Babak 10 - Different Point Of View

2K 347 4
                                    

"Mama dengar lho pembicaraan kalian."

Suara tenang Alana membuat kedua anak laki-lakinya duduk lebih tegak. Alana sengaja mengambil posisi di samping Edgar agar bisa menatap Ezra dan Edgar dengan lebih leluasa.

"Mama setuju kalau Edgar mau punya tanggung jawab lebih untuk istrinya dengan punya penghasilan yang lebih baik supaya istrinya bisa melakukan hobinya. Mama juga tidak punya masalah dengan perempuan yang penghasilannya lebih tinggi dari suaminya," Alana memberi penekanan pada Ezra.

"Bukan berarti perempuan yang berpenghasilan tinggi atau punya kekuasaan lebih tinggi artinya dia akan melebihi suaminya dalam hal apa pun." Alana memandang kedua putranya penuh arti. "Dalam pernikahan, bukan hanya keuangan yang jadi faktor keberhasilan pernikahan kalian. Ada hal-hal lain yang lebih fundamental dan hingga akhirnya penghasilan, karir, jabatan, bukanlah hal yang kalian jadikan bahan untuk bertengkar."

"Suami bertanggung jawab untuk keluarga, ya. Itu jelas. Mama, Papa, mengajarkan kalian untuk itu. Tapi bukankah Papa dan Mama juga mengajarkan tentang kesetaraan dan komunikasi?"

Edgar dan Ezra saling melirik. Tiba-tiba Alana mengelus kepala Ezra.

"Kalian nggak ada yang tahu. Baru sekarang Mama cerita karena kalian membahas soal finansial suami istri." Ezra merasa kaku, sorot mata ibunya sedikit berbeda. "Waktu Ezra masih tiga tahun, Papa di-PHK dari pekerjaannya. Tempat kerjanya bangkrut dan Papa sempat menganggur hampir enam bulan. Saat itu, Mama jadi tulang punggung keluarga."

"Edgar baru denger."

Alana mengangkat bahu. "Karena memang kami menyimpan untuk diri kami sendiri. Saudara-saudara pun tidak banyak yang tahu. Hanya orang tua kami, kakek nenek kalian yang tahu. Kami berusaha untuk bekerja keras membiayai hidup, menjaga Ezra yang masih kecil. Berkali-kali Papa bilang malu karena membuat Mama harus bekerja. Tapi Papa tidak malu untuk menjaga Ezra di rumah sambil mencari pekerjaan."

Alana menatap kedua putranya. "Apakah ada masalah saat itu? Ada, jelas. Perubahan suasana keluarga yang mendadak terjadi tidak mungkin tidak memberikan dampak apa-apa. Tapi apakah kami bertengkar? Ya dan tidak. Dengan kepala dingin, kami berdiskusi apa yang harus kami lakukan. Hasilnya, kalian bisa lihat sekarang. Papa berusaha lebih keras, maju lebih jauh, berlari lebih cepat, sehingga dalam memori kalian, tidak ada yang namanya susah dalam hidup kan?"

Pelan-pelan Ezra mengangguk.

"Kalau kamu merasa seorang perempuan akan memposisikan diri lebih tinggi dari kamu, mungkin itu artinya kalian belum menemukan pasangan yang tepat. Karena suami istri itu setara. Pendapat suami harus didengar, pendapat istri harus dihormati, begitu juga sebaliknya. Istri diperkenankan melakukan hal yang dia suka selama tidak melupakan keluarga, suami juga. Istri mengurus anak, suami juga. Biaya kehidupan ditanggung bersama." Alana tersenyum.

"Mungkin formula rumah tangga Mama dan almarhum Papa tak akan sama dengan formula kebahagiaan rumah tangga Ezra dan Edgar. Tapi kalian pasti paham dasarnya kan?"

"Paham, Ma!" Edgar mengacungkan kepalan tangannya lalu memeluk Alana. "I love you, Ma. Terima kasih sudah jadi orang tua begitu keren!"

Lalu Edgar menatap ke atas. "Papa juga!"

Berbeda dengan Edgar yang begitu ekspresif, Ezra malah hanya diam menatap ibunya. Alana memegang pundak Ezra, tersenyum menguatkan. Barulah saat itu Ezra mengangguk.

Nasihat Alana melekat bagi Ezra. Benar tak ada masalah dari sisi ibunya. Hanya hatinya yang masih perlu diyakinkan.

***

(S)He's The Boss! (END - WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang