkan dua meja saja.

Alvian tersenyum lalu bangkit untuk menghampiri Rena. Pandu menoleh ke arah mereka sebelum kembali fokus pada bukunya. “Temen gue pada ambis banget, nih.” Alvian duduk di hadapan Rena.

“Al, jangan ganggu.”

“Gue mau liat lo belajar doang, Ren.”

“Gue nggak fokus! Kalau gue nggak fokus terus dapet nilai jelek gimana? Bisa habis dihajar bokap nyokap!” kesal Rena tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

“Belajar kalau dipaksa gitu nggak akan masuk otak. Apalagi ketika keadaan hati lo nggak ikhlas ngelakuinnya, percuma. Mending tutup buku lo.” Alvian tersenyum ketika Rena terdiam dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian Rena menatap tajam wajah Alvian.

“Nggak usah bersikap seolah lo tau isi hati gue!”

“Tapi bener ‘kan?”

Rena menutup bukunya mengikuti kata Alvian tadi. “Sialan. Kenapa gue nggak dikaruniai otak encer kaya lo sih, Al? Kalau gitu ‘kan gampang memenuhi kemauan ortu gue!”

“Gue nyuri start. Di saat orang-orang santai, di situ gue belajar mati-matian. Setelah itu gue bisa santai sambil melihat orang-orang lari menuju garis finish.”

“Curang namanya.”

“Itu bukan curang, tapi trick.” Alvian berdiri sambil membuka kembali buku Rena yang tertutup. “Tapi sebelum bel masuk bunyi, lo belum terlambat. Lo bisa belajar sekarang dan pastiin kalau lo ikhlas ngelakuinnya.”

Rena menatap punggung tegap itu dengan perasaan kesal. Apa sih mau dia? Benar-benar sulit dipahami. Biar begitu Rena mengikuti ucapan Alvian dan kembali belajar. Kedatangan Alvian tadi bukannya memberi motivasi malah mengganggu waktu belajarnya.

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Where stories live. Discover now