8. Rencana Bersuara

22 6 0
                                    

Hai semua selamat membaca.

“Mana nilai hasil ujian kamu?”

Pertanyaan yang paling Rena hindari akhirnya keluar juga dari mulut Mamanya ketika ia baru pulang ke rumah. Bukannya sapaan hangat yang diberikan, tapi malah pertanyaan mengenai nilainya. Sudah biasa, tapi lama-lama muak juga.

Rena memilih untuk berbohong karena takut Mamanya akan mengomel ketika melihat nilainya yang tidak memuaskan. “Di ujian kali ini nilainya nggak dikasih tau dan remedial ditiadakan.”

Mamanya memincing lalu bersedekap dada. “Oh begitu?”

Rena mengangguk ragu. Ia maju dua langkah, hendak masuk ke dalam rumah tapi wanita itu menghalangi. “Misi Ma, Rena mau masuk.”

“Masih mau masuk rumah di saat kamu udah bohongi Mama?” Tubuh Rena membeku. “Walas kamu sendiri kok yang bilang di grup kalau nilai udah dibagiin. Berani bohong kamu ya?”

Rena ingin berteriak, mengeluarkan segala hal yang ia pendam. Namun tidak bisa. “Maaf Ma...” Hanya permintaan maaflah yang keluar dari bibirnya yang bergetar.

“MANA LEMBAR JAWABAN KAMU?!” Wanita itu membuka paksa tas yang ada di punggung Rena. Rena hanya pasrah ketika Mamanya berhasil mengambil kertas-kertas lembar jawaban miliknya.

Wanita itu memeriksa 9 lembar kertas yang ada di tangannya. Rena menunduk, tak berani menatap wajah Mamanya. Tiba-tiba satu tamparan mendarat di pipinya.

“SELAMA INI KAMU NGAPAIN AJA SIH RENA?! APA YANG KAMU PELAJARI SELAMA DI SEKOLAH DAN DI BIMBEL?! KENAPA NILAINYA CUMA SEGINI?!”

Rena mengepalkan tangannya untuk menahan amarah. Sebisa mungkin ia mengatur deru nafasnya supaya tetap tenang.

“DARI SEMBILAN MAPEL YANG SUDAH DIBERIKAN, HANYA TIGA YANG NGGAK REMED?! TIGA?!”

“Itu juga nilainya pas-pasan!” lanjutnya.

“MAMA SAMA PAPA KAMU CAPEK-CAPEK KERJA UNTUK BIAYAIN KAMU SEKOLAH, BIMBEL, BELUM KEPERLUAN LAIN. KAMU KIRA KITA NGGAK CAPEK?! KITA CUMA MINTA NILAI YANG BAGUS SEBAGAI BALASAN ATAS JERIH PAYAH KITA. TAPI APA YANG KAMU BERIKAN? NILAI JELEK GINI NGGAK BERGUNA BUAT MASA DEPAN!”

Rena tak sanggup menahannya lagi.
“NILAINYA DIPERKECIL SAMA GURUNYA!” Pertahanannya hancur karena diserang terus-terusan. Akhirnya ia meluapkan kekesalannya yang selama ini ia tahan.

“NGGAK USAH NYALAHIN GURU KAMU KALAU MEMANG KAMUNYA YANG BODOH!”

“IYA MEMANG RENA BODOH, GOBLOK, TOLOL, NGGAK SEPERTI HARAPAN KALIAN. TAPI RENA JADI BODOH BEGINI AKIBAT DIDIKAN KALIAN SENDIRI. KALIAN TERUS-TERUSAN MAKSA RENA TANPA PEDULI KALAU RENA ITU JUGA CAPEK! CAPEK HARUS MENUHI EKSPETASI KALIAN YANG NGGAK ADA HABISNYA. KALIAN HANYA PEDULI SAMA HASILNYA TAPI NGGAK PEDULI PADA PROSES!”

Nafas Rena menderu, air matanya mengalir membawa rasa sakit dari dalam hatinya. Mamanya masih menatapnya marah tapi tidak membalas ucapannya. Rena berjalan melewati Mamanya yang masih berdiri di ambang pintu.

Rena membanting pintu kamarnya. Melempar tas ke sembarang arah. Dan menangis di atas kasur. Dirinya benar-benar capek dipaksa untuk melakukan yang terbaik. Sebisa mungkin ia melakukannya tapi ternyata hasilnya tidak pernah memuaskan orang tuanya.

Rena ingin hidup bebas seperti Pandu yang tidak dituntut untuk mendapatkan nilai sempurna. Ia juga ingin seperti Alvian yang diberikan otak encer sehingga bisa memenuhi ekspektasi orang tuanya.

Burung. Rena suka hewan itu. Karena menurutnya hewan itu bebas terbang ke mana pun yang ia inginkan tanpa takut terjatuh karena memiliki sayap. Tidak seperti dirinya yang hanya terkurung di dalam kandang harapan orang tuanya. Ia tidak bebas melakukan apa pun karena orang tuanya selalu mengatur hidupnya.

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Where stories live. Discover now