31. Tak Terduga (1)

17.3K 1.3K 90
                                    

Sore itu Ayang, Shanum, Jagat, dan Ranan yang baru pulang sekolah berjalan-jalan mengelilingi kampung. Ayang sesekali berlarian mengejar ayam-ayam yang bebas berkeliaran di jalanan. Rambutnya yang sedikit ikat dan dikucir dua  itu bergerak-gerak seperti per. Begitu juga dengan pipi gembilnya yang memantul-mantul ketika Ayang berlari. Orang-orang kampung yang melihat tingkah laku Ayang ikut gemas melihatnya.

"Jalan-jalan, Nduk Ayu? Kene mampir nggon omahe simbah sipek," kata nenek tetangga Jagat yang sedang duduk di depan rumahnya. - (Sini mampir ke rumah nenek dulu.)

"Matur nuwun Mbah, kapan-kapan nggih. Niki ajeng ngajak jalan-jalan riyen. Monggo, Mbah." jawab Jagat sambil pamit.

Sepanjang jalan beberapa kali mereka disuruh mampir tapi Jagat menjawab dengan balasan yang sama.

Ayang masih berlari ke sana kemari. Untung jalanan desa relatif sepi dari kendaraan jadi Jagat dan Shanum tidak terlalu khawatir. Namun mereka tetap mengawasi dan mengingatkan gadis kecil itu untuk berhati-hati karena ada beberapa batu kecil yang berisiko membuat tersandung. Ranan ikut berlari mengikuti keponakannya itu berjaga-jaga kalau nanti sampai terjatuh.

"Dicini ayam banak ya. Ayang boleh ambil catu ndak?" Sambil terengah-engah Ayang mendekati kedua orang tuanya.

Shanum mengelap keringat Ayang, kemudian bertanya, "Emangnya mau buat apa ayamnya?"

"Ayang mau macak ayam klispi mama. Pake caos yang enak kayak yang mama bikin itu lhooo.."

"Ihh.. Si gembil yang dipikirke makan terus to yo, nanti tambah gendut lho." goda Ranan sambil menowel pipi Ayang. 

"Ayang ndak endut. Ayang itu gemoy. Iya kan mama?"

"Iya-iya. Ayang nggak gendut kok," jawab Shanum geli.

Jagat mengambil Ayang dalam gendongannya. "Anak ayah itu sehat, gemes, lucu karena makannya pinter." Dia mencium pipi putrinya dengan sayang. "Ayamnya nanti beli saja ya. Itu ayam-ayam yang di jalan ada yang punya. Kalau Ayang ambil nanti dicariin ayamnya."

"Okeee... nanti beli yang banak ya Ayah. Bial mama macaknya juga banak. Ayang lapel banget coalnya mau makan banak-banak."

Dengan penuh gelak-tawa mereka melanjutkan jalan-jalan sore menikmati pemandangan indah yang tersaji di kampung itu. Ocehan-ocehan Ayang membuat suasana menjadi semakin ramai. Sesekali Ayang akan berteriak kesal karena diganggu oleh buliknya yang suka gemas dengan keponakannya itu. Jagat yang menggendong Ayang sampai kewalahan karena bocah itu terus bergerak dalam gendongannya.

Dua hari lagi Jagat akan pulang dan membawa keluarganya ke Jakarta. Oleh karena itu, mereka sangat menikmati saat-saat seperti ini. Karena nanti ketika sudah di Jakarta akan sangat sulit menikmati suasana dan pemandangan seperti di kampung.

Ketika mereka sedang berjalan, terdengar suara seorang perempuan memanggil nama Jagat.

"Mas Jagat..." Perempuan manis berwajah khas jawa mendekati mereka dengan senyum yang sangat cerah. "Kapan Mas Jagat pulang? Kok ndak ngabarin aku je."

Shanum mengernyitkan alisnya mendengar nada akrab perempuan itu. Dia memberikan tatapan bertanya pada Jagat, siapa dia?

"Mbak, dia itu cewek yang dari dulu deketin Mas Jagat. Bar Mas Jagat cerai dia getol banget mas deketin masku," bisik Ranan.

Oh, ternyata perempuan yang suka sama Mas Jagat, kata Shanum dalam hati.

"Oh, Duwi. Sudah hampir semingguan kok pulange." jawab Jagat datar.

"Woalah, Mas. Tau gitu tak yo aku main ke rumahmu. Lama kita ndak ketemu lho."

Jagat tidak menanggapi celotehan perempuan bernama Duwi itu. Dia justru melihat ke arah kekasihnya yang sedari diam mengamati interaksinya dengan Duwi. Jangan sampai calon istrinya salah paham dengan ini semua. 

Setelah berceloteh panjang lebar, Duwi baru menyadari sosok Shanum yang sedari tadi berdiri di samping Jagat. "Eh, Mas. Sama siapa ini?"

Dengan tangan yang tidak digunakan untuk menggendong Ayang, Jagat merengkuh pinggang Shanum dan menariknya lebih mendekat padanya. Duwi yang melihat hal itu terkejut. "Kenalin, ini Shanum, calon istriku."

"Ca...ca...calon istri? Mas wes mau nikah?"

"Iya, doakan sebulan lagi acaranya."

Bukan hanya Duwi yang terkejut, Shanum pun ikut terkejut mendengarnya. Sebulan lagi? Mereka bahkan belum membahas kapan pernikahan akan dilaksanakan! 

"Ayaaahhh, ayo buluan pulang. Ayang mau cepet-cepet dimacakin mama ayam klispi. Pelut ayang buni ini caking lapelnya."

"Sini, Ayang sama mama aja yuk. Kita pulang duluan, biar ayah ngobrol dulu sama temennya," Shanum mengambil alih Ayang dalam gendongannya. Kemudian dia berjalan pulang diikuti Ranan di belakangnya.

Aduh, gawat. Sepertinya Shanum ngambek. Jagat panik melihat Shanum yang berjalan semakin menjauh.

"Duwi, aku tak pulang dulu yo. Sesok pas acara nikahanku di sini pasti tak kirimi undangan." Tanpa menunggu balasan Duwi, Jagat segera bergegas menyusul anak dan calon istrinya. Saat ini memastikan Shanum tidak salah paham dengannya jauh lebih penting daripada sekedar beramah tamah dengan perempuan yang dekat saja tidak dengannya.



Author Note : Akhirnya bisa update tipis-tipis. Karena beberapa bulan ini masih bakal banyak kesibukan di real life jadi update bakal jarang-jarang. Jarak waktu antar update nggak bisa mastiin berapa lama. Terima kasih buat yang masih setia nunggu cerita ini. Terima kasih juga buat yang pada komen, termasuk komen-komen nanyain kapan update 🤭 Semoga update kali ini bisa dinikmati ya. See you when I see you..

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang