ii - talking, her real self

3.8K 670 112
                                    

Baru saja Zayn ingin duduk di spot favoritnya, ia menemukan Ana di tempat kemarin. Di samping kirinya. Ana tetaplah Ana. Kalau Zayn hobi mendengarkan musik, Ana hobi melihat ke arah luar lewat jendela. Entah apa yang ada dipikiran Ana, Zayn pun tidak tau.

"Ana?" sapa Zayn ketika ia sudah dekat. Kemudian ia duduk di kursi bus.

"Zayn?" Nada Ana hari ini terdengar menyenangkan. Ia sangat ceria, berbeda dengan kemarin. Mungkin ia sudah baikan, pikir Zayn.

"Kau di sini lagi?" tanya Zayn. Bukannya Zayn tidak suka atau apa. Ia hanya masih merasa asing dengan keberadaan Ana. Mengingat biasanya ia duduk sendiri.

"Aku bisa pindah kalau begitu?" Balasan Ana terdengar seperti pertanyaan ketimbang jawaban. Ia sedikitnya merasa segan karena tiba-tiba mengambil posisi duduk seperti kemarin sementara masih banyak kursi yang kosong, berhubung ada sekitar beberapa menit lagi bus berangkat.

"Bukan begitu. Nice to meet you again." Zayn tersenyum singkat. Ana lega mendengarnya.

"Benarkah?! Kupikir apa." Ana tertawa. Tadinya ia berpikir Zayn akan mengusirnya.

I like her laugh, batin Zayn. Sungguh, melihat Ana sekarang berbanding terbalik dengan kemarin membuat dirinya senang. Tentu semua orang tidak suka melihat orang lain sedih. Kalaupun ada, paling-paling mereka haters.

Penampilan Zayn hari ini sama seperti kemarin. Seragam sekolahnya--ya, sekolah mereka punya seragam tersendiri--yang dilapisi sweater berwarna hitam polos. Kau bisa mengatakan itu tidak berarti apa-apa, tapi sangat berarti untuk Zayn.

Kalau kebiasaan Zayn selalu memejamkan mata kemudian mendengarkan musik, ia tidak melakukan itu sekarang. Tidak enak juga kalau mendiamkan teman sebelahnya. Ia juga tidak tertarik untuk musik hari ini. Beda. Kontras sekali.

"Kau tidak sedih lagi?" tanya Zayn kemudian. Ana menggelengkan kepalanya, respon untuk 'tidak'.

"Ayolah, aku tidak semenyedihkan itu, Zayn. Terima kasih untuk kemarin, kau membuatku lebih baik." Ana tersenyum menampakkan deretan giginya yang rapi.

Zayn tertawa kecil. Tumben. "Oh, baiklah kalau begitu."

"Kau tidak mendengarkan musik?" tanya Ana. Ia pikir itu rutinitas Zayn ketika di bus, melihat betapa nyamannya ia kemarin mendengarkan musik. Volume besar, menutup mata. Serius pula.

"Sedang tidak mood."

"Hm, begitu. Baiklah." Ana kehabisan bahan pembicaraan.

"Kau tidak menangis lagi?" tanya Zayn, kemudian ia tertawa kecil. Ana merasakan pipinya memanas, karena ia dengan mudah dipermalukan oleh orang yang baru ia kenal kemarin.

Sebelum Ana menjawab, Zayn spontan berkata, "Bercanda, An."

Ana mengangguk. Hanya mengangguk. Ia masih malu.

Bus kemudian berjalan. Semua orang sibuk lagi dengan rutinitas mereka. Ada yang bergosip, bertukar cerita pelajaran, membicarakan hal-hal penting sampai tidak penting, bermain game, dan lainnya. Sama seperti Zayn dan Ana. Zayn yang agak berbeda. Ia sudah mencari playlist ini dan itu, tapi tidak ada yang menarik. Atau tidak ada keinginan. Pilihan kedua lebih tepat.

Merasa bosan, Zayn mengajak Ana bicara. "An?" panggilnya.

"Ya?" Ana menatap Zayn ketika dipanggil.

"Apa yang kau lihat dari jendela? Sama saja setiap harinya."

Ana terlihat memikirkan jawabannya.

Entahlah, Zayn. Aku terkadang melamun. "Aku suka pemandangan. Jadi, ya, tidak bosan." Ana memang suka pemandangan, namun kali ini ia berbohong.

Zayn mengangguk-angguk mengerti. Ia mengutuk dirinya sendiri karena tidak dapat memancing percakapan lebih jauh. Ia sendiri tidak biasa memulai pembicaraan duluan.

"Kau selalu mengenakan sweater?" tanya Ana. Syukurlah ia memancing topik pembicaraan.

"Begitulah. This keeps me warm. Maksudnya bukan setiap hari itu dingin. Aku sudah terbiasa," jawab Zayn.

"Ada yang spesial dari sweater hitam itu? Kau tau, biasanya ... uh, dari kekasihmu, mungkin?" Ana kelihatan bingung merangkai kata-kata. Setahu dirinya, seseorang tidak akan memakai barang kalau barang itu sendiri tidak berguna. Bisa jadi itu pemberian seseorang yang penting sehingga Zayn selalu mengenakannya.

"Tidak juga. Ini milik ayahku dulu. Ia pernah memberinya pada ibuku. Dan, yeah, ibuku memberinya padaku. Katanya, this will keep you warm as warm as my love for you. Cheesy, kan?"

Ana tertawa mendengar jawaban Zayn. Sejujurnya itu sweet, tapi memang terdengar cheesy.

Dan begitulah mereka melanjutkan perjalanan pulang. Berbicara untuk membunuh waktu.

(A/N: Disini Zayn agak lebih hangat, ya, kayak hati gue? Apaan dah hahaha. Sebenarnya gue udah ngedraft ini dari lama, jadi ga sempat edit ini itu.

Filler doang ini. Next chapternya hmm *smirk*. Double update lah gue ya -_-

Dedicated to raniabby31, karena cerita fly dihapus dan mau ganti yang baru:(

Leave vomments, guys? Rika x )

sweater ☂ zjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang