023. Promise

2.2K 130 0
                                    

Kanaya membuka pintu rumahnya dengan tatapan hampa. Setelah Zean mengatakan permintaan itu, tiba-tiba orangtua Kanaya menelpon dan menyuruhnya segera pulang.

Ya. Orangtua Kanaya tahu kalau ia berbohong.

Jadi dengan terpaksa Kanaya harus pulang, bahkan sebelum sempat menentang permintaan Zean yang menyuruhnya pergi menjauh.

Mana mungkin dirinya bisa menjauh.

Itu mustahil.

"Kemari kamu!"

Mata Kanaya melebar saat Reyhan tiba-tiba menarik kuat tangannya agar berjalan menuju ruang tamu.

"Ayah sakit!" pekik Kanaya kesal kala pergelangan tangannya di cengkram kuat.

"Mas jangan kasar sama Naya." Nina buru-buru memeluk putrinya yang tampak kesakitan itu.

"Berhenti memanjakan dia Nina," ucap Reyhan dingin.

"Ayah kenapa sih marah-marah?" tanya Kanaya pada pria tua itu.

"Lihat Nina? Putri kamu ini bahkan malah menanyakan alasan aku marah," ujar Reyhan kesal.

"Mas. Maafin Kanaya," ucap Nina berusaha menenangkan sang suami.

"Ayah membesarkan kamu bukan untuk menampar orang sembarangan, Kanaya! Apalagi di depan umum. Dan di sebuah acara besar. Apa kamu mau buat ayah malu?"

Ohh ituu. Ternyata itu alasannya. Kanaya tersenyum kecut. "Kanaya gak menyesal nampar nenek sihir itu."

"KANAYA!!"

"AYAHH!!" pekik Kanaya. "Ayah juga udah nampar Kanaya di depan umum. Apa ayah menyesal?"

Reyhan terdiam.

"Ayah yang selama ini Kanaya anggap pelindung. Ayah adalah lelaki yang Kanaya anggap seperti superhero Kanaya waktu kecil. Tapi hari ini, ayah nampar Kanaya untuk pertama kali. Ayah nampar Kanaya tanpa mau dengar penjelasan Kanaya!!"

Nina membekap mulutnya. Merasa sakit mendengar penjelasan putri kecilnya itu.

"Karena kamu tidak beretika. Ayah sama sekali gak menyesal nampar kamu."

Kanaya mendengus. "Kanaya tau! Karena ayah lebih sayang harga diri ayah dibanding putri ayah sendiri!"

"Kanaya! Jangan memaksa ayah untuk nampar kamu lagi kali ini!" bentak Reyhan murka.

"Kenapa?" Kanaya mengernyit. "Karena nenek sihir itu ayah bersedia lukain Kanaya berkali-kali?"

"Apa kamu tidak tahu cara menghormati orangtua?" Reyhan mendesis. "Kamu tidak tahu, Bu Rinjani itu orang yang sangat baik. Keluarganya sangat dermawan."

"RINJANI ITU PEMBUNUH! DIA DAN SUAMINYA UDAH MEMBUNUH KAK RAYA!"

Mata Reyhan melebar. Begitu pun Nina. Keduanya tampak syok.

"Nina. Putrimu semakin melantur," ucap Reyhan. "Apa kamu lupa? Kakak kamu meninggal karena kecelakaan tabrak lari."

"Ayah gak percaya sama ucapan Kanaya?"

Reyhan menggeleng. "Ucapan kamu tidak masuk akal. Ayah baru mengenal bu Rinjani dan Pa Radith lima bulan lalu."

Kanaya beralih menatap Nina. "Mama percaya kan sama Kanaya?"

Nina menelan ludahnya. "Mama bukannya gak percaya, sayang. Tapi itu memang gak mungkin. Karena kami tahu Raya itu disukai banyak orang. Mama rasa gak ada satu pun orang yang berani mencelakai anak sebaik Raya. Dia gak mungkin punya musuh."

Kanaya tersenyum miris. Ini benar-benar diluar dugaannya. "Kalau kalian gak percaya, gakpapa. Kanaya akan bungkam kalian dengan buktinya. Kanaya akan cari buktinya sendiri."

Silent Love (END)Where stories live. Discover now