11. Aksi Bersuara

24 4 0
                                    

Hai semua, selamat membaca.

Sabtu, 17 September 2023. Satu hari sebelum Aksi.

Dari 500 lembar surat ajakan yang dicetak, sudah dibagikan 393 surat ajakan. Sesuai rencana, mereka menyuruh murid-murid yang sudah masuk ke dalam grup untuk mengajak teman-teman mereka untuk ikut Aksi Bersuara pada hari Jumat. Alhasil, jumlah murid yang pasti ikut bersuara bertambah menjadi 465. Hasil akhir itu sudah termasuk Alvian, Pandu, Rena, dan juga Sekar. Namun masih ada 35 murid lagi yang tidak ikut bersuara.

Di hari Kamis ini keempat pelopor Aksi Bersuara menemui 35 murid yang memilih tidak ikut. Setelah ditanya, kurang lebih alasan mereka sama yaitu nilainya sudah bagus atau cari aman karena takut pada guru. Keempatnya memaklumi dan tidak memaksa mereka. Karena ikut tidaknya itu hak mereka.

Usai bertanya kepada 35 murid tersebut, keempatnya berkumpul di kantin untuk makan siang. Masing-masing sibuk menyantap makanannya.

“Menurut gue, alasan nggak ikut karena takut sama guru, itu payah banget,” ucap Pandu mengeluarkan pendapatnya mengenai murid yang tidak ikut dengan alasan tersebut.

Rena mengangguk setuju. “Bener tuh! Kan kita rame-rame ngapain takut?”

“Mereka payah gue bilang.”

“Iya. Kan nanti nilainya mereka juga yang berubah,” sahut Rena kembali.

“Itu hak mereka. Kita nggak boleh maksa,” ucap Alvian mengingatkan.

Pandu mengunyah ayam geprek di mulutnya sebelum bersuara. “Gue nggak maksa mereka ikut kok. Menurut gue alasan mereka payah, itu doang. Untuk apa takut toh kita ratusan lawan puluhan guru, ya pasti guru yang kalah.”

“Tapi guru pasti punya seribu alasan untuk membela dirinya. Apalagi istilahnya jabatan mereka lebih tinggi dari kita. Gue takut mereka mikir kalau kita hanya sekelompok ‘anak kecil’ yang memberontak. Jadi ya... suara kita hanya dianggap omong kosong.” Sekar berkata demikian bukan tanpa alasan, sebab sejak kelas sepuluh, di mana nilainya sering dikecilkan dan ia komplain pada guru mata pelajaran terkait, selalu tidak ada hasilnya. Guru itu tetap pada pendiriannya dan bersikap seolah mereka tidak salah.

“Gue ngomong gini dari pengalaman yang ada sih. Tapi gue berharap banget aksi kita bakal berhasil,” lanjutnya.

“Gue yakin kita akan berhasil kok.” Pandu berkata dengan mantap.

“Gue juga yakin.” Rena juga berkata demikian.

Alvian hanya diam tak ikut berbicara dan malah mengaduk-aduk makanannya.

Melihat itu Rena pun bertanya. “Lo yakin nggak Al?”

Alvian tampak berpikir sebentar. “Yakin.” Lalu ia mengunyah ayam geprek miliknya.

Sekar memicing. Meski Alvian berkata yakin tapi laki-laki itu terlihat ragu mengatakannya. Alvian berbohong.

*****

Jumat, 18 September 2023. Aksi Bersuara.

Dengan langkah tergesa-gesa Alvian menuruni tangga. Rambutnya masih basah, dasi hanya disampirkan di pundak belum diikat, tangannya tengah memasang ikat pinggang asal. Sangat berbeda dari penampilan biasanya yang selalu rapi. Ya, Alvian seperti ini karena bangun telat.
Semalam dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Setiap ia memejamkan mata, selalu terbayang aksi yang akan mereka lakukan. Ditambah lagi alarm di ponselnya tidak berbunyi membuat ia kelabakan.

Alvian datang ke meja makan, di sana sudah ada Papa dan Bundanya. Ia langsung mencium tangan kedua orang tuanya. “Alvian berangkat dulu, Pa, Bun. Udah telat.”

OMONG KOSONG KITA (Sistem Sekolah yang Rusak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang