Bagian 7

134 12 3
                                    

"Sebelum kita mulai perjalanan di dalam halaman-halaman cerita ini, penting untuk diingat bahwa segala sesuatu yang kamu temukan di sini hanyalah hasil imajinasi dan kreasi penulis. Setiap karakter, tempat, dan peristiwa adalah produk dari fiksi dan karangan belaka."

■□■□■□■□■

Yaksa mengamati rumah yang terletak di dekat pelabuhan. Dia menduga bahwa rumah itu adalah tempat berkumpulnya para bandar narkoba. Dia telah mengirim beberapa anggota unitnya untuk menyelidiki rumah itu dari berbagai sisi. Salah satunya adalah Rian, yang bertugas di belakang rumah.

Yaksa mendengar suara dari talky walky yang tergantung di dadanya. Suara itu milik Rian.

"Kapten, saya ada kabar baik. Saya menemukan tanaman narkoba di belakang rumah. Mereka menanamnya di kebun yang tersembunyi. Saya kira kita sudah punya cukup bukti untuk menyerang rumah ini."

Rian melaporkan hasil penyelidikannya dengan antusias. Dia berpikir bahwa mereka telah menemukan titik lemah para bandar. Dia berharap bahwa mereka bisa menangkap mereka dan menghentikan peredaran narkoba.

"Bagus, Rian. Bagus sekali. Tunggu di sana. Jangan bergerak. Jangan melakukan apa-apa. Saya akan segera datang bersama anggota lainnya. Kita akan menyerbu rumah ini dari belakang. Kita akan mengejutkan mereka."

Yaksa memuji Rian. Dia merasa senang dengan temuannya. Dia berencana untuk menyerang rumah itu dari belakang, menangkap para bandar, dan menyita barang bukti.

Yaksa mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anggota lainnya untuk mengikutinya. Mereka bergerak diam-diam, menghindari pandangan dari jendela-jendela rumah. Mereka berharap bisa menyerang rumah itu tanpa perlawanan.

Namun, rencana mereka gagal. Tiba-tiba, dari berbagai arah, terdengar suara tembakan. Peluru-peluru bersarang di dinding-dinding dan mobil-mobil yang ada di sekitar. Yaksa dan unitnya terkejut. Mereka segera mencari perlindungan, membalas tembakan.

"Kapten, kita disergap! Mereka tahu kita ada di sini! Mereka siap-siap!"

Suara itu milik Dika, anggota unit yang bertugas di depan rumah. Yaksa menyadari bahwa mereka telah jatuh ke dalam perangkap. Para bandar pasti memiliki mata-mata atau informan yang memberi tahu mereka tentang keberadaan unit anti narkoba.

"Tenang, Dika. Tenang. Jangan panik. Kita masih bisa keluar dari sini. Kita masih punya kesempatan. Rian, apa kabarmu? Kamu masih di belakang rumah?"

Yaksa mencoba menenangkan Dika. Dia mencoba mencari jalan keluar. Dia mencoba menghubungi Rian, yang berada di belakang rumah. Dia berharap Rian masih aman. Dia berharap Rian bisa membantu mereka.

Namun, yang terdengar dari talky walky bukanlah suara Rian, melainkan suara tembakan. Yaksa merasakan sesuatu yang tidak beres. Dia khawatir dengan nasib Rian. Dia khawatir dengan nasib mereka semua.

"Rian! Rian! Jawab, Rian! Kamu baik-baik saja?"

Yaksa berteriak, cemas. Dia tidak mendapat jawaban dari Rian. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Rian. Dia tidak tahu apakah Rian masih hidup atau mati.

Yaksa tidak tahan lagi. Dia memutuskan untuk beraksi. Dia berdiri dari tempat persembunyiannya, mengacuhkan tembakan yang masih berlangsung. Dia berlari menuju belakang rumah, diikuti oleh beberapa anggota unitnya yang masih hidup. Dia ingin menemukan Rian. Dia ingin menolong Rian.

Saat Yaksa sampai di belakang rumah, dia melihat pemandangan yang mengerikan. Riam tergeletak di tanah, bersimbah darah. Tubuhnya penuh dengan luka tembak. Matanya terbuka, menatap kosong ke langit. Yaksa merasa hatinya hancur. Dia berlari ke arah Rian, menangis.

BIMA SAKTI 2 | IT'S NOT OVER YET Where stories live. Discover now