epilogue

2.7K 573 214
                                    

Sejak kejadian itu, Zayn dan Ana semakin dekat saja. Tidak hanya di bus, mereka beberapa kali terlihat bersama di sekolah. Mereka sudah bertukar nomor, mengetahui alamat masing-masing, dan banyak lagi.

Ana juga semakin dekat dengan Joana. Sahabat-sahabat Zayn kerap kali mengundang mereka berdua untuk berkumpul bersama. Tentunya, ia selalu ditemani Zayn agar ia mau.

Terkadang hal-hal kecil itu bisa mengubah segalanya. Seperti Zayn yang bertemu Ana hari itu, ia sekarang sudah lebih terbuka. Dan Ana, beban akan rasa rindunya yang besar pada ibunya semakin berkurang sejak adanya Zayn. Bukannya apa, ia tidak ingin terus-terusan sedih jikalau ia teringat mendiang ibunya. Dan Zayn lah yang meringankan beban itu.

Mereka sekarang masih berteman.

Well, who knows what will happen next?

•••••

You may be a little thing in a million

But you're my everything

•••••

Ujian semester baru selesai di hari kemarin. Bagi siswa-siswi yang telah berjuang keras agaknya bisa bernapas lega setelah beberapa hari berkutat dengan buku-buku pelajaran. Sebaliknya, bagi mereka-mereka yang tidak sepenuhnya berusaha tentunya ada rasa cemas menghampiri.

Seperti Zayn Malik dan Anastasia Greene. Mereka senang sekali karena waktu liburan telah masuk. Terlebih lagi Ana. Yang membuatnya kesal hari ini adalah, mereka harus mengurus sesuatu ke sekolah. Dan lagi, hari ini Ana diajak Zayn naik bus. Memaksa pula.

Apa salahnya Zayn bawa mobil? pikir Ana saat itu. Jangan-jangan bus itu miliknya?!

"Ana?" seseorang menginterupsi lamunan Ana di koridor sekolah. Sejujurnya sekolahan memang ramai, selama dua hari seusai ujian berlangsung mereka dipinta untuk datang ke sekolah. Entah itu memperbaiki nilai, membantu guru, atau main-main saja.

"Hai, Joana. Kau sudah selesai?"

Orang yang menghampiri Ana--rupanya Joana itu mengangguk. "Ya. Kau?" tanyanya balik.

Ana tersenyum antusias. "Aku juga!" pekiknya senang. Sebuah ide melintas di kepalanya. "Aku ingin pulang bersamamu, boleh kan? Zayn mengajakku naik bus, aku malas, tahu," Kemudian Ana mengerucutkan bibirnya tanda ia kesal.

Joana tertawa kecil. Sifat asli Ana yaitu childish seringkali membuat orang terdekatnya tertawa. "No, hun, aku pulang dengan Andrew. Kau kurang beruntung. See ya!" Joana berlalu meninggalkan Ana.

Dengan itu, Ana semakin kesal. Mengapa ia harus menuruti Zayn? Toh orangnya tidak ada di sini. Ia bisa kabur. Ia bisa memesan taksi. Ia bisa menumpang pada temannya yang lain. Alasan utamanya tidak ingin naik bus hari ini karena, ya, hari ini hari non-efektif. Dan rata-rata atau bahkan semuanya pergi dan pulang dengan kendaraan pribadi. Lucu sekali ia kalau masih pulang naik bus. Apalagi kalau berdua dengan ... Zayn.

Whoa, mengingat itu, Ana bersemu kemerahan. Bodoh! Apa yang kupikirkan?

Ana kembali melanjutkan perjalanannya ke pagar sekolah. Ia tidak melihat adanya Zayn di sana, dan itu semakin membuatnya yakin untuk kabur. Zayn pun tidak ada menghubunginya sedari tadi, kecuali bagian ajakannya untuk pulang naik bus pagi tadi, sebelum mereka pisah arah. Mereka beda kelas, ingat?

sweater ☂ zjmDonde viven las historias. Descúbrelo ahora