Chapter 7 : Stalk the Cicada

17 4 24
                                    

Zygo tidak membenci tempat tinggi, tetapi ia sangat benci jatuh. Ia tak suka ketika kakinya tak menapak dataran, sehingga ia kesulitan mengkoordinasi seluruh ototnya untuk mendarat. Malam itu terasa istimewa, kelap-kelip bintang di angkasa memberinya ketenangan yang tak ia sangka, apakah semua orang yang akan mati merasa sedamai ini?

Sementara di bawah, mulut gergaji koloni Gloria Worm telah menengadah ingin melahap daging Zygo yang mungkin tak sempat mengenyangkan mereka. Zygo mengenggam kedua sabitnya dengan sisa-sisa kekuatannya. Meski Zygo tahu akan kalah, setidaknya ia akan melawan dan memberikan satu atau dua goresan menyakitkan sebelum terbunuh.

"Skumringen Lys ...." Usai Hunter merapal mantranya, semburat cahaya hijau kebiruan berpendar seperti selendang Dewi Bulan yang jatuh dan melayang di langit. Cahaya aurora itu bergerak seperti api yang tertiup angin, memelesat turun mengitari seluk-beluk rawa melalui celah kanopi hutan yang dibuat paksa oleh Zygo. Sarang Gloria Worm yang biasanya direngkuh kegelapan tak berujung, malam itu bermandikan cahaya yang lembut. Udara beracun pekat yang mengukung area itu perlahan lenyap seolah-olah tertiup angin halus yang menyegarkan.

Seutas cahaya turun meraih Zygo sebelum lelaki itu terjangkau kerumunan Gloria Worm yang lapar. Tubuhnya yang dilumat cahaya masih tertarik gravitasi menemui para monster, tetapi sedetik setelah salah satu Gloria Worm menyentuh Zygo, moncong mereka seketika hancur seperti dicincang dengan kecepatan tinggi.

Zygo melompat keluar dari kerumunan monster dengan bersimbah darah. Berita baiknya, darah itu bukan miliknya. Kekuatan regenerasi tulang-tulangnya menjadi lebih cepat, begitu pula dengan penyembuhan luka-lukanya. Seolah-olah, goresan sekecil apa pun segera diurungkan dalam sekejap mata, tubuh Zygo juga menjadi lebih ringan bagai mendapat limpahan suntikan mana. Sembari memilih kepala anak-anak Gloria Worm yang akan menjadi pijakannya, ia melirik ke arah Hunter yang masih aman di atas pohon.

Tongkat sihir berwarna tembaga milik Hunter mencuat elok menjuru ke angkasa, puncaknya berkilau keemasan selaras dengan warna bola mata sang healer tersebut. Hunter memang selalu menjadi sosok yang berpendar di setiap situasi sulit, tetapi malam itu sosoknya kian bersinar terang. Kelambu aurora yang menari bebas di atas mereka tampak membawa angin baik untuk babak itu.

Anak-anak Gloria Worm makin belingsatan ganas setelah serangan tak terduga Zygo berhasil mengejutkan mereka. Sang induk juga terlihat tak tinggal diam, tubuh raksasanya bangkit dan menjerit murka sebelum ia melaju kencang untuk melibas pohon naungan para anak manusia.

Hunter dapat melihat seluruh pergerakan para monster di bawah siraman cahaya auroranya yang benderang, kemudian ia berbisik, "Polar Wandering, fase kedua."

Bagai ditekan oleh kekuatan dahsyat tak kasat mata, pergerakan seluruh koloni Gloria Worm tercekat, bahkan hampir tak dapat bergerak sama sekali. Sang ratu adalah pengecualian, tubuh besarnya mampu melata dengan susah payah menjauhi pusat cahaya aurora—jeritannya yang melengking memberitahu betapa tersiksa dirinya. Hunter menatap datar ke arah pemandangan mengerikan di depannya yang tak ubahnya sebuah diorama yang tragis.

"El, kau bisa membantu Zygo, kan?" Hunter bertanya tanpa memalingkan mukanya. Sementara Eli tampak terkejut, pasalnya baru saja ia mengubah wujudnya menjadi manusia—dan ia berniat mengejutkan Hunter—bagaimana bisa Hunter dapat menyadari perubahannya?

"Kau akan baik-baik saja?"

"Aku aman di atas sini." jawab Hunter lagi-lagi tanpa menatap wajah Eli.

Eli tak membalas. Samar-samar ia melihat tangan Hunter mengigil ketika ia mencengkeram mace-nya. Siapa yang coba Hunter bohongi? Eli yang telah lama berada bersamanya jelas mengetahui gejala itu. Bakat Polar Wandering Hunter mungkin akan meningkatkan seluruh kapabilitas fisik dan melipatgandakan jumlan mana dalam tubuh kawan, tetapi sebagai gantinya ia harus menguras mananya sendiri. Pada dasarnya, sihir pendukung milik Hunter bekerja seperti bara api yang dinyalakan dari batu arang. Semua hanya masalah waktu sampai batu arang tersebut lenyap menjadi abu.

Wanderer of The DawnWhere stories live. Discover now