Bab 9 - Che Gelida Manina.

429 92 32
                                    

Che Gelida Manina
(Tangan Kecil Yang Membeku)
*****
ARIA
Bab 9
******

Hizkia merasakan kepalanya begitu pusing luar biasa, namun ada satu dorongan yang membuatnya ingin membuka mata. Pria itu menghela napas dalam, sebelum akhirnya mengerjap dan membuka kedua matanya. Apa yang terjadi? Kenapa seluruh tubuhnya terasa sakit? Ia juga merasakan suhu tubuhnya naik. Dahi pria itu berkerut mencoba berpikir, sampai tak sengaja lengan kanannya menyenggol sesuatu yang terasa dingin.

Aktor kenamaan Indonesia itu menoleh, mendapati seorang gadis tertelungkup dan bersandar pada sisi kanan tempat tidurnya. Sesuatu yang menyentuh lengannya adalah jemari dingin milik gadis itu. Astaga! Kini Hizkia ingat semuanya.

Laut, perkataan Sonya dan tekad yang tetap saja tak bisa Hizkia penuhi.

Hizkia kembali menghela napas dalam, sembari memandang Sonya yang sepertinya sedang tertidur. Pikiran pria itu berkelana, kenapa semudah itu dia mengikuti perkataan Sonya? Apa benar karena keberaniannya sudah selangkah lebih maju? Atau, karena diam-diam Hizkia menganggap jika Sonya adalah Si Gadis Penyelamat. Suara Sonya terlalu mirip dengan gadis kecil yang nyaris menyelamatkannya dari aksi bunuh diri. Tetapi, paras gadis ini juga mirip dengan Soraya, pasangan kencan butanya beberapa tahun yang lalu, sebelum dia debut. Hizkia sangsi jika mereka adalah orang yang sama. Terlalu cepat menyimpulkan, karena mereka baru saja saling mengenal. Meskipun begitu, kepribadian Sonya yang random dan apa adanya, cukup membuat Hizkia nyaman. Satu poin plus yang tidak Hizkia temukan dalam lawan mainnya sebelum ini.

Sekarang, melihat Sonya yang tertidur disini, dengan rambut acak-acakan yang masih setengah basah, juga jemari gadis itu yang masih sangat dingin, Hizkia jadi penasaran, berapa lama dia pingsan? Kenapa tidak ada staff lain yang terlihat? Juga, dimana Hesa yang selalu menjadi andalannya?

Pertanyaan Hizkia terjawab cepat, ketika pintu kamar mandi perlahan terbuka. Mungkin, karena fokus berpikir, Hizkia jadi tidak mendengar suara gemericik air.

"Udah bangun, lo? Gimana? Pusing? Badan lo meriang nggak?" tanya Hesa beruntun.

Hizkia mengangkat telunjuknya di depan bibir, isyarat untuk Hesa agar berbicara lebih pelan. Entah kenapa, Hizkia takut jika Sonya terbangun.

Mengangguk paham, Hesa berucap, "Nungguin lo terus dia. Sampai nggak peduli sama keadaan dia sendiri, kayaknya sih merasa bersalah karena secara nggak langsung maksa lo buat nggak pakai pemeran pengganti."

"Itu kemauan gue sendiri." aku Hizkia. Dia merasa Sonya tidak pantas disalahkan, atau menyalahkan dirinya sendiri.

Hesa mengendikkan bahu, "Tapi, hebat juga dia bikin lo ambil keputusan sebesar ini, meski ya... masih belum berhasil juga untuk menghilangkan ketakutan yang lo punya, setidaknya berkat dia, keberanian lo naik satu tingkat."

Hizkia mengurut pelipisnya ketika rasa nyeri kembali menyerang kepalanya. "Ya, gue merasa nggak konsisten aja jadi senior, gue yang bilang ke dia, supaya karakter yang dia mainkan hidup di dia, ambil alih jiwa dia, tapi ternyata gue nggak bisa, karena Janu bisa berenang bebas di lautan, tapi Hizkia nggak bisa menyentuh laut sedikitpun."

"Masuk akal." Tanggap Hesa. "—tapi, gue merasa masih ada faktor X yang bikin lo nekat begini." Seringai pria itu muncul.

Hizkia mendengkus ketika Hesa masih saja mengoceh.

ARIAМесто, где живут истории. Откройте их для себя