24. TAMAN BELAKANG

1.7K 79 2
                                    

Happy Reading!!
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di setiap part-nya🧡

° ° ° ° °

Setelah kejadian kemarin yang Arion menyuruhnya untuk membuatkan kue bolu, dan setelah itu menyuruhnya pulang secara tiba-tiba. Kini hubungan Arion dan Serra tak seperti biasanya.

Jika Arion selalu menyuruhnya untuk melakukan apa-apa, tapi kali ini tidak, laki-laki itu lebih banyak diam ketika bertatapan dengan Serra. Begitu juga saat Serra menjalankan hukumannya di Apartemen Arion, tidak ada kata apa-apa selain Serra ucapakan saat berpamitan pulang saja, itu pun Arion juga tidak membalasnya. Sehingga membuat gadis itu selalu bertanya-tanya, kesalahan apa yang dia perbuat kepada laki-laki itu?

Tidak ada yang bisa menebak isi pikiran Arion. Lelaki itu terlalu labil, kadang bersikap menyebalkan, kadang sering marah-marah, dan kadang juga secara diam-diam perhatian kepadanya.

Seperti hari itu, di mana Arion yang melilitkan hodienya ke pinggang Serra dari belakang, di saat gadis itu sedang berjalan sendirian di koridor sekolah. Sempat bingung dengan perlakuan Arion, karena laki-laki itu juga tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Namun begitu menyadari jika Serra hari itu sedang datang bulan, barulah ia mengerti, kenapa Arion melilitkan hodienya di pinggangnya. Apa lagi jika bukan karena bocor?

"RA! GUE DULUAN YA? UDAH KEBELET SOALNYA!"

"Tunggu Sel!"

Baru saja Serra sampai ke pintu kelas, tubuh Selina sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Gadis itu sudah berlari secepat kilat, meninggalkan Serra untuk menuju ke toilet. Serra terlalu lama untuk Selina tunggu, karena gadis itu ingin sekali membuang hajatnya yang sudah dari tadi dia tahan.

Terpaksa, mau tidak mau, Serra pun berjalan sendirian untuk menuju ke kantin. Ibnu sendiri beda kelas dengan Serra dan Selina, jadi sudah pasti laki-laki itu akan menunggu mereka di kantin seperti biasanya.

Di koridor sekolah, tak ada yang berubah sedikit pun. Banyak murid-murid lainnya yang menatap aneh ke arah Serra, bahkan suara cacian itu sesekali masih bisa dia dengar. Dan lagi-lagi, gadis itu tentu tidak mempedulikannya.

"Sial, kenapa nenek lampir ada di mana-mana sih?!" Serra membatin, ketika melihat Lauren dan kedua temannya yang baru saja keluar dari kelasnya.

Tak ingin berurusan dengan gadis pembuat onar itu, Serra pun membelokkan tubuhnya ke arah kanan, di mana langkah itu membawanya untuk menuju ke taman belakang.

Taman itu cukup sepi, bahkan tak ada satu orang pun yang Serra lihat ada di sana. Menurut Serra, taman ini cocok untuk menenangkan diri di saat mereka merasa stres dan lelah. Apa lagi di bawah pohon rindang yang cukup besar itu terdapat bangku panjang untuk mereka duduk. Bahkan Serra baru tau tempat ini, andai saja dia tau dari awal masuk sekolah, mungkin Serra akan menghabiskan waktu istirahatnya untuk berada di tempat ini.

"Astaga!" Asik menikmati udara di bawah pohon yang rindang itu, tiba-tiba Serra di kejutkan dengan seorang laki-laki yang kini tengah menyondorkan sebuah permen ke arahnya.

Gadis itu menatap sebentar laki-laki di hadapannya, sebelum akhirnya mengambil permen itu dengan ragu.

"Makasih, Alden?"

"Tau dari mana nama gue?" tanya Alden, yang kini ikut duduk di samping Serra.

Alden tentu cukup heran, kenapa gadis itu bisa mengetahui namanya? sedangkan dia sendiri tidak memasang bed nama di seragam sekolahnya yang sedang dia pakai.

"Jadi benar, nama kamu Alden?" tanya Serra. "Kemarin Selina sempat nebak postur tubuh kamu soalnya," imbuhnya menjelaskan.

Alden hanya mengangguk, yang setelah itu suasana kembali hening. Serra sibuk untuk memakan permen yang Alden berikan, sementara Alden sendiri hanya menatap lurus ke depan. Agak canggung dengan suasana ini, namun Serra berusaha untuk mengabaikannya. Hingga sebuah pertanyaan dari Alden, membuat gadis itu tersedak ludahnya sendiri.

SERIONDonde viven las historias. Descúbrelo ahora