1

3.4K 206 1
                                    

☞Itoshi Sae (30) Pemain sepakbola profesional

☞(Full Name) (30) penulis novel




Perut (Name) serasa melilit. Dia lapar tapi terlalu gugup untuk menyantap hidangan lezat didepannya.

"Jadi ini yang namanya (Fullname)?"

Seorang wanita paruh baya menatap (Name) dengan senyum cerah dari seberang meja.

(Name) hanya tersenyum canggung.

(Name) melirik ke arah seorang lelaki yang duduk disebelah wanita tadi. Dia pria tampan dengan mata toska dan poni disibakkan ke atas. Dia sama sekali tidak terusik dengan percakapan yang terjadi di meja makan dan hanya memakan makanannya dengan tenang.

(Name) menginjak kaki lelaki itu dari bawah meja.

Sae hanya mengernyit dan memindahkan kakinya ke bawah kursi agar tidak bisa dijangkau gadis didepannya itu.

"Jadi kapan pernikahannya dilakukan?" Tanya ayah (Name).

"Semakin cepat akan semakin bagus." Jawab ayah Sae.

Para orang tua di meja itu mengangguk setuju.

"Bagaimana menurutmu Sae?"

Sae hanya mengangguk.

"Bagus kalau begitu kalian bisa cepat mengurus pernikahan mulai dari sekarang."

Sae dan (Name) mengangguk bersamaan.

Acara makan malam itu dilanjutkan dengan para orangtua yang berbincang-bincang. Mengabaikan Sae dan (Name) yang tenggelam dalam pikiran mereka masing masing.

Oh, jangan lupakan kehadiran adik Sae. Itoshi Rin yang juga hanya diam dan hanya makan dengan tenang karena sudah diseret ke acara ini.

"(Surname), ikut aku. Sepertinya ada yang harus kita bicarakan.

"Ya, banyak yang perlu kita bicarakan."

Sae dan (Name) berpamitan pada orang-orang di meja untuk berbicara sebentar diluar.

(Name) menggandeng—sambil mencubit—lengan Sae saat keluar dari restoran. Sae hanya kembali mengernyit dan memindahkan tangan (Name) ke genggamannya agar berhenti mencubit.

"Kekanakan"

"Aku pasti sudah menjambak ponimu sejak tadi jika aku memang kekanakan." Balas (Name) dengan nada tenang.

Sae hanya menghela napas kemudian diam sampai mereka tiba di sebuah taman dekat restoran.

Mereka duduk di sebuah bangku kayu yang tersedia disana.

"Jadi?.... Apa yang kau lakukan, bodoh?"

Sae hanya mengangkat bahu acuh.

"Melamarmu"

"Fuck??!!" (Name) melotot ke Sae.

"Iya nanti kalo udah sah." Ucapnya datar.

"Itoshi! Kau tau apa yang aku maksud. Kenapa kau melamarku tiba-tiba?!"

Sae menghela napas dan menyandarkan punggungnya.

"Sandaran bangkunya kotor." Lutut (Name) menyenggol lutut Sae agar menegakkan punggungnya kembali.

Sae mendengus dan mengarahkan punggungnya ke (Name). "Kotor?"

(Name) membantu membersihkan belakang kemeja Sae yang kotor dengan menepuknya keras.

"Jangan terlalu kasar!"

Sae menjauhkan punggungnya dari (Name).

"Bukankah itu harusnya kalimatku?"

Sae melotot ke arah (Name).

"Sudah bersih. Sekarang jelaskan"

Sae membuka suara dengan nada datar.

"Aku dijodohkan.."

"Hah? Lalu kenapa kau malah melamarku. Aku tidak dengar apapun tentang perjodohan"

"Jangan menyela."

(Name) membuang mukanya malas.

"Aku beberapa kali dijodohkan tapi tidak pernah ada yang berhasil. Orangtuaku terus memaksaku untuk segera menikah. Mereka lalu bertanya apa aku punya teman perempuan. Dan aku menyebutkan namamu sebagai satu-satunya perempuan yang pernah berteman denganku."

(Name) ingin menginterupsi namun dihentikan tatapan tajam Sae yang seperti menyuruhnya diam.

"Aku juga bilang pada mereka kalau kita bahkan terakhir bertemu saat berumur 17 tahun. Aku bilang kita sudah putus kontak sejak lama. Tapi mereka malah tiba-tiba membuat janji temu dengan orangtuamu."

Sae menatap (Name). Menunggu responnya.

"Dan orangtuaku pasti menerima itu sebagai kesempatan untuk membuatku berhenti berkeliaran ke luar negeri." (Name) mengigit kukunya.

"Jadi?" Sae bertanya.

"Mau bagaimana lagi. Aku sudah terlalu banyak membantah orangtuaku. Mereka pasti sudah tidak mau mendengar perkataanku lagi."

"Dasar anak durhaka"

(Name) ingin menginjak kaki Sae. Tapi sebelum itu sempat terjadi Sae sudah terlebih dahulu menghindar.

"Ini bukan seperti kau dipaksa menikahi musuhmu kan? Terima saja. Aku sudah lelah dijodohkan terus-menerus" Sae berdiri sambil menarik tangan (Name) untuk ikut berdiri.

"Setidaknya calon suamimu adalah teman masa kecilmu."

Sae menarik tangan (Name) untuk kembali masuk ke restoran.

"Kau memang tidak buruk untuk dijadikan suami. Tapi aku masih belum ingin menikah. Tunda saja dulu pernikahannya."

"Bilang sendiri sana pada orangtua kita."

(Name) tidak menjawab. Mana berani dia?!




















19 Oktober 2023
~Rexa

With You  [Itoshi Sae X reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang