Kaki Gunung

35 7 0
                                    

Aku tarik kembali ucapanku kemarin.

Yeah.. mana mungkin bajak laut kehabisan bahan makanan. Lagipula, sekarang kan masih di pulau. Apa saja bisa jadi bahan makanan. Apalagi pulau yang terlihat hijau seperti ini. Pasti hewan yang dapat dimakan ada banyak di sini.

Tapi, ya tidak seperti ini juga kali. Memangnya lambung anak berumur tiga belas tahun sebesar apa? Grilled leg of Kraken yang sedang kubawa ini, ukurannya sebesar tangan pegulat bobot 100kg. Terbayang dong, sebesar apa? Aku pikir tadi ukurannya hanya setelapak tangan. Tapi ini... ckckck... Adakah satu kilo? Mungkin iya. Mungkin juga lebih. Bisa-bisa pulang dari sini, berat badanku naik drastis. Itu juga kalau aku bisa pulang. Duh.. Jadi ngenes.

Yaa.. sudahlah. Masih untung ada makanan yang bisa dimakan. Terbiasa lapar dan menghemat makanan, aku jadi tak bisa mengabaikan apapun makanan yang ada. Selagi tidak beracun, sikat saja.

Aku mencari tempat yang enak untuk duduk dan menghabiskan makananku. Disana kelihatan nyaman. Ada pohon yang akarnya banyak yang menonjol. Ada juga batu ceper di dekatnya, bisa aku jadikan meja untuk meletakkan piring logam berisi tentakel panggang ini. Aku duduk bersandar di pohon yang lumayan rindang itu sembari mencuil sarapanku.

Apapun rasanya nanti, selagi tidak beracun, akan aku makan. Lagipula, apa untungnya kru kapten Quest meracuniku. Tidak ada untungnya sama sekali. Kalau hanya buat tumbal, kenapa tidak sejak di kapal? Aku harus belajar lebih positif lagi lagi dalam berpikir.

Yup. Selamat makan.

Wow..

Aku sampai berhenti makan sejenak. Ini enak. Aku mencuil lagi. Tampilan dan namanya saja yang nyeremin. Rasanya... mmmm..enak banget. Aku mencuil lebih banyak lagi. Lebih enak daripada daging ayam atau sapi. Dagingnya agak kriuk, namun bagian dalam terasa juicy. Seperti meleleh saat dikunyah. Ada rasa sedikit manis dan gurih dari bawang putihnya membuat aku tidak bisa berhenti mengunyah. Aku mencuil lagi dan lagi. Nyamm.

Terima kasih koki June. Terima kasih kapten Quest. Aku merasa beruntung kemarin setuju ikut sayembara ini. Bisa tidur nyenyak. Bisa makan enak, banyak pula sampai kenyang. Bisa menghilang dari bajingan itu. Bisa keluar dari Rhea city. Walau agak berat sih, jauh dari Wilson. Kakak satu itu sudah seperti ayah idaman bagiku. Semoga dia sehat selalu saat kutinggalkan.

Kalau aku berhasil menemukan amulet, dan mendapat harta dari kapten Quest, mungkin aku bisa membalas budi pada Wilson. Aku bisa mengajaknya pergi jauh dari Rhea City, membuka kios di daerah lain, sepertinya ide yang bagus. Aku bisa mengaku sebagai adik atau keponakannya di sana. Siapa tahu disana Wilson juga bisa mendapatkan jodohnya. Hihihi...

Aku kembali mengunyah sembari mengedarkan pandangan. Apa yang lain belum bangun? Kok rasanya tidak terlalu ramai. Orang yang ada disekitarku rasanya makin sedikit. Aku juga tidak melihat mr. Od dan bocah peri. Gadis berambut hijau, gadis yang membawa crossbow, juga pemuda pewaris rumah duka yang kulihat saat pertama tiba di kapal, tak terlihat dimanapun. Kemana mereka?

Apa mereka tak ikut ke pulau? Kemarin saat pesta di api unggun, mereka masih ada tidak, ya? Aku tidak terlalu memperhatikan. Kemarin aku sibuk makan dan tidur. Hmmm. Aku mencoba berpikir keras sembari tetap mencuil tentakel panggang dan mengunyahnya.

Tapi aku masih melihat kakak keren sedang makan disana. Hihihi... Lumayan, vitamin mata di pagi hari. Sudah, jangan terlalu sering dilihat. Bisa membuat hilang konsentrasi. Bahayaaa.. Kali ini aku mencuil tentakel di ujung yang satunya. Mmm..

Rasanya, ada yang aneh lainnya. Kok ada suara aliran air? Aku mencari asal suara yang terdengar di telingaku. Sejak kapan ada sungai kecil di dekat perkemahan ini? Perasaan kemarin tidak ada. Aku saja buang air kecil dibalik semak yang agak jauh. Ehh... Aku memutar kepala dengan agak panik.

For FREEDOMWhere stories live. Discover now