Babak 12 - Mother-In-Law, Maybe?

2.1K 369 12
                                    

Hari Jumat kembali tiba. Kali ini Ando tak bisa menjemput anak-anaknya. Giliran Aaliyah lah yang menjemput. Ella kembali ikut menjemput keponakannya yang memiliki kegiatan tambahan hari ini. Sengaja Ella menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat hari ini agar bisa menghampiri Aaliyah di kantornya dan mereka berangkat bersama. Walau sebenarnya Gina mengingatkan bahwa Ella masih punya banyak PR.

"Weekend aku lembur deh." Begitu pesan Ella. Sore ini dia akan mengisi waktu dengan keponakannya.

Seperti kesempatan sebelumnya, mobil Aaliyah mengantri bersama mobil-mobil lainnya. Ella menunggu sambil melihat-lihat lingkungan sekolah dari balik jendela mobil. Di kejauhan, Ella melihat bahwa guru kelas dua kembali didampingi sang kepala sekolah, Ibu Alana.

"Boleh nggak aku turun duluan?" Ella bertanya pada Aaliyah.

"Eh?" Aaliyah mengangkat kepala dari ponsel. "Buat apa?"

"Mau ngobrol sama kepsek si kembar."

"Oh Bu Alana. Silakan. Aku tetep di sini ya. Tanggung." Aaliyah menunjuk layar ponselnya.

"Aman."

Ella pun turun dan menghampiri sang kepala sekolah. Melihat kehadiran Ella, Alana terkejut sekaligus senang. Baru tadi malam putranya menceritakan tentang sosok ini dan sekarang orangnya sendiri yang tiba. Alana melirik ke arah tempat parkir namun mobil putranya belum terlihat.

"Ella," sapa Alana lebih riang.

"Sore, Bu." Ella menghampiri Alana, mencium tangan dan pipinya.

Alana memeluk Ella dalam sambutan yang lebih hangat, meski Ella tak menyadarinya.

"Apa kabar?" Alana menyapa, melihat Ella yang tetap segar di sore hari.

"Baik, Bu."

"Kita mengobrol sambil jalan-jalan?"

"Eh tapi ibu lagi antar anak-anak."

"It's okay," Alana pun undur diri kepada wali kelas. Ella melihat keponakannya dalam antrian lalu melambai, memberi isyarat bahwa dia akan mengobrol dulu dengan kepala sekolah mereka.

Alana mengajak mereka ke halaman sekolah, area yang bisa dimasuki masyarakat umum. Area ini berbeda dengan lingkungan belajar mengajar.

"Lagi sibuk apa, Ella?"

"Yah, sibuk begitu saja, Bu. Menangani Peters Food supaya nggak bangkrut di tangan saya." Ella tertawa.

"Iya ya, Ibu baru sadar keluarga kamu yang punya Peters Corp. Kakakmu di holding company dan kamu di Peters Food ya?"

"Iya. Ando di Peters Corp dan Peters Investment. Mine di Peters Oil. Saya pegang perusahaan yang skalanya paling kecil, Bu." Ella terkekeh.

"Ah kamu merendah," Alana menepuk pundak Ella. "Itu juga tanggung jawab besar dan sejauh ini sepertinya baik-baik saja kan."

Ella tersenyum. "Ibu rajin baca berita nih kayaknya."

"Oh nggak," Alana menggeleng, memutuskan menjahili Ella sedikit. "Karena anak Ibu kerja di situ."

"Oh ya? Siapa, Bu? Bagian apa? Mungkin saya kenal?"

Alana duduk di salah satu bangku, menepuk tempat di sebelahnya. "Anak Ibu namanya Ezra Suradipati."

Ella tak jadi duduk. Tubuhnya membatu, kedua tangannya menutup mulut, matanya membeliak. Bagaimana bisa Alana adalah ibu dari pria yang disukainya?

Reaksi Ella membuat Alana tertawa. "Ibu yakin kamu kenal."

Ella bingung harus bereaksi apa.

"Sini duduk, La."

Pelan-pelan Ella pun duduk. Kali ini sikapnya canggung karena mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Sedikit demi sedikit Ella semakin malu.

"Saya... kenal Ezra, Bu."

Alana mengangguk. "Ezra juga sering cerita tentang kamu."

Ella menoleh cepat sampai lehernya berbunyi. Matanya kembali melotot.

"Bagaimana ya, Ezra jarang bercerita. Jadi sekalinya dia bercerita dan itu tentang kamu, berarti bisa dianggap sering kan?" Alana tersenyum.

"Ah, Ibu," Ella memegang kedua pipinya. "Ezra cerita apa saja?"

Alana menaruh telunjuk di bibirnya. "Kalau itu, Ibu harus jaga rahasia anak Ibu."

Ella tertawa gugup. "Hal yang buruk kah Bu? Karena kalau iya, aku nggak akan punya muka buat muncul lagi di sini."

Alana tertawa semakin lebar, merangkul pundak Ella. "Semuanya baik-baik saja, La. Tenang, Ezra bukan orang yang bisa menjelekkan orang lain. Lagipula, sepenglihatan Ibu, kamu tidak berbuat hal yang buruk, kan?"

Ella pun mengangguk ragu. Dia benar-benar berdoa Ezra tak mengatakan hal aneh pada ibunya. Karena sekarang Ella benar-benar malu! Bagaimana kalau Alana tahu bahwa Ella telah menyatakan perasaannya pada Ezra?

"Kamu boleh datang ke sekolah ini sesering mungkin. Selama si kembar bersekolah bahkan setelah mereka lulus sekalipun. Di luar fakta bahwa Ibu adalah mamanya Ezra, Ibu tetap kepala sekolahnya keponakan kamu dan teman–hmm, teman yang lebih tua?"

Sekarang Ella pun tertawa. "Iya, Bu, begitu. Kebetulan saja aku dan anak Ibu kerja di tempat yang sama kan?"

Setelah situasi lebih tenang dan kegugupan Ella berkurang, keduanya kembali mengobrol. Tidak lagi tentang Ezra, melainkan tentang perjuangan Ella, cara bekerja Alana sebagai kepala sekolah, tentang sekolah ini. Sampai ponsel Ella berdering karena Anya meneleponnya.

"I'm hungry," sahut keponakannya itu.

"Oh sorry. I'll be back in seconds," Ella segera bangkit. Baru sadar bahwa sudah lama dia pergi untuk mengobrol, sehingga keponakannya sudah berada di mobil dan menunggunya untuk bisa pergi. "Ibu, maaf. Saya harus pergi sekarang."

"Mari Ibu antar ke depan."

Keduanya kembali keluar. Alana mengantar Ella ke arah mobil milik Aaliyah terparkir. Sekilas, Alana melihat ke arah lain, di mana kali ini mobil Ezra juga sudah terparkir. Ella mengikuti arah pandang Alana dan menyadari mobil siapa di situ.

"Bukankah itu..."

"Mobil Ezra. Ya. Dia pasti melihat kita sekarang," Alana tersenyum, melambai sekilas. "Ezra selalu menjemput Ibu setiap Jumat. Lalu kami akan makan malam bersama, kemudian Ezra mengantar Ibu ke rumah dan dia pulang ke apartemen. Hari Sabtunya dia pulang ke rumah, kadang menginap, kadang tidak."

"Oh." Ella mengetahui satu fakta baru tentang Ezra. Pelan-pelan Ella menoleh ke arah mobilnya, namun tak melakukan apa-apa.

"Terima kasih atas waktunya, Bu. Saya pamit."

Ella mencium lagi tangan Alana. Kali ini si kembar beserta ibunya ikut turun untuk berpamitan dengan Alana. Setelah berpamitan, Ella naik ke mobil setelah sekali lagi menatap mobil Ezra.

*** 

(S)He's The Boss! (END - WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang